5. "Lo keren!" [ Ana's POV]

17 9 0
                                    

Aku dan Nicole saat ini sedang menonton TV. Masih pukul 7 malam. Balapan dimulai sekitar pukul 9 malam. Tadi, aku ditelepon oleh Mama. Beliau curiga kalau aku sedang berbohong. Karena itu, Nicole turun tangan dan berbicara dengan Mamaku. Karena aku sangat jengkel pada Mama, aku akhirnya mengatakan kalau aku akan memasang GPS di handphoneku biar Mama percaya. Disitulah letak kesalahanku. Aku membuat diriku terperangkap pada kebohonganku sendiri.

" Kalo saran gue, lo nonaktifin aja deh handphone lo, Ta. Entar lo hubungin nyokap lo pake handphone gue aja, dan lo buat aja alasan kalo handphone lo itu lowbat," ucap Nicole sementara matanya masih terfokus pada layar TV. Aku menghela nafas dengan gusar.

" Nyokap gue tuh keras kepala, Nic. Kalo udah sepakatin di awal pasang GPS, ya gue wajib pasang GPS. Lagian kalo alasan gue kayak yang lo bilang, nyokap gue bakalan tau kalo gue bohong. Gue kan bawa charger handphone," gusarku sambil memeluk lututku. Mataku memang ke arah layar TV, tapi pikiranku melayang entah kemana.

Nicole juga termenung. Dia kelihatannya juga masih memikirkan ide untuk masalah yang satu ini. Keheningan mencekam di atmosfer sekitar kami, sampai akhirnya ada suara yang memecah keheningan.

" Gue rasa gue bakal pasang GPS, tapi handphonenya bakal gue tinggalin di rumah lo, Nic. Jadi nyokap enggak bakalan curiga," ucapku setelah berpikir cukup lama.

" Terus kalo nyokap lo ngehubungin lo gimana?" pertanyaan Nicole membuatku terdiam. Kemungkinan itu tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.

" Lo punya handphone lain enggak?" tanyaku setelah berpikir beberapa saat. Nicole mengangguk, lalu mengambil handphone jadul dari laci meja belajarnya.

" Ini handphone gue waktu SMP. Gue enggak tau masih bisa dipake atau enggak," ucapnya lalu nyengir kuda. Aku mengambil handphone itu dari genggaman Nicole. Aku menekan tombol untuk mengaktifkan, tapi handphonenya tak kunjung hidup.

" Emang buat apaan sih, Ta?" tanya Nicole dengan nada bingung dan penasaran padaku.

" Handphone lo punya fitur dua SIM?" tanyaku pada Nicole tanpa menjawab pertanyaannya. Nicole mendecak sebal lalu mengangguk. Aku langsung mengambil handphone Nicole dan menonaktifkannya. Aku memasukkan salah satu kartu handphoneku ke handphonenya Nicole. Jadi sekarang, handphone Nicole memiliki 2 nomor handphone yakni, nomorku dan nomor Nicole sendiri.

" Beres," ucapku dengan nada tenang dan santai. Nicole sempat terbengong sebentar menatapku lalu kemudian dia mengacungkan kedua jempolnya padaku.

" Gue ngerti. Lo sengaja pindahin nomor handphone lo ke handphone gue, biar nanti waktu nyokap lo nelepon, lo bisa jawab teleponnya, kan? Jadi nyokap lo enggak akan curiga kalo lo bohong. Terus, lo pasti berniat ninggalin handphone lo, biar nyokap lo juga enggak akan curiga kalo sebenarnya lo enggak di rumah gue, kan?" simpul Nicole dan menatapku dengan kagum. Aku mengangguk dengan tenang.

" You're so fuc*ing amazing, Tita! So genious!" puji Nicole padaku dengan nada dramatis. Well, aku sih tidak masalah jika dipuji. Aku tidak munafik lho, ya. Manusia mana sih yang enggak suka dipuji? Semua manusia pasti suka dipuji, tapi kalau pujiannya berlebihan seperti yang dilakukan Nicole, pasti bisa membuat ilfeel, kan?

" Thanks, but you're too dramatic, Nicole. By the way, I think we should change our clothes or we'll be late," ucapku yang bangkit dari sofa dan meraih tas ranselku. Aku mengambil pakaian yang akan kukenakan untuk balapan nanti. T- shirt berwarna putih bergaris- garis hitam, celana jins yang terdapat robekan di bagian lutut, jaket kulit berwarna hitam, dan sneakers hitam.

PromisesWhere stories live. Discover now