14. That Storm[ 3rd POV]

6 6 0
                                    

Ana menatap kosong ke arah sungai yang airnya terlihat mengalir dengan tenang. Walaupun tenang, sungai ini sangatlah dalam dan terdapat banyak batu- batuan dengan ujung runcing di dalamnya. Otak Ana terus- menerus memutar rekaman ingatan percakapannya dengan Jordan tadi sore. Ana sempat juga pulang ke rumah, karena Jordan berhasil mengikutinya. Tapi Ana berhasil kabur lagi, dan tanpa sepengetahuan Jordan atau siapapun.

Ana tersenyum miris. Sangatlah benar jika dia bertindak jahat pada Nicole dan layak untuk mendapatkan sanksi dari pihak berwajib. Dan sangatlah benar jika semua orang membenci Ana.

Dan yang lebih jahatnya lagi, tidak sedikitpun dari hati Ana menyesali perbuatannya yang hina itu. Sebaliknya, Ana merasa lega. Seluruh isi hatinya sudah disampaikan dalam goresan luka ditubuh Nicole.

Tangan Ana merogoh saku bajunya dan mengambil sebuah kertas karton berukuran sedang yang mengingatkan Ana pada semua kenangan itu. Ternyata benar kata orang, kalau semakin banyak kenangan maka semakin besar luka yang ditorehkan. Ana membaca sekilas isi kertas itu, dan setetes air mata turun dari pipinya. Dengan seluruh keputusasaan dan pandangan kosong, Ana melipat dan menyimpan kertas itu kembali ke saku bajunya dan menjatuhkan diri ke dalam sungai itu.

Ana membiarkan surat dan dirinya terhanyut dalam air sungai yang tenang. Dinginnya air sungai dan runcingnya bebatuan seakan membuat tubuh Ana mati rasa.

***

Jordan sangat bersyukur saat mendengar Dokter mengatakan kalau Nicole berhasil diobati dan luka- lukanya tidak sampai terinfeksi. Orangtua Nicole begitu cemas, namun saudara perempuannya Nicole sama sekali tidak menjenguk Nicole.

" Kenapa Tante baru peduli sama Nicole setelah Nicole masuk rumah sakit?" pertanyaan yang dilontarkan dengan nada dingin menusuk oleh Jordan membuat kedua orangtua Nicole diam.

" Jordan!" tegur Tante Aurelia sementara Calvin menyenggol bahu Jordan. Orangtua Jordan dan Orangtua Ana juga datang ke rumah sakit. Semuanya merasa sangat khawatir pada kondisi Nicole.

" Telepon Ana, biar dia ke sini sekarang juga, Cal," pinta Mama yang juga mencemaskan putri keduanya. Calvin menelepon Ana, tapi nomor telepon Ana tidak aktif. Rasa lega yang tadi sempat mengitari atmosfer di sekitar mereka, mulai berubah menjadi rasa cemas. Rasa cemas semakin diperparah dengan telepon yang diterima dari Mbok Surti ke Mama. Ana kabur dari rumah.

" Semoga dia enggak gegabah," gumam Jordan yang langsung berjalan keluar dari rumah sakit dan mengendarai mobilnya untuk mencari Ana.

Dengan kecepatan tinggi, Jordan mulai mengelilingi kota. Dia bisa gila kalau Ana sampai melakukan hal gegabah. Gadis itu tadi meninggalkannya dalam keadaan penuh amarah dan kesedihan. Dan Jordan tahu betul bagaimana watak Ana. Gadis itu bisa menjadi sangat nekat dalam keadaan genting seperti saat ini.

Jordan menelepon Anto dan beberapa orang lagi yang merupakan pengawal pribadinya untuk melakukan pencarian terhadap Ana. Jordan mengarahkan rute ke rumah Ana. Siapa tahu ada petunjuk di sana.

Tak sampai 20 menit, Jordan berhasil sampai di rumah Ana. Rumah besar nan megah itu terlihat sunyi dan seperti kehilangan warna. Jordan meminta satpam untuk membukakan gerbang.

Setelah memarkirkan mobil di halaman depan, Jordan langsung bergegas ke dalam rumah Ana. Demi semua yang suci, jangan sampai gadis itu terluka ataupun terkena hal buruk lainnya.

Jordan berlari ke kamar Ana yang berada di lantai atas. Begitu Jordan membuka pintu kamar Ana, tampaklah Mbok Surti yang terlihat sedang menangis sambil memegang lembaran kertas karton yang begitu tebal. Perasaan takut dan tegang mulai mencekik Jordan. Nafas Jordan tercekat saat melihat pemandangan tidak menyenangkan itu.

PromisesWhere stories live. Discover now