Benang yang Terlanjur Kusut

689 47 8
                                    

Seminggu berlalu. Hari ini ngga kayak hari minggu lainnya. Ayah dan ibu menyuruhku duduk di ruang keluarga. Itu artinya ada hal serius yang harus dibicarakan.

"Sayang, kamu lagi ada masalah?" Ibu melontarkan pertanyaan untuk memecah keheningan.

"Hmmm..." ngga ada sepatah kata pun yang keluar. Aku memutar bola mataku sambil menimbang-nimbang harus cerita yang sebenernya atau ngga. Sesekali tatapanku kosong karena tenggelam dalam lamunan.

"Ada yang beda dari kamu, Cha," ayah ikut angkat bicara.

Ayah dan ibu akhirnya menyadari perubahan sikap anaknya. Walaupun weekend kemarin pas ke Bandung aku terlihat baik-baik saja, tapi memang beberapa minggu terakhir aku jadi orang yang mood swing-nya keterlaluan. Well, mungkin orang tuaku sadarnya udah lama. Tapi, baru sekarang saat yang dirasa tepat buat menanyakan hal ini.

Aku bener-bener ngga bisa boong sama ayah dan ibu. Mereka bukan cuma orang tua, tapi juga udah kayak sahabat sendiri. Jadinya aku tumbuh menjadi anak yang terbuka terkait kisah hidupku dan selalu merasa bersalah kalau merahasiakan sesuatu dari ayah dan ibu. Kecuali, tentang entrepreneurship.

Setelah menimbang dalam diam, aku putuskan untuk cerita. Semua hal. Mulai dari pertama kenal Ben, sampai akhirnya aku mengungkapkan kalau aku tertarik sama dia. Aku juga melontarkan alasan kenapa suka sama Ben.

Awalnya, wajah ibu dan ayah mendadak sumringah. Wajar, anak cewek kesayangannya yang masih betah single walaupun beberapa bulan lagi menginjak usia 25 tahun dan udah dapet banyak serangan pertanyaan "kapan nikah?" dari berbagai arah, akhirnya mengutarakan kalau ada cowok yang berhasil menarik hati. Dan poin paling penting adalah cowok itu berhasil bikin aku ngga bosen. Orang tuaku tau banget kalau aku bosenan. Ada secercah harapan yang kentara dari wajah orang tuaku. Mungkin mereka ingin anaknya segera punya teman hidup. Eh, bukan mungkin, tapi... pasti.

Cuma, semakin aku cerita, semakin paham pula ayah dan ibu. Mengerti kalau orang yang aku suka itu 'ngga nyata'. Ayah dan ibuku cukup open minded dan modern sehingga nggak pernah terlihat insecure kalau aku kenal orang dari media sosial. Soalnya mereka percaya aku sudah cukup dewasa untuk selektif memilih teman. Tau mana yang baik dan mana yang dirasa kurang baik. Masalahnya, Ben beda. Walaupun, ayah dan ibu nggak mempermasalahkan aku mengenal Ben dari game, tapi mereka tetap melarang keras aku melanjutkan hubungan dengan Ben. Mereka bilang, Ben is a total stranger. Pasti akan beda cerita kalau dia punya media sosial dan bisa diliat track record-nya. Sayangnya, aku nggak bisa menelusuri background Ben.

Wajar ayah dan ibu khawatir. Dulu waktu kecil, aku pernah punya imaginary friend. Namanya juga anak kecil. Hal itu mungkin membuat orang tuaku takut kalau Ben itu cuma imaginary friend belaka. Karena aku merasa ayah dan ibu berpikiran kayak gitu, aku jadi berkeras menekankan kalau Ben itu nyata dan orang baik-baik. Entah keyakinan itu datangnya darimana. Tapi, faktanya memang seyakin itu.

Sudah hampir satu jam aku berdebat tentang Ben. Semua kalimat yang keluar dari mulutku, sembilan puluh persen isinya membela Ben. Aku mempertahankan intonasiku agar terdengar meyakinkan dan menjaga tatapan supaya keliatan percaya diri dengan ucapanku sendiri. Walaupun sesekali menahan perih di dalam hati karena teringat sikap Ben padaku. Akhirnya, ayah dan ibu bersedia memberi kesempatan untuk menyetujui hubunganku. Aku cukup yakin kesempatan yang diberikan oleh ayah dan ibu bukan karena mereka percaya sama sosok fana yang bernama Ben. Tapi, karena mengalah dengan diriku yang kelewat persisten. Kesempatan itu ngga dikasih secara cuma-cuma, tapi ada syaratnya, Ben harus datang ke rumah. Katanya nanti ayah dan ibu yang nilai sendiri.

Seketika aku cuma bisa senyum pahit. Aku setuju, kok, kalau ayah dan ibu nyuruh Ben ke rumah, tapi bahkan aku aja belum pernah ketemu Ben. Itu hal yang sulit, batinku. Tatapanku kembali kosong. Pikiranku terlalu sibuk memperkirakan kapan Ben dan aku bisa ketemu. Beneran bisa ketemu ngga ya kalau jadwalku sudah lebih fleksibel pas nanti jaga di IGD rumah sakit?

Distorsi [HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang