Oh, Ben!

1.1K 79 30
                                    

Kurebahkan badanku ke kasur. Mataku tertuju ke langit-langit. Tangan kananku mengelus-elus boneka beruang raksasa warna krem yang ada di atas kasur. Nafasku lebih berat dari biasanya. Ini udah malem Selasa dan masih belum ada kabar dari Ben. Udah 2 hari. Kayak lagi digantung. Rasanya kesal sendiri. Aku kenapa sih jadi kepikiran Ben melulu? Masa iya aku... baper? Paham sih sebagian besar dari populasi cewek itu gampang baper karena lebih dominan menggunakan perasaan dibanding cowok. Cuma harusnya aku salah satu yang jadi pengecualian, karena faktanya, aku lebih sering pake logika.

Aku tipikal cewek yang terkenal mandiri, sering ngga peka, dan cuek, tapi easy going. Kombinasi itu semua sering kali ngga sengaja bikin deretan cowok modus salah paham karena aku bener-bener ngga peka kalo lagi dideketin. Semuanya aku anggap temen biasa. Jadi, respon yang aku kasih juga biasa. Ngga lebih dan ngga kurang. Masalahnya, mereka menganggap responku itu lebih dari biasa. Jadi, aku dikasih julukan Ratu PHP. Aku ngga pernah berniat buat bikin siapapun patah hati kok. Itu semua memang karena aku lebih sering pake otak daripada pake hati. Seenggaknya itu yang aku percaya sampe hari ini. Tapi, kayaknya aku ngga bisa mengelak kalau kali ini aku larut dalam lautan perasaanku sendiri.

Aku jadi penasaran, mungkin Ben on Ayodance? Akhirnya, buru-buru aku buka aplikasi Ayodance. Berharap kalo Ben pun ngga on Ayodance. Se-engga-nya hal itu bisa bikin aku lebih lega. Tapi, kenyataannya justru berbeda seratus delapan puluh derajat dari ekspektasiku. Di layar, terpampang nyata Ben terakhir on 12 jam yang lalu. Berarti jam 7 pagi tadi dia on. Oh, bisa buka game. Mau marah tapi... aku siapa? Cuma partner main game doang. Oh, Ben, aku cukup tau aja!

Tunggu. Ini Ardian on! Dia itu salah satu anak klubku. Supporter nomor 1 yang selalu ngomporin Ben dan aku untuk bisa ketemuan di dunia nyata. Berharap status couple unreal, berubah jadi couple real. Mendukung seratus satu persen supaya Ben dan aku bukan cuma jadi pasangan di dunia game, tapi juga di dunia nyata. Mana bisa gitu. Aneh.

"Di, tadi pagi mabar sama Ben ngga?"

"Ngga, Cha. Udah beberapa hari ngga mabar"

"Oh"

"Katanya dia sakit"

"Iya tau"

"Terus?"

"Line terakhir gue sabtu kemarin cuma di read doang dan sampe sekarang ngga ada kabar"

"Ya kan namanya juga orang lagi sakit, Cha. Udah lo chat lagi aja, bilang 'GWS ya Ben'"

"Ogah"

"Lah"

"Males ah gue"

"Yaudah mau gue yang tanyain?"

"Boleh tuh"

Sakit seharusnya bukan alesan. Kecuali orang yang bersangkutan emang males bales chat. Ketemu orang sakit udah jadi makanan sehari-hariku. Dengan mata kepalaku sendiri, aku bisa liat, walaupun mereka terkapar di ranjang rumah sakit, tetep aja sesekali masih bisa pegang hp. Kecuali, yang memang kondisinya sudah parah banget. Tapi, penyakit Ben kan ngga serius-serius amat. Buktinya ngga ada indikasi buat di rawat inap, boleh pulang ke rumah, dan tadi pagi bisa on Ayodance.

***

Pagi ini harus beda dari biasanya. Move on, Cha, aku memberi semangat pada diriku sendiri. Meyakinkan dalam hati untuk berhenti memikirkan orang yang bahkan ngga peduli padaku. Jadi, ini ya rasanya diabaikan. Aku jadi merasa bersalah pada deretan cowok yang sering kuabaikan.

Situasi seperti ini membuatku lebih sering bersyukur menjadi seorang dokter, karena ketika sedang berhadapan dengan pasien, pikiranku teralihkan. Se-engganya di depan mereka aku bisa pura-pura bahagia. Aku ngga pernah mau pasang muka masam dihadapan pasienku sendiri. Ada prinsip untuk selalu ngasih yang terbaik buat mereka. Ketika berbuat baik, maka hal itu pasti balik lagi. Belum tentu dari orang itu sih, bisa saja dari orang lain. Belum tentu juga perbuatan baiknya balik ke diri sendiri, bisa aja malah ke keluargaku. Apapun itu, pasti hasilnya baik. Salah satu upayaku adalah selalu pasang ekspresi ramah, sekali pun ngga sesuai sama keadaan hati. Kalau masalah akting, aku jagonya. Semua pasti kena tipu, kecuali Kandit.

Distorsi [HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang