Bandung, Again!

Mulai dari awal
                                    

Selesai touch up, aku langsung buka Line Ben. "3 jam Cha maksudnya, aku kan masih di Sukabumi. Baliknya ke hotel bukan ke Bandung hahaha"

OMAYGAAAAAAAAAAT. Ingin kuberkata kasar. Kasar, kasar, kasar! Ini orang... Sebenernya ini aku yang kelewat bodoh atau emang semua orang akan melakukan hal yang sama sih kalau ada diposisiku?

"Ben, aku sempet percaya, lho!"

Chat-chat-an pun berlanjut tanpa adanya permintaan maaf dari dia. Wajar, Ben kan ngga tau kalau Line dari dia bikin aku keselek dan lari-lari ke kamar.

***

Setelah sarapan di restoran hotel, aku dan Faldo pergi ke tempat penyewaan sepeda yang ada di hotel. Sebetulnya, cuma Faldo sih yang mau main sepeda. Aku cuma ikut-ikutan. Soalnya ngga enak jadi nyamuk, karena ayah dan ibu keliatannya mau pacaran.

"Yuk, kak"

"Oke"

Pagi ini aku ngeliat Bandung dari sudut pandang yang berbeda. Kita ngga gowes di Car Free Day. Emang sengaja. Tujuan utama Faldo gowes sebetulnya karena pengen mapai distro yang ada di daerah Jalan Dago, Jalan Riau, dan sekitarnya. Sekalian nge-vlog.

Ternyata Bandung asik. Suasananya juga enak. Walaupun ada matahari, tapi ngga panas. Lalu lintasnya pun teratur. Ngga ada yang berani melanggar, bahkan pengendara sepeda motor ngga ada yang berhenti sembarangan, semua sesuai garis yang ada di aspal. Mungkin karena di Bandung udah nerapin teguran pake kamera lalu lintas dan pengeras suara kali ya. Salut.

Aku jadi jatuh hati sama Bandung. Sama orangnya juga. Ben. Ups.

Sekarang aku ngga begitu maksa. Aku ngga penasaran lagi kapan bisa ketemu Ben. Kenapa? Karena sebentar lagi aku ngga internsip di puskesmas, tapi pindah ke IGD rumah sakit. Kalau aku pindah ke IGD, jadwalku lebih fleksibel. Kalau lagi ngga jaga, ya libur. Ngga kayak di puskesmas yang jadwal masuknya kayak orang kantoran. Pokoknya aku ngga sabar pindah ke IGD! Supaya bisa ke Bandung lagi dan... ketemu Ben. Mendadak aku senyum-senyum sendiri.

"Cha, lagi apa?" aku baru liat Line Ben yang masuk sejak sejam yang lalu.

"Abis gowes. Coba kamu disini ya, bisa ngobrol face-to-face bukan screen-to-screen"

"VC lah! hahaha"

Tumben Ben nawarin video call. Biasanya boro-boro. Dia aja ngga pernah PAP sambil selfie, biasanya cuma PAP lingkungan sekitar. Ini ngajakin VC? Rekor!

"Yeh, VC kan tetep aja screen-to-screen. Tapi, better lah daripada chat. Mau sekarang?"

Ben baru bales dua jam kemudian. "Jangan sekarang, aku lagi ngurusin something. Besok aja yuk abis kamu pulang kerja"

"Oke, jam 5 ya"

Yes!

***

Sejak pagi aku di puskesmas, aku senyum-senyum sendiri. Terlalu bahagia karena nanti sore bakalan VC-an sama Ben untuk pertama kalinya. Iya, se-happy itu. Walaupun tiap senin, pasien di puskesmas lebih banyak dua kali lipat, tapi rasanya aku sama sekali ngga capek.

Tau ngga? Aku orangnya visioner. Jadi, sering mikirin masa depan. Kadang realistis, sering kali ngga. Karena sekarang aku merasa Ben adalah orang yang penting dalam hidupku, ngga jarang aku berekspektasi, kalau-kalau di masa depan aku beneran sama Ben.

"Lagi bahagia ya, Cha?" tanya Ersya dengan gelagat yang super kalem.

Aku cuma senyum sambil ngangguk perlahan.

"Alhamdulillah. Aku seneng liat Icha kayak gini. Kemarin-kemarin agak suram soalnya," kedua sudut bibir Ersya melengkung ke atas.

"Oh iya, makasih ya Sya. Waktu itu aku langsung liat channel YouTube yang kamu kasih. Pas banget kontennya buat aku yang masih belum terlalu paham agama. Doain ya Sya, biar nanti bisa kayak kamu," suaraku kelewat antusias.

"Patokannya jangan aku. Pokoknya aku doain kamu jadi muslimah sejati"

"Oh iya hehe. AMIN," aku tersipu.

***

"Ben, jadi VC?" aku chat Ben. Akhirnya, udah jam setengah lima sore dan sebentar lagi momen yang paling aku tunggu-tunggu tiba. Se-bahagia itu. Btw, hari ini Ben baru chat sekali. Itu juga tadi jam 8. Isinya cuma ngucapin selamat pagi. Pasti dia lagi sibuk.

Jam lima pun berlalu begitu saja. Ngga ada kejadian yang berarti. Well, gapapa. Mungkin emang lagi hectic. Ada sesuatu yang mendadak dan urgent, sampe chat untuk ngabarin aku pun ngga bisa.

"ICHA. ASTAGHFIRULLAH. AKU LUPA BANGET" Ben baru chat jam 8 malem dengan kalimat full capslock.

Setelah Ben dan aku tau perasaan masing-masing, kukira semua akan berbeda. Tapi, nyatanya sama aja. Tetep butuh waktu se-abad untuk nunggu balesan dari Ben.

Dia itu guru sabarku. Aku baru sadar, mengendalikan emosi itu sulit. Selama ini aku bisa mengendalikan diriku dengan baik karena memang aku ngga pernah merasakan emosi yang berarti. Sekarang? Jangan ditanya. Semuanya jadi sulit. Aku kira mereka bohong waktu bilang, hati-hati jadi budak emosi. Tapi, ternyata itu peringatan yang didasari oleh fakta. Aku ngga pernah tau arti sebenarnya dari sebuah peringatan, sampai akhirnya aku mengalami dan merasakannya sendiri.

Aku menghela napas. Sabar Cha, sabar, batinku.

"Hahaha dasar Dory! Pasti lagi hectic ya sampe lupa?"

"Iya, Cha. Maaf ya Cha"

Ben...Aku rasanya mau marah, tapi aku sadar kalau mungkin kamu hadir untuk ngajarinaku caranya sabar.    

Distorsi [HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang