1

4.9K 381 46
                                    

"Aku ingin menjadi bintang. Satu-satunya yang bersinar terang, berkelip menerangi malammu. Kini semua itu tinggal kekecewaan. We just friend."

***

Sohyun pov

"Suamimu itu selingkuh! Ibu yakin. Coba perhatikan, belakangan ia sering pulang malam! Kapan kamu itu sadar, Nak?"

"Ibu, aku percaya. Suamiku tidak selingkuh. Ibu cuma salah paham saja. Ia bekerja keras membanting tulang sampai malam, itu semua untuk membiayai kuliah anakku, cucu Ibu. Sudahlah, Bu. Jangan berlebihan.."

"Siapa yang berlebihan? Ibu sering melihatnya tertawa bersama tetangga sebelah. Siapa itu namanya?? Nara?"

"Nara?"

"Iya, Jang Nara. Seringkali Ibu memergoki suamimu berbincang dan mengobrol dengan wanita itu. Nak, Ibu seperti ini karena khawatir akan kelanjutan hidup keluarga kalian. Ibu kasihan melihatmu selalu tidur sendirian setiap malam, jangan kau pikir Ibu tidak tau! Bahkan putrimu sendiri, Sohyun, jarang ditelpon oleh Ayahnya. Ibu tidak tega dengan kalian berdua.."

"Lalu apa yang harus aku lakukan, Bu?"

"Kau harus lebih tegas pada suamimu. Jangan kau biarkan dia bertindak seenaknya begitu. Jaga suamimu baik-baik. Perlakukan dengan baik supaya dia tidak melirik wanita lain.."

Tut.

Buku-bukuku berserakan di atas kasur. Malam ini terasa begitu sepi. Suara hujan di luar sangat deras, namun rintikannya yang menghujam tanah tak dapat mengalihkan pikiranku yang sedang kalut. 20 tahun.

20 tahun sudah hidupku seperti ini. Aku memendam masalah di hatiku yang terdalam dan tak ingin orang lain tau. Sebuah aib yang selalu aku jaga, dimana keluargaku tak seharmonis teman-teman.

Aku iri. Terkadang, perasaanku juga menginginkan kasih sayang seorang ayah. Melihat sosoknya yang mengelus puncak kepalaku ketika aku sedang bahagia, melihat sosoknya yang menyemangatiku ketika aku berangkat ujian, melihat sosoknya yang selalu mendengar keluh kesahku ketika aku sendirian. Aku ingin punya ayah yang seperti itu.

Namun, melihat kondisi keluargaku, rasanya tidak mungkin. Ibuku adalah seorang pekerja di tempat konveksi. Beliau ahli jahit-menjahit. Sementara, ayahku adalah seorang pekerja bangunan tak tetap. Hidupku bisa dikatakan dalam taraf menengah. Karena tak dapat kupungkiri, gaji ibuku sangat cukup untuk kebutuhan makan kami sehari-hari. Mungkin karena beliau rajin menabung dan menyisihkan uangnya demi masa depan keluarga.

"Aku sangat penasaran, kau ini mirip ayah atau ibumu? Bisa kau ceritakan bagaimana sosok ayahmu? Aku curiga kalau kau sangat mirip dengannya. Biasanya kan.. anak perempuan lebih condong ke ayahnya."

Ah. Benarkah? Lalu, bagaimana sosok ayahku?

Suatu hari salah satu temanku bertanya semacam itu. Tetapi, sungguh malang. Aku tak tahu harus menjawab apa. Yang aku tahu, ayah tak punya banyak waktu di rumah. Ia selalu kerja, kerja, dan kerja. Ketika pulang siang, ia hanya menghabiskan waktu dengan tiduran di sofa. Ia juga pulang larut malam, aku tak tau apa yang ia lakukan di luar sana, namun ibu mengajariku agar berpikiran positif. Yah, mungkin ayah cari kerja tambahan untuk keluarga kami.

Sampai suatu hari, ketika umurku dirasa cukup matang untuk menerima kenyataan perih-- entah ini kenyataan ataukah sebuah hasutan agar aku membenci ayahku. Nenekku datang ke rumah saat ibu sedang pergi bekerja, beliau bercerita banyak hal kepadaku. Terlebih tentang suami ibuku itu.

You Are The Reason ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin