Epilog

4.1K 284 31
                                    

Three years later..

"Eomma, lihatlah. Bagaimana si bantet ini terlihat semakin bantet, eoh?"

"Dalam rangka apa kau mengejekku pagi-pagi seperti ini, hyung?"

"Ani. Aku hanya mengatakan fakta pada eomma. Eomma, lihatlah! Anak keduamu semakin bantet dan bulat. Kurasa ia akan menjelma menjadi mochi sebentar lagi."

"Seokjin hyung!!"

Begitulah keributan yang terjadi pagi ini di kediaman keluarga Park. Nyonya Park yang sibuk menata sarapan untuk keluarganya, hanya bisa menggeleng melihat tingkah dua anaknya itu. Selalu setiap pagi keduanya saling lempar ejekan. Meski saling mengejek, tapi itulah yang membuat suasana rumah lebih menyenangkan dan hidup selama dua tahun ini. Nyonya Park sangat bersyukur dengan kondisi dua anaknya yang sudah lebih baik ini. Satu tahun setelah kepergian Jungkook, Seokjin dan Jimin hidup layaknya robot. Melakukan kegiatan tapi sama sekali tak ada ekspresi di wajah keduanya. Nyonya Park dan tuan Park sempat membawa keduanya ke psikiater. Tapi mereka sangat bersyukur karena sekarang dua anaknya itu kembali seperti semula.

"Sudah hentikan kalian berdua. Lebih baik sekarang kita sarapan bersama."

Nyonya Park melerai pertengkaran dua anaknya itu dan mengajaknya untuk sarapan bersama. Tuan Park hanya menjadi penonton sejak tadi. Sesekali tertawa melihat tingkah anak pertama dan anak keduanya itu. Setelah ketibutan kecil dari Seokjin dan Jimin,  keluarga Park itu akhirnya menikmati sarapan mereka dengan tenang.

.

.

.

Setelah menikmati kegiatan sarapan, keluarga Park kini tengah berkumpul di ruang tamu. Menghabiskan waktu akhir pekan mereka dengan menonton tv bersama. Terlihat Seokjin dan Jimin tengah bersenda gurau bersama dengan tuan Park. Nyonya Park hanya tertawa kecil melihat interaksi antara anak dan ayah itu.

"Oh iya, ada yang ingin appa bicarakan pada kalian." Tuan Park buka suara mengambil topik serius. Seluruh atensi teralih pada tuan Park. "Appa berencana untuk menjual apartemen kalian dan Jungkook. Sayang jika hanya dibiarkan tanpa penghuni. Lebih baik appa menjualnya." ucap tuan Park.

Mendengar hal itu, Seokjin dan Jimin saling menatap sebentar lalu menatap tertunduk. Sorot mata sendu terlihat di kedua mata Seokjin dan Jimin. Tapi sedetik kemudian, Seokjin mengangkat kepalanya. Menatap appanya dengan sorot mata berharap.

"Appa, jangan menjual apartemennya. Aku akan tinggal disana." ucap Seokjin dengan pandangan memohon. Tuan Park mengernyitkan dahinya menatap anak sulungnya.

"Kau ingin menempatinya?"

"Ne, appa. Aku masih ingin menempatinya." ucap Seokjin dengan pandangan memohon.

"Aku juga ikut Seokjin hyung." sahut Jimin dengan ikut menatap sang appa. "Biarkan apartement itu, kami yang tempati, appa."

"Baiklah. Kalian tetap menempati apartement kalian. Tapi untuk apartement Jungkook, appa akan menjualnya." ucap tuan Park sambil menatap dua anaknya itu.

"Mianhae, appa. Kalau boleh aku sarankan, apartement Jungkook jangan di jual. Bagaimana kalau apartement itu di sewakan saja? Jika untuk dijual, aku kurang setuju, appa." usul Seokjin sambil menatap penuh harap kearah tuan Park. Tuan Park terlihat diam. Ia terlihat tengah berpikir.

"Baiklah. Appa tak akan menjualnya. Appa akan mendengarkan perkataanmu, Seokjin-ah." ucap tuan Park yang membuat senyum Seokjin tercipta.

"Gomawo, appa."

Seokjin tak bisa menutupi senyum senangnya. Setidaknya apartement adiknya masih menjadi milik keluarga Park meski nantinya akan ada yang menyewanya. Jimin juga ikut tersenyum senang mendengar usulan hyungnya di terima appanya.

Last Letter From God [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz