23 | Kenangan Kembang Api

161K 16.7K 4.4K
                                    

Iris baru diizinkan pulang setelah empat malam menginap di rumah sakit. Itu pun dengan berbagai syarat seperti bed rest selama tiga hari, minum obat secara teratur, sampai sederet pantangan makan yang harus ia patuhi.

Berkat ayam yang Rangga bawa di hari pertamanya di rumah sakit, dokter Galan sampai menyelipkan pesan Iris di kertas catatannya.

AYAM DARI PACAR JUGA NGGAK BOLEH DULU YA, IRIS!

Salahkan Ares yang pengaduan. Iris sampai malu setengah mati karenanya!

Saat ini ia tengah terlentang di atas tempat tidurnya, bibirnya mencebik sambil menscroll layar ponselnya. Ia sudah bosan. Ini adalah hari terakhir ia beristirahat sebelum kembali pada rutinitasnya hari senin besok, tapi tak ada satu hal pun yang dapat ia lakukan.

Papa dan Ares yang tengah sibuk bersih-bersih di lantai bawah, sama sekali tak mengizinkannya untuk ikut bekerja. Sedangkan Rangga?

Hah!

Terakhir kali mereka bertemu adalah waktu Rangga menjenguknya di hari pertama ia dirawat. Setelahnya? Boro-boro. Cowok itu sedang sibuk menjalani tugas dari eyang untuk menjaga Kinan. Rangga bahkan tak ikut ketika bunda dan Rindu menjenguk Iris di rumah sakit.

Menurut bunda, Rangga sedang mengantar Kinan syuting. Padahal, waktu Iris buka instagram, ia melihat sendiri Kinan memposting tiket bioskop dengan Rangga sebagai latarnya.

Iris baru ingin meletakan ponselnya ketika benda pipih itu berdering nyaring. Layarnya menunjukan nama Rangga sebagai penelepon.

"Met sore, Cintaaa~" sapaan riang Rangga terdengar dari ujung sana. "Kangen gue nggak?"

"Ini siapa, ya? Maaf lupa ingatan, nih, udah lama nggak nerima telepon dari nomor ini soalnya," sindir Iris halus. Ia tak berbohong ketika mengatakan Rangga baru menghubunginya. Selama hampir seminggu terakhir, cowok itu memang hanya mengiriminya pesan sesekali, itupun saat Iris sudah jatuh terlelap.

"Duh, Iyisku ngambek nih ceritanya?" goda Rangga setengah tertawa. "Maaf deh, kan gue bilang, hp gue disita eyang setiap siang, katanya biar fokus nyetirnya."

"Kalau gitu sekarang ngapain telepon? Memang udahan jadi supirnya?"

Rangga terkekeh mendengar nada suara Iris yang memberenggut. "Ini ceritanya ngambek saking kangennya ya?"

"Dih, siapa yang kangen? Geer."

"Jadi nggak kangen, nih?"

"Nggaklah!" seru Iris kesal.

"Yah," Rangga berpura-pura kecewa. "Padahal gue udah di depan rumah lo nih."

"Hah? Serius?!" Mendengar kalimat Rangga, Iris sontak melompat dari tempat tidurnya. Tanpa memedulikan penampilannya, Iris langsung berlari ke arah balkon yang berada di luar kamarnya. Namun, ia harus merasa kecewa, karena hanya jalanan kosong yang ia temui. "Bohong kan lo?!"

Rangga tertawa geli di ujung sana. "Cie, pasti langsung lari nyariin ke balkon deh."

"Enggak! Geer dasar!" Iris menyentakkan kakinya semakin kesal. Tapi, ketika ia berbalik, cewek itu tak bisa tidak terperangah melihat siapa yang berdiri di depan tangga.

Masih dengan handphone yang menempel di telinga, Rangga menyandarkan tubuhnya pada dinding. Senyum cowok itu terkembang lebar, hingga lesung pipinya terbentuk sempurna.

"Yis?"

Iris tak menjawab, hanya bergeming di tempatnya. Sedangkan Rangga memilih untuk tetap melanjutkan kalimatnya dari kejauhan. Lewat ponsel yang masih tersambung, ia katakan kalimat yang sudah ia tahan beberapa hari belakangan.

Iris [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang