05 | Namanya Rangga Dewantara

249K 19.3K 1.7K
                                    

Banyak orang yang menyukai waktu pagi, bersemangat memulai hari, tapi bagi Iris pagi sama dengan mimpi buruk yang lain. Cewek itu mematut dirinya di depan cermin, menguncir rambutnya, lalu melepasnya lagi.

"Ris, lama amat, sih!" seruan Ares terdengar dari ambang pintu. Cowok tinggi itu berdecak melihat kembarannya masih belum siap dengan rambut semrawut.

"Bad hair day, nih! Maklumin dong!"

"Bad hair day lo itu setiap hari, udah gue bilang dikuncir aja, sih!" Ares berdiri di belakang Iris, lantas meraih sisir dari atas meja. Dengan cekatan tangannya bergerak, menyisir rambut panjang Iris lalu mengikatnya dalam satu genggaman tangan. "Nah, gini kek, biar muka lo nggak ketutupan rambut terus."

Iris memperhatikan pantulan dirinya pada stand mirror di hadapannya, lalu menggelengkan kepala.

"Pipi gue jadi kelihatan tembemnya, Res! Ntar gue dibilang galon berjalan lagi!" Iris mendengus sebal, tapi Ares menahan tangan cewek itu yang ingin melepas ikatannya.

"Siapa yang berani bilang lo galon, sih? Si personel SM*SH itu?" sindir Ares sensi. Dibanding menyamakan Rangga dengan Rangga di film legendaris Ada Apa Dengan Cinta, Ares lebih sering menganggap Rangga sebagai salah satu member boyband yang konon katanya akan comeback sebentar lagi.

"Dia sih manggil gue mochi bukannya galon." Iris mencebikkan bibirnya, masih tidak menyukai penampilannya. "Gue hari ini mau interview buat ekskul model, Res, nggak boleh kelihatan jelek."

Ares mendesah berlebihan, cowok itu membalik tubuh Iris dengan setengah memaksa.

"Look at me," suara Ares terdengar tegas sekaligus lembut, jenis suara protektif kakak terhadap adiknya. "Kenapa sih lo harus peduli sama komentar orang lain? Nggak ada yang salah dari diri lo, Ris."

"Gue terlalu—,"

"Apa? Terlalu gendut? Kalau ada cewek gemuk yang dengar ocehan lo ini lo bisa langsung diarak masa, lo itu nggak ada gendut-gendutnya Iris!"

Iris tidak menjawab kalimat Ares. Bukan hanya gendut, Iris sadar betul wajahnya serba pas-pasan. Tapi ia tak punya kuasa untuk merubah bentuk wajahnya, jadi satu-satunya usaha yang dapat ia lakukan adalah melangsingkan tubuhnya.

"Atau, jangan-jangan lo dibully di sekolah? Iya?" Ares menatap Iris dengan sorot menyelidik. Kalau sampai kembarannya benar-benar dibully maka akan Ares pastikan ia sendiri yang akan turun tangan.

"Enggak kok!" Iris menyergah cepat.

"Kalau sampe lo dibully dan si keriting itu nggak nolongin lo, tewas dia."

Tak ingin berlama-lama menbahas masalah ini, Iris langsung menyambar tasnya, lantas menggandeng tangan Ares keluar kamar.

"Yuk jalan, nanti kita telat." Iris memamerkan deretan giginya yang rapi, membuat senyum itu sontak menular ke bibir kembarannya.

"Nah, gitu dong," Ares mengacak rambut Iris, tanpa menyadari bahwa Iris sempat menghela napas lelah sekilas.

⏱️

Ares hanya mengizinkan Rangga untuk mengantar Iris sepulang sekolah, sementara untuk urusan berangkat sekolah, Iris masih menjadi tanggung jawabnya.

Jarak rumah mereka dengan kantor Ayah membuat Ayah seringkali berangkat selepas subuh dan pulang setelah mereka terlelap. Maka dari itu, segala tanggung jawab rumah dan semua urusan Iris dengan sukarela Ares ambil alih. Ialah yang memastikan semua keperluan adiknya itu terpenuhi.

Iris [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang