09 | Mimpi Buruk Paling Panjang

199K 17.5K 3.2K
                                    

Mimpi buruk paling panjang bagi Iris ternyata dimulai hari ini. Setelah jam sekolah berakhir kegiatan training ekskul modelling pun dimulai. Sebagai satu-satunya anak kelas sebelas yang menjadi anggota muda, Iris harus pasrah ketika dirinya ditangani langsung oleh Tasya.

Tasya berkacak pinggang di hadapan Iris, sementara sahabat dekat Tasya yang Iris ketahui bernama Amara duduk tak jauh dari mereka sembari memperhatikan kuku-kuku cantiknya.

"Amara?" Tasya memanggil Amara tanpa mengalihkan pandangan dari sosok di hadapannya. "Menurut lo, kalau cewek kayak gini, cocok nggak jalan di catwalk?"

Amara menghentikan aktivitasnya. Sebagai sahabat Tasya, tentu saja cewek itu sudah paham apa yang harus ia lakukan tanpa di briefing. Amara tersenyum, memperhatikan Iris yang berdiri kikuk di depan Tasya.

"Kamu mau aku jawab jujur atau gimana?" tanya Amara. Bagaimanapun, ia harus tetap menjaga imagenya. "Enggak, ups maaf, maksudku belum."

Senyum cantik terkembang dari bibirnya. Seperti yang Amara duga, cewek bernama Iris ini takkan berani menentangnya, berbeda dengan adik kelasnya yang sudah mempermalukannya depan Adnan tempo hari. Ah, mengingat cewek itu saja sudah membuatnya kesal.

"Lo tahu Amara? Dia aktris, model, salah satu yang paling berpengalaman di bidang ini selain gue. Dan barusan lo dengar apa yang dia bilang?" tanya Tasya tajam. "Lo. Nggak. Pantas."

Tasya sengaja menekankan setiap kata yang ia ucapkan, agar cewek di depannya ini bisa menyerah. Targetnya hari ini adalah membuat Iris menangis, tapi seperti cewek itu sedang berkeras kepala. Iris sama sekali  bergeming meski wajahnya sudah kelihatan gelisah.

"Duh, sissy, jangan ngebully adik kita ini dong, nanti dia ngadu lagi sama pacarnya~"

Senyum miring tercetak di bibir Tasya. "Coba aja kalau berani, kita lihat sejauh mana sih Rangga bisa bertahan sama cewek serba pas-pasan kayak lo?"

Tasya menarik tangan Iris, lantas mendorong tubuhnya agar menempel dengan dinding. Tangannya bergerak tangkas menghitung tinggi badan Iris, sebelum menyuruh cewek itu berdiri di atas papan timbangan.

"Ck, tinggi 160, berat 58?" Tasya berdecak tak percaya, meski baginya ini merupakan keberuntungan. "Gue nggak nyangka lo sekacau ini."

Tasya lantas beralih pada lingkaran anggota muda yang berada di sisi lain ruang sekretariat. "Oy, anak baru!"

"Iya kak?" lingkaran itu kompak menjawab dengan tempo suara serupa.

"Di antara kalian, ada yang berat badannya lebih dari 48 kg?"

Hening.

"Yang tingginya kurang dari 161?"

Lagi-lagi hening.

Tak ada yang punya cukup nyali untuk mendaftar ke ekskul ini tanpa mempunyai modal dasar. Bentuk fisik merupakan syarat mutlak di ekskul modelling.

Oh, tentunya ada satu anak. Cewek bernama Airis Kasmira. Cewek yang katanya paling beruntung sedunia karena punya pacar super pacarable macam Rangga Dewantara.

Iris meremas tangannya, ia tentu sadar bahwa ia tak memiliki syarat mutlak tersebut. Satu-satunya modal yang ia miliki tentu saja kenekatan. Ia seperti tentara yang berperang tanpa senjata, menyediakan diri secara penuh untuk dibantai habis-habisan oleh pihak lawan.

"See?" Tasya menaikkan sebelah alisnya. "Semua orang tahu kalau lo nggak pantas ada di sini."

Suara Tasya tentu saja terdengar oleh anggota muda lainnya, mereka memandang Iris dengan sorot kasihan. Beberapa di antaranya bahkan berbisik terang-terangan. Jenis bisikan yang Iris bisa dengar dari tempatnya berdiri sekarang.

Iris [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang