02 | Toilet dan Mimpi Buruk

319K 23.2K 2.1K
                                    

Rangga sialan!

Iris bersumpah akan mengikat Rangga di pohon beringin legenda, biar dijadiin gebetan mbak Melati sekalian!

Tadi, begitu Iris melewati pintu wajah masam Bu Tyaslah yang pertama kali ia temui. Meski Bu Tyas berdiri di dekat meja guru yang letaknya berlawanan dengan pintu masuk, namun atmosfer mistis serta mata laser Bu Tyas yang kelewat tajam membuat Iris merasa dirinya tengah didakwa tepat di depan mata.

"Airis Kasmira?"

"Iya Bu?" Iris meneguk salivanya sendiri, menyadari bahwa kalimat selanjutnya yang Bu Tyas katakan, mungkin akan menjadi terompet sangkakala bagi nilai Matematikanya.

"Berdiri di depan kelas dengan tangan terangkat sampai jam pelajaran saya selesai, dan yang lain," Bu Tyas menjeda sejenak, memperkuat atmosfer horor yang tercipta. "Siapkan kertas ulangan sekarang."

Seluruh isi kelas mendesah berlebihan lantas menatap Iris dengan tatapan siap memangsa.

Gara-gara Iris mereka semua ketiban sial! Ulangan dadakan di jam pertama, matematika pula!

"Tapi Bu, ulangan saya-," kalimat Iris terhenti diujung lidah karena tatapan membunuh yang Bu Tyas layangkan.

"Baik Bu, saya keluar." Dengan lesu Iris menyeret langkah kakinya keluar pintu kelas. Tangannya diangkat tinggi-tinggi, dalam hati bersumpah ia akan membunuh Rangga nanti.

°°°

"Ga, Iris kan lagi dihukum," bisikan dari Gema otomatis menghentikan pergerakan tangan Rangga.

"Tau dari mana lo?"

Sebenarnya Rangga tidak perlu bertanya, kan dia sendiri penyebab Iris dihukum.

"Tadi waktu gue sama Edgar mau ke koperasi, kita mampir ke kantin lantai dua, eh tuh cewek lagi di depan kelas sambil ngangkat ketek."

Senyum sumringah langsung tercetak lebar di bibir Rangga.

"Ngangkat tangan bego, ketek mana bisa diangkat." Rangga mengoreksi kalimat teman semejanya, seraya menutup bukunya.

Ada yang lebih menarik daripada buku pelajaran.

"Oh iya ya, kalau ngangkat ketek mah begini," Gema berusaha mencari gerakan yang pas untuk mendefinisikan kata 'angkat ketek' tapi yang ada justru bahunya yang bergerak naik turun.

Tidak mau meneruskan obrolan bodoh dengan Gema, Rangga pun bangkit dari kursinya. Lewat tatapan mata, ia memberi kode pada Gara yang duduk di baris berbeda, yang langsung Gara tangkap pada detik pertama.

"Mau ngapain lo?" tanya Edgar bingung karena Rangga tiba-tiba berdiri.

"Mau pacaran dong!" seru Rangga dengan mata berbinar-binar.

Dengan langkah santai, cowok itu meninggalkan mejanya, menuju pintu kelas. Pak Ruslan yang sedang menulis di papan tulis tersadar ketika ekor matanya tak sengaja menangkap sosok Rangga yang melewatinya tanpa dosa.

"Rangga, mau kemana kamu?" tegur Pak Ruslan menghentikan aktifitasnya. Pria itu menatap anak didiknya dengan tatapan menyelidik. Begitu pula dengan seisi kelas, kelakuan nyeleweng Rangga tentu saja mereka tunggu-tunggu.

Rangga tidak menggubris pertanyaan Pak Ruslan, kakinya terus melangkah, membuat Pak Ruslan akhirnya mengetuk-ngetukan spidolnya hitamnya di papan tulis.

"Rangga, kembali ke kursi kamu, atau kamu saya hukum!" mendengar ancaman Pak Ruslan, langkah Rangga sontak terhenti. Ruslan sendiri melongo, tak menyangka ia akhirnya bisa menangani anak satu ini. Pak Ruslan hampir mengucap hamdalah ketika Rangga tiba-tiba saja berbalik.

Iris [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang