Teror

747 67 4
                                    

"Sayang, bangun... " Aku sedikit mengerjapkan mata ketika, merasakan tepukan ringan di kedua pipiku. Aku bergumam, lalu membuka lebar mataku. Pusing yang teramat pusing masih bisa kurasakan. Secara reflek, ku pegang keningku.

"Sayang? Masih pusing?" tanya Angga dengan raut wajah khawatir.

Aku menatap Angga. Tanpa menjawab pertanyaannya. Lalu pandangan ku teralih pada sekitar. Dan menatap Angga lagi. "Hey? Kenapa?" tanya Angga lagi.

"Lo kok ada di sini?" tanyaku. "Loh kok sepi?" tanyaku lagi.

"Nay, tadi lo pingsan. Gak bangun-bangun hampir 2 jam," jelas Angga. Aku terdiam, mengingat semua kejadian tadi. Ah iya tadi aku tersandung kaki teman Cantika, sehingga membuat kepalaku sedikit nyut-nyutan.

"Ingat sesuatu?"

"Lo kenapa di sini?" tanyaku balik.

"Tadi Elsa sama Gina ngomong sama gue. Kalau lu pingsan, kenapa emang pingsan?" tanyanya. Aku terdiam mengamati wajahnya.

"Eum, kecapekan. Kan tadi jalanannya lumayan tuh," jawabku seraya menunjukan cengiranku.

Angga mengacak-acak kepalaku gemas. "Terus ini keningnya kenapa? Memar gini?" ucap Angga mengusap lembut keningku. "Shhhh," aku meringis ketika ia mengusap keningku.

"Kenapa?" tanyanya sekali lagi.

"Ini tuh karena tadi ke pentok sandaran kursi." Aku menjawabnya berbohong.

"Ck! Dasar gak hati-hati!" ucap Angga. Sementara aku mengerucutkan bibirku.

"Btw, lo gak mau turun?" ucap Angga. Tanpa di minta, aku bangkit dari duduk ku namun saat akan melangkah kepalaku begitu pusing. Angga berjongkok di depanku. Lalu menepuk bahunya. Mengisyaratkan untuk aku menaiki bahunya.

"Ngga," ucapku.

"Gak pa-pa ayo," ajaknya. Tanpa banyak kata lagi aku pun melingkarkan tanganku di lehernya. Mengambil posisi seperti memeluknya dari belakang. Angga berdiri, membuatku semakin erat memeluknya.

Ini yang ku suka dari Angga. Aroma parfumnya begitu sangat membuatku nyaman. Bahkan, aku sangat betah berada dalam posisi seperti ini. Kami berada di tangah bumi perkemahan. Di mana banyak sekali pasang mata yang menatap kearah kami.

Banyak bisik-bisikan yang membuatku dan Angga hanya cuek saja. "Berat 'ya?" tanya ku menempelkan pipiku pada bahunya.

"Iya, makannya apa sih?" tanya menggoda.

"Dih. Ya makan nasi lah!" seruku, Angga tertawa.

"Kirain lo gak suka nasi."

"Ye, gue suka nasi. Apalagi nasi goreng." Khayalanku malah membayangkan nasi goreng.

"Nasi goreng chief Angga ya," balasnya.

"Dih bukan. Nasi goreng pak kumis di depan gang. Itu enak banget," jawabku. Angga hanya bergumam. Dan akhirnya kita sampai pada tendaku. Elsa, Gina, beserta Anna menyambut ku. "Nay, lo gak gagar otak kan?" tanya Elsa.

"El gue gak pa-pa," jawabku.

"Lo suka bilang gitu. Padahal kan sakit, gue tau itu." Elsa menatapku dengan wajah bersalahnya.

Aku mengusap bahu Elsa. "Udah El, bukan salah lo kok," ucapku.

"Sayang, gue ke tenda dulu ya. Nanti kesini lagi," ucap Angga seraya tersenyum.

"Istirahat, kalau masih pusing." Aku menganggukkan kepalaku.

Cup

"Bye," ucapnya setelah mengecup keningku.

Me and Mr. XWhere stories live. Discover now