Gak Jelas

404 47 0
                                    

Waktu terus bergulir, aku sudah bisa menyesuaikan dengan lingkungan. Semua tampak monoton, kuliah, kuliah dan kuliah. Begitulah kehidupanku, sama sekali tidak berwarna. Walaupun, aku sudah memiliki teman. Yang sudah ku anggap sebagai sahabat sendiri tentunya.

Jelita dan Gita, mereka semua baik. Selalu ada di sampingku. Oh iya, jangan kalian tanyakan senior misterius alias si Arsa. Makin hari, lelaki itu makin aneh.

Dia sering mengajakku jalan, pulang bareng, bahkan tempo lalu ada segerombolan anak fakultas hukum yang datang kepadaku. Mereka senior satu angkatan dengan Arsa. Mereka semua mengaku tidak suka denganku. Karena aku dekat dengan Arsa.

Tingkah Arsa juga aneh, dia semakin mendekatkan diri kepadaku. Dan untuk Angga, aku sama sekali tidak mendapatkan kabar tentang keberadaannya. Ada aku menangis di pojok kamar. Karena terlalu merindukan Angga.

"Nay!" teriak Gita dan Jelita mampu membuatku menatap ke arah mereka. Aku menutup lembar buku dairy.

"Nulis apaan lo?" tanya Jelita.

"Bukan apa-apa kok," ucapku memasukan buku tersebut kedalam tas.

Mereka saling pandang.

"Kalian udah selsai kelasnya?" tanyaku. Mereka mengangguk, lalu mengambil duduk di sebelahku.

"Eh, Nay, bener ya. Lo kemarin di datangin Sinta sama temen-temennya?" tanya Gita. Aku tersenyum tipis, lalu mengangguk.

"Eh, beneran? Mereka ngapain lo?" sahut Jelita mendekatkan wajahnya kepadaku. Bermaksud agar lebih mudah mendengarkan ceritaku.

"Mereka nyuruh gue buat jauhin Arsa," ucapku.

"Ihhh... Padahal kan yang kegatelan sama lo si Arsa," ucap Gita terbakar emosi.

"Bentar, emang Sinta siapanya Arsa?" ucap Jelita menatap kami berdua.

Sedetik kemudian kami tertawa keras. Hal itu menyedot perhatian orang-orang yang ada di kantin. Saat itu juga, Arsa dan teman-temannya yang sepertinya baru selsai kelas datang duduk di meja kami.

"Seru banget sih, lagi pada ngomongin apa?" tanya Gio menatap kami.

"Sok asik lo Goriorio!" seru Gita.

"Gua gak asikin lo mak lampir. Gue asikin si Jelita noh," ucap Gio sewot.

"Ye... Jelita mana mau sama lo, pantat lo kan bau!" sahut Gita tak kalah sewot.

"Enak aja. Bilang pantat gue bau. Kek pernah cium aja lo," ucap Gio tidak terima.

"Satu kampus juga tau kali. Lo jarang mandi!" ucap Gita.

Dari dulu memang seperti itu, Gita dan Gio tidak pernah akur. Mereka selalu bertengkar jika bertemu. Aku hanya tersenyum mengamati keduanya.

"Pulang bareng, ya," ucap Arsa. Aku terdiam, menatap sosok lelaki di sebelahku.

"Gak usah. Gue bisa pulang sendiri," ucapku menolak ajakan Arsa.

"Enggak-enggak. Gue harus anterin lo," ucap Arsa kekeh dengan ucapannya.

"Apartemen gue deket kok. Gak perlu lo anterin juga gue bisa pulang sendiri," ucapku sekali lagi.

Me and Mr. XWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu