23. Sebuah jawaban

Começar do início
                                    

Aku masih menunduk, aku bingung. Ya Allah apakah ini jawaban dari sholat istikharahku? Perlahan aku mulai mendongakkan kepalaku.

“Dimana ustadz Yusuf?” Tanyaku.

“Ada di ruang tamu, kamu akan menemuinya?”Aku hanya mengangguk.

Aku dan ayahku bergegas menuju ruang tamu, ketika aku sampai di sana, sudah terlihat seorang laki-laki berusia 28 tahun, memakai baju koko dan  peci di kepalanya tengah duduk tegak di kursi ruang tamu sekarang.

Aku dan ayahku duduk di kursi yang berhadapan dengannya. Ustadz Yusuf terlihat begitu canggung. Awalnya kami terdiam tidak ada yang memulai pembicaraan. Sepertinya ayahku dan Ustadz Yusuf menunggu aku yang bicara lebih dulu, tapi aku takut, aku takut salah mengambil keputusan.

“Jadi bagaimana jawaban ukhti Qonita?" Akhirnya Ustadz Yusuf yang mengawali pembicaraan.

Aku terdiam beberapa detik. Ya Allah semoga keputusan hamba ini tidak salah, tuntunlah hamba selalu ya Allah. Bismillahirrahmanirrahim..

Aku menghela napas panjang sebelum menjawabnya. “Maaf Pak Ustadz Yusuf, untuk saat ini saya belum ada keinginan untuk menikah lagi," jawabku. Sontak mata Ayahku dan Ustadz Yusuf terbelalak. Keheningan melanda dan aku pun tak mengeluarkan kata-kata lagi. Beberapa detik kemudian, ustadz Yusuf mulai menghela napasnya.

"Kalau begitu saya akan tunggu Samapi ukhti siap," ucap ustadz Yusuf.

Menungguku? Apa itu tidak berlebihan? Kenapa aku jadi merasa aneh padanya.

"Maaf, tidak usah menunggu, silahkan jalani saja hidup masing-masing. Belum tentu kita jodoh, jadi dari pada anda menghabiskan waktu anda untuk menunggu saya, lebih baik anda fokus menjalani hidup anda dan melihat masa depan anda, karena khawatir terjadi zina hati, bukan?" Ucapku. Aku mengambil jeda. "Saya pun tidak bermaksud memberi harapan, kalau memang Allah menjodohkan pasti ada jalannya tanpa kita harus berdosa dengan zina hati."

Ustadz Yusuf terdiam. Apa kata-kataku terlalu sadis? Tapi memang seperti itu kenyataannya. Untuk apa menunggu yang belum pasti? Yang hanya akan menghadirkan dosa zina hati, sungguh aku tak mau menjadi penyebab dosa itu.

"Baiklah jika itu keputusannya saya terima," ucapannya kemudian. Ia mengambil napasnya dalam. "Kalau gitu saya permisi," pamitnya ia mulai berdiri dan hendak menjabat tangan ayahku. Ayahku pun meraih tangannya dan mereka berjabat tangan.

"Saya mohon maaf ya Ustadz atas jawaban yang kurang memuaskan," ucap ayahku, setelah mereka saling melepas tangan.

"Tidak apa-apa Pak, memang ini mungkin kehendak Allah."

Ustadz Yusuf pun berjalan menuju pintu keluar, aku dan ayahku hanya berdiri di tempat semula sambil memperhatikan kepergian Ustadz Yusuf.

Ada yang aneh, ketika Ustadz Yusuf membuka pintu, seseorang jatuh, sepertinya sedari tadi orang itu bersandar ke pintu, sehingga ketika ada yang membuka pintunya dia terjatuh. Aku mengamati orang yang terjatuh itu. Itu Tukimin! Apa yang dia lakukan di depan pintu? Apa dia menguping?

Ustadz Yusuf dan ayahku terlihat kaget. Tukimin hanya tersenyum malu, kemudian ia berdiri dan masuk ke dalam rumahku, sementara Ustadz Yusuf meneruskan langkahnya keluar dengan wajah yang terlihat bingung melihat tingkah Tukimin.

Tukimin menghampiri aku dan ayauhku dengan tersenyum, kemudian ia berdiri tepat di depan kami.

Alhamdulillaah ustzdzah nolak lamarannya,” ucapnya sambil tersenyum girang. “Hampir saja kecolongan, bisa-bisa habis aku sama si Galang,” lanjutnya.

Apa maksud Tukimin? Habis aku sama si Galang?

“Maksudnya?” Tanyaku bingung.

Tukimin langsung menunjukan ekspresi kaget. Matanya terbelalak, dia seperti  orang yang sedang berbohong atau menyembunyikan sesuatu lalu ketahun. Namun apa yang Tukimin sembunyikan dariku?

The Truth (Hacker Vs Psychopath Director) ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora