18. Mimpi Buruk

19.9K 1.5K 121
                                    

Galang POV

Akhirnya Qonita mau aku ajak pulang. Yah aku memiliki rencana baru, akan ku buktikan pada Kusuma Jaya kalau aku memegang kuat prinsipku sebagai seorang mukmin, aku tidak akan melanggar perjanjiannya. Bukankah isi perjanjiannya hanya melarangku untuk menangkapnya? Tentu, aku tidak akan menangkpanya. Tenang saja Kusuma Jaya.

"Jadi apa rencana kamu?" Tanya Qonita. Saat ini kami sudah berada di kamar kami, di rumah orang tuaku.

Kamar ini dulunya kamarku sendiri ketika aku masih membujang, jadi banyak barang-barang milikku di sini, mulai dari gitar listrik, gitar akustik, bass, bola basket dan masih banyak mainanku dulu yang lainnya. Di lemari pun masih tersisa buku-buku dan berkas-berkas ketika aku sekolah dulu.

Ukuran kamarnya cukup besar dengan dingding berwarna putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ukuran kamarnya cukup besar dengan dingding berwarna putih. Sebelum aku hijrah, dingding ini penuh dengan poster pembalap motor favoritku, juga band yang aku sukai, tapi setelah aku hijrah, semuanya aku lepas lebih baik polos saja. Kini aku duduk di lantai yang dialasi tikar bersama Qonita di sampingku. Qonita terlihat sangat penasaran dengan rencana baruku.

"Kamu tahu kan isi perjanjian aku sama Kusuma Jaya apa aja?" tanyaku . Qonita mengernyit kemudian bola matanya bergerak ke atas dan singgah di sana sampai beberapa saat, kemudian kembali menatapku.

"Kamu jangan menangkap dia?" jawab Qonita dengan bunyi bertanya.

"Iya, Cuma itu saja kan?" Qonita mengangguk. "Ya aku nggak akan nangkap dia, tapi aku akan tetap mengungkap kebenaran," jawabku, aku mengambil jeda. "karena tidak ada dalam perjanjian kalau aku harus berhenti mengungkpa kebenaran, kalau kebenaran terungkap, maka kebathilan akan kalah atas ijin Allah."

Qonita bergeming dia hanya menatapku tajam. Beberapa detik kemudian dia mulai menarik napasnya pelan kemudian menghembuskannya perlahan. "Bagiamana cara kamu mengungkapkan kebenarannya? Apa itu tidak sama saja dengan kamu menangkap dia?"

Aku berdecak ringan. "Tentu berbeda, aku hanya melakukan hack dan memaparkan pada semua orang sebuah kebenaran, tapi sebelum itu aku akan berusaha mendakwahi dulu Kusuma jaya, barangkali hatinya tersentuh seperti Umar bin Khattab dan sahabat nabi lainnya yang dulunya begitu membenci Islam namun mendapatkan hidayah ketika mengetahui kebenarannya, jadi aku akan mencoba cara seperti itu dulu. Bukankah kalau Kusuma jaya bertaubat itu lebih bagus kan?"

Qonita kembali bergeming dan menatapku lebih intens dari sebelumnya. "Iya Galang, aku setuju dengan rencana kamu," ucap Qonita kemudian, senyum kecil terukir di pipinya. "Makasih karena kamu udah nggak menyerah..."

Aku meraih jemari Qonita. "Makasih juga, karena kamu selalu ngingetin aku."

Kami sama-sama tersenyum dengan saling bertatapan. Iya perang akan kembali di mulai, aku tahu dengan aku terus melawan kusuma jaya artinya aku masuk ke zona yang membahayakan, tapi aku tidak punya pilihan lain, menegakkan kebenaran atau mati.

The Truth (Hacker Vs Psychopath Director) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang