"Sakura nggak kayak kalian! Fisiknya nggak sekuat kalian! Harusnya kalian kasih dia semangat, bukannya malah ngejek!" lanjut Diora.

Sakura menunduk, wajah pucatnya semakin pucat, gigi di dalam mulutnya juga sedikit bergemetar. Bukan hanya Sakura yang menunduk, seluruh murid yang duduk di kursi mereka pun menunduk dan tak berani melihat Diora.

Diora terlihat begitu marah karena tingkah anak-anak itu yang sudah kelewat batas. Ia pun menarik napas dalam-dalam, meredam amarahnya dan berusaha untuk tak semakin meledak.

"Sekali lagi saya dengar kalian ngomong yang nggak-nggak ke Sakura, nilai kalian saya tahan." Diora mengancam yang kemudian mengajak Sakura keluar dari kelas.

Sepeninggal Diora dan Sakura dari kelas ini, seluruh murid itu menggerutu dan malah semakin kesal pada Sakura. Dengan teganya dua murid menendang kursi milik Sakura, mengobrak-abrik tas Sakura dan membalikkan meja Sakura hingga permukaan meja itu bertemu dengan lantai.

"Gara-gara tu bakteri, Bu Diora marah sama kita!" seru Vizko.

"Emang dasarnya nggak guna. Dia dateng cuma bikin susah," cetus Rano begitu sinis.

Di lain tempat, Sakura bersama Diora jalan bersamaan menuju UKS. Diora tak mengizinkan Sakura pergi sendiri dan memilih untuk mengantarnya karena dia tahu —bahkan semua guru tahu tentang Sakura yang suka menjadi bahan bully murid SMA Galaksi 5.

Lira, ibunya Sakura, sudah berpesan pada semua guru untuk menjaga anaknya dan memberikan kenyamanan pada Sakura selama berada di lingkungan sekolah. Semua guru tahu bahwa Sakura pernah homeschooling tapi jenuh untuk itu. Pihak sekolah juga tidak mau membuat siapapun kecewa, termasuk keluarga Sakura. Mereka berusaha memberikan yang terbaik karena pendidikan itu penting.

Ketika sedang berjalan, mata Sakura berhenti pada satu titik di mana seorang cewek berlari ke arah lobi sekolah. Cewek itu terlihat tergesa-gesa, malah sempat dia hampir terjatuh karena tersandung sesuatu di lantai.

Kelly? Mau ke mana ya dia?, batin Sakura saat menyadari siapa cewek tersebut.

• • 🌸 • •

Tepat pukul tiga pagi tadi, di usia kandungan tiga puluh lima minggu Irene melahirkan seorang bayi. Faktor kelelahan membuat Irene mengalami pecah ketuban dini. Berjam-jam lamanya tubuh Irene panas tinggi dan ternyata sudah memasuki pembukaan empat.

Beruntungnya Tuhan ada di saat Irene membutuhkan-Nya. Persalinan itu berjalan lancar, ia berhasil melahirkan bayi yang lucu nan imut dengan berat satu koma sembilan kilogram, dan panjang empat puluh sentimeter.

Bayi itu berada di atas badan Irene karena dia membutuhkan kehangatan dari seorang ibu. Lucu dan menggemaskan. Garrisco senang menyentuh pipi adiknya itu dan tertawa kecil karenanya.

Garrisco telah memberi tahu Andra tentang kelahiran bayi itu. Cowok itu sempat menghubungi Idah dan bervideo-call bersama Andra juga. Idah dan Andra menangis terharu melihat Irene dan bayinya, begitu juga Irene yang ikutan menangis. Sebenarnya Irene sangat ingin ada Andra dan Saddaru juga di sini, menemani dan menyemangatinya. Walau begitu, Irene tetap bersyukur masih ada Garrisco.

"Lucu banget ya, Ma," kata Garrisco, gemas.

Irene mengangguk samar seraya tersenyum. Lalu ia menatap Garrisco dan berucap, "Kamu mau kasih saran nama?"

"Mmm ...." Garrisco berpikir sejenak sambil mengerutkan kening dan memandang bayi itu dengan wajah serius. "Apa ya?"

Irene menunggu sambil sesekali mengecup puncak kepala bayinya. Setelah beberapa detik berlalu, Garrisco pun memiliki ide untuk memberikan nama pada bayi itu.

Oscillate #1: The Big Secret Where stories live. Discover now