12 • Tangis

83K 11.2K 2.3K
                                    

Dari pagi hingga pulang sekolah, Garrisco selalu menempel bagai benalu pada Sakura. Ke mana Sakura pergi, di situ pasti ada Garrisco. Bahkan saat Sakura ke toilet pun Garrisco menunggu di luar.

Sakura benar-benar merasa tak bebas. Tidak hanya di rumah, di sekolah pun ia merasa dipenjarai.

Hal ini bikin Sakura lagi-lagi bersedih dan pusing sendiri. Hidupnya seperti serba salah. Homeschooling membuatnya bosan karena seharian full berdiam diri di rumah. Di sekolah juga sama, sebab ada Garrisco yang selalu 'mengurungnya'.

Memang orang-orang yang mengejek Sakura mulai berkurang karena Garrisco selalu mengancam mereka dan membentak mereka. Tapi, entah mengapa Sakura kurang nyaman.

Benar-benar hidup Sakura dipenuhi dengan kata serba salah.

"Garrisco, aku duluan, ya." Sakura berpamitan sembari beranjak dari tempat untuk keluar dari kelas.

Warga kelas mulai berhamburan keluar ketika bel tanda berakhirnya kegiatan belajar berkumandang. Garrisco yang sedang merapikan buku-buku serta alat tulis lain untuk ia masukkan ke dalam tas segera memanggil Sakura yang tengah berjalan menuju pintu.

"Sakura! Tunggu bentar!" seru Garrisco.

Tanpa disadari, Sakura mendengus pelan. Ia berhenti jalan dan memutar badannya ke arah Garrisco yang sekarang sedang menyampirkan tas ke punggung. Sakura menunggu, sampai akhirnya Garrisco datang menghampiri.

"Ayo," ajak Garrisco seraya meraih pergelangan tangan Sakura untuk digenggam.

Mereka berdua jalan beriringan melintasi koridor lantai dua yang ramai diisi murid-murid yang tujuannya sama seperti mereka. Sebenarnya Sakura kurang suka tangannya digandeng Garrisco, ia risih.

"Gar—"

Ucapan Sakura terhenti karena Garrisco malah semakin mempererat genggamannya ketika Sakura hendak membebaskan tangan malangnya itu dari Garrisco.

Lagi-lagi Sakura mendengus. Tapi, ia tak mau mengambil pusing. Selama Garrisco tidak macam-macam, Sakura akan mencoba untuk tenang —namun tetap was-was.

Dari arah belakang, terdengar suara-suara lelaki yang berteriak-teriak, menimbulkan kebisingan yang membuat telinga Sakura terganggu.

Lantas, Sakura menoleh ke belakang, mendapati empat makhluk berwajah tampan sedang jalan di jarak tak begitu jauh darinya. Mereka berisik, berteriak-teriak dan bernyanyi tidak jelas.

Tapi, yang bersuara dan berisik hanya tiga orang. Satu anak diam, dia berdiri di tengah-tengah dan berposisi di paling depan, seperti pemimpin dalam geng itu.

Mata tajam Saddaru sempat bertemu dengan iris kelabu milik Sakura. Tapi, cepat-cepat Sakura mengubah pandangannya menjadi lurus ke depan seperti semula.

Tanpa Sakura ketahui, daritadi Saddaru memerhatikannya dari belakang. Lebih tepatnya, memerhatikan tangannya yang digenggam Garrisco.

"Itu adek lo, ya?" celetuk Figo.

Saddaru tak menjawab. Rasanya malas sekali membicarakan Garrisco walau sebentar, bahkan sedetik. Menyebut namanya saja Saddaru ogah.

"Tuh dia udah gandeng cewek. Anak baru pula! Masa lo kalah, Bro?" Kali ini Dion yang bicara.

"Cewek gampangan sih, dideketin dikit langsung nyosor," cetus Saga, satu-satunya kalimat yang seperti ingin memancing Saddaru untuk marah.

Pokoknya, kalau ada orang yang merendahkan perempuan, Saddaru pasti marah. Karena ia selalu teringat akan sosok bundanya yang ketika masih hidup selalu mengingatkan dia untuk menghormati dan untuk tidak sakiti perempuan, siapapun itu.

Oscillate #1: The Big Secret Where stories live. Discover now