31 • Deathrow

70.7K 9.6K 9.1K
                                    

Tepat pukul sebelas, Saddaru memejamkan mata setelah berlama-lama melamun sambil menatap langit-langit kamar. Hari ini terasa melelahkan, karena biasanya tengah malam pun Saddaru masih berada di luar rumah. Tidak seperti sekarang, rasanya Saddaru mau tidur saja.

Belum lama ia memejamkan mata, Saddaru kembali membuka mata saat ponselnya berdering tanda panggilan telepon masuk. Entah siapa yang meneleponnya malam-malam seperti ini. Tapi, ini cukup mengganggu ketenangan Saddaru.

Dengan malas cowok itu mengambil benda pipih tersebut dari samping bantal dan melihat sederet nama tertera di layar. Garrisco.

Kesal, Saddaru mengangkat telepon itu. "Ngapain lo telepon gue? Kalo lo ada di deket gue sekarang, udah gue tampar mata lo."

"Bang!" Garrisco bersuara, terdengar panik. Dia juga tak mengindahkan ucapan Saddaru. "Mama masuk rumah sakit! Kayaknya mau lahiran!"

"Terus?" sahut Saddaru begitu santai.

"Lo ke sini ya, Bang ... ke rumah sakit Royal Hope," pinta Garrisco.

"Kalo gue nggak mau?" cetus Saddaru.

"Please, Bang, demi Mama. Mama—"

"Nggak, gue ngantuk. Lo urus aja sendiri nyokap lo," ketus Saddaru yang langsung memutuskan sambungan telepon dengan begitu teganya.

Lelaki itu mendengus keras dan mencebik seraya kembali memejamkan mata. Garrisco memang salah satu makhluk hidup di bumi ini yang selalu bisa bikin suasana hati Saddaru hancur dalam sekejap. Ya, Garrisco memang ajaib.

Lagi-lagi rencana Saddaru untuk tidur harus terganggu lagi ketika pintu kamarnya digedor beberapa kali dari luar. Bukan hanya gedoran, tapi disusul suara cowok yang memanggil-manggil namanya.

"Dar, keluar!" seru Alan.

Hanya dengan mendengar nada bicara Alan yang tak seperti biasanya, Saddaru langsung bisa mengambil kesimpulan bahwa Garrisco juga menelepon Alan untuk memberitahu bahwa Irene masuk rumah sakit.

"Ya, bentar!" balas Saddaru sembari beranjak dari kasur. Dia berjalan sedikit gontai mendekati pintu, membuka kunci dan pintu segera terbuka.

"Tadi Garrisco nelpon gue."

"Garrisco nelpon lo."

Alan dan Saddaru berucap barengan. Bedanya, Alan menggunakan kata 'tadi' dan 'gue', sedangkan Saddaru 'lo'.

"Sekarang lo mau nyuruh gue ke Royal Hope, kan? Udah kebaca," celetuk Saddaru.

"Ya udah, terus lo nunggu apa lagi? Buru siap-siap," cetus Alan.

"Nggak. Hayang molor." Saddaru membalas.

"Nggak bisa gitu, Dar. Ini nyokap lo mau lahiran. Seenggaknya lo ada di sana buat kasih semangat," tutur Alan.

"Ada Garrisco. Kenapa harus gue? Emangnya gue anaknya?" ketus Saddaru.

"Ck, Dar, please lah jangan kayak anak kecil. Lo mau gue usir dari rumah biar lo jadi gembel sekalian?" ceplos Alan.

"Lo berani usir gue?" Saddaru menatap Alan dengan sangar.

Malas berdebat dengan Saddaru yang tak akan ada habisnya, Alan langsung menyeret cowok itu menjauh dari kamar. Setelah pintu utama terbuka, dua cowok itu keluar dari rumah dan bergerak cepat ke arah garasi.

Tak butuh waktu lama hingga akhirnya mereka berdua sudah berada di dalam mobil. Jalanan yang sepi memudahkan Alan melintasi jalan raya dengan kecapatan tinggi agar segera tiba di rumah sakit.

Oscillate #1: The Big Secret Where stories live. Discover now