33 • Siapa Pelakunya?

12.1K 862 44
                                    

[Tiga Puluh Tiga]

"Bayangkan saklar lampu yang ada di rumah lo. Seperti itulah keadaan empati seorang psikopat. Ketika empati itu dinyalakan, dia bisa saja begitu ramah. Namun, jika empati itu dimatikan, dia bisa membunuh dengan brutal dan dingin tanpa rasa kasihan sedikit pun."
-Rena.

🙈🙉

"Gimana kondisi ayah, Dok? Ayah ga apa-apa kan? Ayah baik-baik aja pasti kan? Ayah ga lama lagi bakal bisa pulang ke rumah kan? Ay--"

Ucapan Chica terpotong karena Rafa menarik Chica ke dalam pelukannya. Jantung Chica berdetak dengan cepat. Rafa benar-benar tahu apa yang akan membuat Chica menjadi diam.

"Diem!" perintah Rafa. Chica langsung menuruti perintah Rafa. Dia diam untuk mendengarkan penjelasan dokter.

"Tuan Felish terkena tusukan di bagian perutnya. Tusukan tersebut terlalu dalam sehingga memerluka penanganan dan perawatan yang serius."

Tubuh Chica seakan tidak mempunyai tenaga sedikitpun. Dia merasa lemas. Rafa yang menyadari itu, mempererat pelukannya. Chica terlalu shock untuk mengetahui masalah ini.

"Tapi, Dok? Apakah pasien akan sembuh?" Rena menunggu jawaban yang keluar dari mulut dokter tersebut. Dia berharap agar ayahnya Chica sekarat dan tiada.

"Kemungkinan pasien untuk pulih dan sehat kembali hanya sedikit. Tapi tenang saja, kami akan berusaha semaksimal kami. Mintalah pertolongan Tuhan juga."

Mendengar pernyataan yang keluar dari mulut dokter tersebut membuat Rena senang. Itu artinya, ada satu hal yang perlu dia kerjakan nanti.

"Baik, Dok. Terima kasih. Tolong lakukan semaksimal mungkin." Gara berharap agar ayahnya sembuh. Dia benar-benar menyesal telah mengabaikan ayahnya.

"Gue tau lo kuat, Bang. Lo lebih kuat dari kita-kita. Tetep semangat! Gue yakin bokap lo bakal sembuh!" Juan mencoba menguatkan Gara. Dia tidak pernah melihat Gara yang serapuh ini.

"Gue cabut dulu, ya! Nyokap gue nyuruh gue balik! Katanya ada urusan negara, biasalah anak cakep gini dikangenin."

Ucapan Jafar sukses membuat manusia-manusia yang berada di sana seketika ingin muntah di tempat.

"Hati-hati, Bro!" Jafar menganggukkan kepalanya. "Sorry gue ga bisa nemenin. Gue bakal balik ke sini lagi buat jenguk lagai kok. Gue doain yang terbaik!"

"Thanks!" Jafar pergi meninggalkan Gara dan lainnya. Dia berbohong. Dia bukannya ada panggilan dari ibunya, melainkan dia ingin mencari tahu siapa yang telah menusuk ayahnya Gara dan Chica.

Menurutnya, ini begitu tidak masuk akal. Pasti ada orang di balik ini semua. Apalagi Gara telah menginformasikan, bahwa Chica mendapatkan sederet kalimat yang menjadi ancaman--i want to kill you.

Apa jangan-jangan ini termasuk ke dalam permainnya Rena? Shit! Gue harus nyari tahu semua ini. Kalau sampe bener itu Rena, gue ga bakal segan-segan masukin dia ke dalam penjara! batin Jafar.

Rena yang melihat Jafar pergi, mengangkat bibirnya membentuk suatu senyuman. Dia menyadari bau-bau yang dimaksud dan ditinggalkan Jafar.

Fix, ternyata ada dua kerjaan yang harus gue lakuin secara bersamaan. Tapi ga apa, itu semua terlalu mudah! batin Rena.

🙈🙉

Jafar menekan sederet nomor di layar handphone-nya. Dia menekan tombol panggil untuk menyambungkan teleponnya. Dia menghela nafasnya.

"Halo? Siapa ya?"

"Halo, maaf telah mengganggu waktu Anda. Saya Jafar, temannya Chica dan Gara. Kalau boleh tahu, di jalan apa Tuan Felish di hadang oleh tiga orang tersebut?"

Sebenarnya, Jafar tidak terbiasa menggunakan saya-anda dalam kalimat yang dia ucapkan. Hanya saja, itu hanya untuk formalitas saja.

"Untuk apa? Anda tidak perlu susah-susah untuk menyelidikinya!"

Jafar mengkerutkan dahinya. Ini begitu aneh. Kenapa orang itu harus marah? Kan gue nanya doang. Emang salah? batinnya.

"Bukan begitu. Bukan saya yang memperlukan lokasi tersebut, melainkan para polisi. Apa perlu saya yang meminta polisi untuk meminta alamatnya kepada Anda? Saya hanya meminta alamat saja."

"Untuk apa para polisi membutuhkan alamatnya? Tiga orang tersebut hanya berniat membegal mobil Tuan Felish, bukan membunuhnya. Untuk apa penyelidikan lagi? Ini semua sudah terjadi!"

Jafar begitu heran dengan supir ayahnya Chica dan Gara tersebut. Untuk mengatakan alamatnya saja, susah sekali.

"Saya hanya membutuhkan alamatnya saja. Bukan sampai meminta seluruh harta anda." Jafar benar-benar kesal.

"Jaga sopan santun, Anda! Kalau anda tidak suka dengan saya, tidak perlu menghubungi saya! Anda tidak perlu repot-repot mencari tahu semua ini! Tidak ada gunanya sama sekali."

Jafar mengelus dadanya. Dia harus lebih bersabar. Dia menyadari satu hal.

"Kalau begitu, kenapa Anda tahu kalau ini hanyalah kasus membegal mobil Tuan Felish? Apakah Anda telah menanyakan hal ini kepada tiga orang tersebut? Atau hanya menebak saja sesuai pikiran anda?"

"Ini semua sudah berdasarkan logika. Tuan Felish ditusuk di bagian perutnya karena dia tidak mau menyerahkan mobilnya. Pakailah otak Anda selagi ada."

Jafar tersenyum sinis. "Kadang enggak selamanya apa yang anda pikirkan sesuai dengan kejadiannya. Bisa saja anda berfikir ini hanyalah kasus begal, tapi kalau ternyata adalah terror?"

"Sudahlah, Anda hanya membuang-buang waktu saya. Masih banyak hal yang perlu saya urus. Tidak usah terlalu ikut campur terhadap suatu masalah! Atau kamu akan ikut terseret masuk ke dalam masalah tersebut, anak muda!"

Jafar tertawa kecil. "Berdasarkan pemikiran Anda? Atau ..."

"Atau apa? Anda ingin mengatakan jika pemikiran saya bodoh? Atau mengatakan bahwa saya hanya mengada-ngada?"

Jafar mengangkat bibirnya. Dia tersenyum sinis. "Atau Anda yang melakukannya?"

🙈🙉

-Hey, Chica!-

Yuhu! Emak update malam-malam~

Hari ini udah tiga kali update, loh! Gimana-gimana? Gregetnya dapet ga? Maaf ya kalau feelnya belum dapet :(

Emak mau ngucapin selamat hari raya Idul Fitri semuanya! Jangan lupa THR-nya ya! Kirim ke rekening emak juga enggak apa-apa :*

Sekian,

Salam hangat dari emak Gara yang ngetik dan update malam-malam💋

Hey, Chica! [Completed]Where stories live. Discover now