8 • Kejutan atau Ancaman?

19K 1.4K 125
                                    

[Delapan]

Chica kali ini datang lebih pagi. Malah, bisa dibilang kepagian. Chica tidak mau wajahnya yang sudah dimaskerkan selama dua minggu sekali sia-sia, terkena semburan air suci guru BK kesayangannya.

Chica yang baru saja duduk di tempat duduknya, tiba-tiba banyak kertas merah berbentuk love jatuh ke kepalanya. Chica mengambil beberapa kertas merah berbentuk love itu. Ada yang bertulisan, ada juga yang tidak bertulisan.

Chica mulai mengumpulkan kertas-kertas merah yang berbentuk love yang bertulisan. Sesudahnya, Chica melirik ke atasnya, ternyata ada ember yang jika Chica duduk di tempat kursinya, isi dari ember itu akan jatuh kepadanya.

Terdapat berbagai huruf yang tertulis di kertas merah bentuk love itu. Chica mencoba untuk menyusun dari huruf-huruf yang tersedia.

Ini disusun jadi apa ya? Kenapa cuma ada empat huruf yang berbeda? Yang lainnya sama. T, H, I, A aja yang beda. Eh, bentar? Bisa kebentuk kata hati. Gue coba deh, batinnya.

Hati-hati.

Batin Chica terheran. Apa jangan-jangan gue yang salah nyusun ya? Kalau misalnya emang salah, terus kata-katanya apa? Otak gue udah buntu banget, binggung, batinnya.

"Eh! Lazada! Tumben lo ga telat lagi!"

Chica mengeluskan dadanya lantaran kaget dengan teriakan Steva. Steva yang melihat kertas merah berbentuk love yang sudah disusun hurufnya oleh Chica langsung berteriak heboh.

"Eh, Setan! Lo tau ga? Suara lo yang ada di sini, dari lorong aja kedengeran! Ga usah pake teriak gitu napa! Berisik!" Jafar yang baru saja datang ke kelas langsung mengomeli Steva. Sementara Steva, dia tidak peduli dengan omelan Jafar.

"Ini dari secret admirer, lo? Eh, tapi, kok gue ngerasa hawa-hawa aneh gitu, ya? Lo udah sering dapet ginian?"

Jafar yang mendengar ucapan Steva, mengkerutkan dahinya. Dia mulai penasaran apa yang terjadi pada Chica. "Ga usah kepo, deh!" Steva langsung menghadang Jafar.

"Napa? Lo cemburu? Lo kan masih belum bisa move on dari gue. Lo iri sama Chica? Lo mau gue perhatiin?"

Steva yang dibilang seperti itu oleh Jafar, rasanya ingin menabok mulutnya Jafar yang asal ceplas-ceplos aja. Jika boleh jujur, memang Steva masih menyukai Jafar. Oleh karena itu, Steva sering berantem dengan Jafar. Setidaknya, Steva bisa berada di dekat Jafar. Itu sudah lebih dari cukup bagi Steva.

"Enak aja! Gue? Gagal move on? Sama orang kayak lo? Mending gue gagal move on sama Harry!"

Jafar berusaha menahan tawanya. "Harry One Direction? Yang belum come back itu? Eh iya, BTS katanya mau come back, ya? One Direction kapan? Kapan-kapan kali ya!"

Steva langsung mencubit lengannya Jafar. "Awas lo! Liat aja nanti, One Direction bakal come back kali!"

"Udah-udah! Masih pagi kalian udah berantem aja! Kapan damainya? Jangan-jangan, sampai gue selesai nonton semua drakor juga belum selesai, ya? Kalian tuh harus damai! Bener-bener harus! Kenapa? Hati-hati benci sama cinta itu beda tipis! Nanti kalau kalian saling cinta aja, mampus, deh! Kayak novel apa tuh? Aldinaya ya? Iya, itu! Tinggal gue mintain pajak jadian aja di Starbucks."

Chica mulai menyerocos panjang kembali. Jafar hanya menguap tanda mengantuk, sebagai balasan dari pidato Chica.

"Udah, ah! Balik topik! Ini siapa sih yang ngirim? Apa gue yang salah nyusun kata-katanya, ya?"

Jafar melihat kertas-kertas merah berbentuk love itu satu-persatu. Memperhatikan dengan seksama. "Kayaknya udah bener, deh kata-kata yang lo susun, Cha!"

"Gue kemarin-kemarin sempet di kirimin huruf-huruf aneh di amplop biru. Udah gitu, pas gue dihukum kan capek, di tas gue ada air mineral sama kertas. Pas gue di perpustakaan juga, ada gumpalan kertas kena kepala gue. Padahal, ga ada orang sama sekali. Terus sekarang, pas gue duduk tiba-tiba ada banyak kertas merah bentuk love ini. Pusing dah pala barbie!"

Steva menaruh jari telunjuknya di kepalanya. "Ada kunci nunjukkin identitas dia ga?"

"Adanya pas diamplop biru itu, dia makenya setrip terus huruf q. Gue udah tanya abang gue siapa aja yang namanya dari q."

Jafar menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Qio, Quero sama Qila kan?"

"Gue udah nyelidikin Quero dan kayaknya dia bukan. Malah, gue berhasil nyari info tentang haters-haters gue dari dia. Kalau Qio, gue denger dia ada rencana gitu buat Rafa. Tapi rencananya apa, gue masih ga tau. Makanya, gue lagi nyari!"

Apa Qio ada rencana buat jatuhin Rafa? Rencana paan, jir? Ga kapok-kapoknya dah tuh anak! Gue harus ngasih tau Rafa! Kalau misalnya bener dia macem-macem, bakal gue kasih pelajaran. Ga peduli gue ketos atau apa kek! batin Jafar.

"Jangan-jangan itu kerjaannya Qio kali! Lo tau sendiri kan, kemarin lo kan gabung ke eskul basket, terus lo keliatan deket gitu sama Rafa, bisa aja dia mau jatuhin Rafa dengan cara gitu. Gue sih mikirnya gitu," ujar Steva.

"Nanti deh, gue bantuin lo buat nyari siapa pelakunya. Kalau ada apa-apa, bilang aja ke gue."

Ucapan Jafar disetujui oleh Chica. "Sip, nanti gue kasih tau kalau ada apa-apa."

Steva yang melihat itu, merasa cemburu. Apa-apaan sih lu, Stev? Kenapa lo harus cemburu sama sahabat lo sendiri? Ga! Lo ga boleh! batin Steva.

"Gimana kalau kita buat multichat di line aja? Isinya gue, lo, sama Steva. Biar gampang!" Chica merasa tak enak hati melihat Steva yang sepertinya cemburu dirinya dengan Jafar.

Jafar hanya mengangguk tanda menyetujuinya. Dia sengaja, dia ingin melihat respon Steva.

Apa bener kalau Steva masih suka sama gue? Gue slalu nyari cara biar deket sama lo, Stev! batin Jafar.

🙈🙉

-Hey, Chica!-

Hey, Chica! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang