6. One Day With Lukas

32.9K 3.4K 102
                                    

Aku nggak pernah kebayang sama sekali kalau pada akhirnya Lukas mengajakku keliling Kwitang demi mencari buku-buku bekas yang entah ingin ia apakan. Tapi, ngga apa-apa, kita memang harus menghargai ajakan seseorang meskipun dalam kepala isinya naik wahana ekstrim.

"Lo nggak suka buku, Ta?"

"Hah? Suka kok," jawabku yang lumayan terkejut saat melihat tumpukan buku cerita, komik, dan beberapa buku pengetahuan di tangan Lukas.

"Eh, Kas. Sebanyak itu mau buat apa? Lo nggak balik ke play group lagi kan? Atau lo mau ngajar?"

"Bentar, Ta. Nawar dulu."

Sumpah. Gak bohong. Itu Lukas ngapain beli buku cerita sama komik sebanyak itu??? Buat apa coba? Terus buku pengetahuan buat apa?

Setelah dia melakukan transaksi jual beli dan gak kelupaan tawar-menawarnya, buku-buku tadi pun dipindahkan ke dalam kardus dan segera dibawa ke mobilnya yang kebetulan di parkir gak begitu jauh dari sini.

"Kas, tadi lo belum jawab. Buku sebanyak itu mau buat apa? Lo gak ada usaha sampingan jual gorengan kan?"

Dia terkekeh padahal aku nanya serius. "Buat anak-anak, Ta."

"Hah? Lo udah punya anak? Kok gue gak tau?"

Wah, ini nih gak boleh dilewatin. Bisa-bisanya aku nggak tau kalau dia ini udah punya anak. Dilihat dari banyaknya buku yang tadi dibeli bisa jadi anaknya Lukas banyak.

"Apa sih, Ta?"

"Lho, kata lo tadi buat anak-anak. Cewek atau cowok, Kas?"

"Cewek sama cowok, Ta." Lagi dan lagi dia terkekeh. Ini nggak lagi ngerjain aku kan?

"Serius? Berapa?"

"Banyak, Ta. Jangan kaget , ya?"

Demi apa? Aku sukses melongo, lho. Tuh kan anaknya Lukas banyak. Ya ampun, jadi sebenarnya Lukas ini duda. Sejak kapan?

"Terus anak lo di mana, Kas?"

Biarin deh dikata lancang juga yang penting aku tau kejelasan anak Lukas. Gak bisa dibiarin si duda satu ini.

"Ini kita mau main ke sana. Semoga mereka suka ya, Ta."

Okay, aku speechless genks. Diam aja kayak orang sariawan selama perjalanan terus dibikin melongo lagi pas sampai. Mau tau nggak sih yang dimaksud Lukas anak itu nggak taunya adik-adik yang ada di panti asuhan. Lalu, saat kami sampai di panti asuhan ini, ada juga beberapa teman-teman Lukas yang katanya mereka ini tergabung dalam gerakan sosial gitu.

"Om."

Tiba-tiba seorang anak perempuan kira-kira berusia lima tahun sudah bergelayut manja di kaki Lukas. Kayaknya Lukas sering ke sini dan dekat banget sama anak itu. Soalnya, Lukas langsung ngegendong dan nyiumin pipi anak itu berulang kali.

"Kenalin nih, Kei. Namanya Tante Aretta."

Wow, dia langsung ngulurin tangan buat salim sama aku, lho. Amazing, deh lihatnya.

"Kas, lo sering ke sini?"

"Dua bulan sekali, Ta. Kebetulan hari ini jadwalnya gue nengok mereka, sekalian aja bawa lo."

"Udah lama, Kas?"

"Dari pas masih kuliah, sih. Karena kegiatan organisasi juga."

Aku menganggukan kepala. "Terus buku tadi buat mereka?"

"Iya. Biar mereka ada bahan bacaan, Ta. Meskipun mereka tinggal di sini, pengetahuan itu penting juga buat mereka."

"Lo tau kan apa yang lagi viral saat-saat ini? Generasi yang sekarang cuma bisa dibilang generasi micin. Isinya cuma sensai kenakalan mereka doang yang disebar di mana-mana. Malu gue. Rasanya gue kayak nggak berhasil gitu jadi manusia yang berguna buat mereka semua. Makanya, dengan adanya kegiatan kayak gini gue berharap sama mereka semua bisa bikin perubahan yang lebih baik lagi kedepannya," sambungnya.

08:20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang