7. PJ (Pajak Jadian)

28.1K 3K 16
                                    

Satu hal yang selalu aku khawatirkan ketika bau-bau hubunganku sudah terendus oleh teman-teman kantor adalah traktiran. Padahal selama kurang lebih lima hari aku jadian sama Lukas kita semua diam-diam aja karena memang belum ada yang tau. Tapi, si lemes Alan pagi ini udah berkoar-koar di kantor gara-gara lihat aku dan Lukas berangkat bareng.

"Lo udah jadian dari lama ya, Ta? Kayak nggak kaget gitu pas kita pada tau."

Ih, Mas Bagas kenapa kayak Alan sih. Mulutnya sekarang udah pantes jadi adminnya lambe-lambe itu.

"Gue udah antisipasi, Mas. Apalagi sama permintaan kalian-kalian semua."

"Awwww, gila ya gue nggak nyangka banget. Cinta berawal dari Good Day atau gimana?" Ini Alan ya ampun minta ditonjok deh.

"Dari nasi padang juga tau, Lan," timpal Disty.

Nggak tanggung-tanggung, si Sashi juga ikutan. "Cinta berawal dari beli kado untuk Sashi."

"Apa sih, Sas! Pengen banget diajak ngobrol," sambar Alan yang memulai perang dengan Sashi.

"Ih, Alan! Hak Sashi buat bersuara juga dong!"

"Kayak ngerti aja lo apa yang kita omongin."

"Ngerti kok! Sashi paham."

"Bawel deh, lo pada mau makan di mana entar?" Sekarang ganti Lukas yang menanggapi mereka-mereka semua ini sekaligus menghentikan adu mulut antara Sashi dan Alan.

"Wah, gue senang banget nih kalau ditanya gini," jawab Mas Bagas sambil nyengir-nyengir kuda.

"Apa sih, Mas. Orang bayar-bayar sendiri juga."

"Lah, Kas. Wah, parah nih parah. Jangan mau sama Lukas, Ta. Doi kere," balas Mas Bagas yang mengarah padaku.

"Kere-kere juga kalau Aretta udah terlanjur sayang mau gimana lagi."

Ya duh, Disty ini mulutnya yah emang. Malah bikin aku makin diledek sedivisi ini kan. Namun, tiba-tiba semuanya langsung diam saat papi datang.

"Aretta sayang siapa?"

Mampus. Please, jangan ada yang ngomong macam-macam untuk saat ini aku nggak mau papi tau tentang hubunganku dengan Lukas.

"Sayang kucingnya, Pi. Peranakan anggora, bulunya bagus banget. Kayak karpet-karpet impor gitu, Pi. Warna putih terus ada abu-abunya juga. Kebetulan baru lahiran kemarin. Ini rencananya kita semua mau nengokin kucingnya yang abis lahiran."

Aku udah ketar-ketir aja sebenarnya sih. Tapi, untung aja untuk saat ini Alan bisa jadi dewa penyelamatku walaupun nggak masuk akal banget sih.

"Lan, pulang kerja langsung ke psikiater kenalan saya, ya."

Sumpah, mau ketawa tapi kasihan juga. Kalau nggak Alan yang nyerocos gitu kita semua pasti bingung mau jawab apa. Soalnya nih, kita semua udah sepakat gitu kalau ada salah satu diantara kita pacaran satu sama lain jangan sampai papi tau. Karena nggak mau keulang lagi seperti kisahnya Tama-Daviena.

***

"Sering-sering aja ya lo berdua ngadain makan siang gini," kata Alan sambil mengelus perutnya yang sudah membuncit itu.

"Ye, senang di lo, sengsara di gue," balas Lukas.

"Ta, lo nggak lagi kobam kan pas nerima Lukas jadi cowok lo?"

"Hah?" Agak bingung juga sih pas Alan nanya gitu. Aku sadar kok pas nerima Lukas.

"Kok jadi pelit gitu sih, si Lukas. Kalian nggak lagi pengen buru-buru nikah kan?"

"Apa hubungannya?" Makin pusing deh.

"Iya itu, doi pelit. Nabung buat nikahin lo."

Nikah, ya? Jujur, aku nerima Lukas tapi nggak ada pikiran ke arah sana. Karena, ya ... Mungkin karena kita berbeda. Ada batas diantara kita, jadi agak susah juga buat mikir jauh-jauh.

"Ah, bawel banget lo. Udah pada kelar belum makannya? Gawe lagi kita abis ini soalnya."

Oke, lupakan. Lukas udah menginstruksi untuk cepat-cepat menyelesaikan makan siang kami semua.

"Ta, masalah Alan ngomong kayak tadi nggak usah didengar ya. Apalagi sampe kamu mikir yang nggak-nggak."

Aku manggut-manggut saja saat Lukas sedikit berbisik saat kami sedang berjalan di trotoar ini.

"Tenang aja, Kas. Aku tau mana yang serius mana yang nggak. Kamu nggak usah khawatir."

Lukas tersenyum kemudian merangkulku. Aku pun membalas tersenyum. Ih, semenjak ada Lukas tuh ya aku jadi hobi senyum gini. Soalnya senyumnya Lukas tuh, apa ya gitu deh.

"Ya ampun. Mas Lukas, ih, Mas Lukas udah berani pegang-pegang Aretta, yah."

Sumpah deh Alan. Ganggu momen banget. Mana di jalan gini kan orang yang tadinya gak ngeliat jadi ngeliat. Si Lukas buru-buru nurunin tangannya dari bahuku.

"Nih, ya, Lan. Lo jomblo udah terima nasib aja. Lukas sama Aretta itu lagi anget-anget tai kucing."

Mas Bagas langsung kulirik sinis. Ini ya laki orang mulutnya juga gak beda jauh sama Alan. Sementara yang lain cuma pada cekikikan. Kecuali Tama yang lempeng-lempeng aja.

"Mas, udah ngapa. Di jalan, nih."

"Ye, siapa bilang lagi di kandang sapi."

"Et dah, Mas."

"Udah sih, Kas. Terima aja perlakuan kita semua. Dulu juga si Daviena sama Tama kita gituin."

Mas Bagas langsung menyentil bibirnya. Kita semua juga langsung diam dan keadaan berubah jadi canggung. Baik Daviena dan Tama juga kuperhatikan keduanya jadi kikuk begitu.

"Sorry, gue kelepasan. Dah yuk, gawe lagi udah ditunggu papi."

***

08:20Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin