5. Jaga Jarak Aman. Tapi, Gagal.

37.1K 3.8K 280
                                    

Disty sedang tersenyum bahagia dan berkali-kali mengucapkan terima kasih ketika kami semua memberikan kado untuknya. Ya, kalau aku jadi dia sih juga senang banget. Rasanya monas mau aku panjat sekalian. Tapi, nggak mungkin. Orang aku takut ketinggian.

Oke, perlahan dia membuka kado dari kami semua. Yang pertama dia mendapatkan sling bag dari Tory Burch, itu kado dari Sashi. Lalu, yang kedua dia membuka kado dari Daviena. Dia dapat jam tangan cantik dari Fossil. Yang terakhir dari barisan perempuan yaitu, aku. Dia dapat handbag cantik dari Coach.

Kalau untuk barisan laki-laki sendiri sih, bermacam-macam juga. Tama ngasih luggage dari Michael Kors. Lukas ngasih sunglasses dari Marc Jacobs. Mas Bagas ngasih flats dari Kenzo. Lalu,yang terakhir Alan. Dia ngasih Disty seperangkat alat salat. Serius, deh. Gak bohong. Gila banget kan? Katanya, biar Disty makin taat beribadah.

"Thank you, genks. Meskipun gue tau ini barang diskonan. Kecuali Alan, gue tau ini barang grosiran. Sekali lagi terima kasih."

Pedas banget kan tuh mulut. Masih mending lho kita ngasih barang dengan harga diatas geprek-geprek itu. Tapi, jawaban dia malah begitu.

"Ya elah, lo cuma ngasih geprek doang," sahut Alan yang sepemikiran denganku.

"Bercanda sih, Lan. Gue makasih banget deh sama kalian semua," balas Disty.

"Ah, boong."

"Apaan sih, Lan? Gue jujur salah, gue bercandain lo sensi."

"Gue bercanda juga sih, Dis."

Ya elah. Gitu aja tuh orang berdua nggak kelar-kelar. Satunya bercanda dibuat serius, giliran diseriusin ngajak bercanda.

"Yuk genks, udah kelar sesi pemberian kado. Jangan ada perselisihan diantara kita. Mari kita kerja keras kembali demi sesuap nasi," ucap Mas Bagas yang kemudian kami semua langsung kembali ke kubikel.

***

"Lo kenapa tumben banget gak mau makan siang sama anak-anak?" tanya Daviena saat kami memasuki mushola untuk menunaikan ibadah salat dzuhur.

"Gue lagi bosen aja sih, Dav," jawabku sekenanya.

"Gak biasa-biasanya lo gitu."

"Iya, kalau makan di luar kan lama, sedangkan gue males lama-lama."

Daviena membuka keran air. "Bukan lo banget deh, Ta."

Aku tersenyum. Lalu, menyusulnya membuka keran air untuk berwudhu. Kemudia kami melaksanakan salat dzuhur bersama karena tadi aku tak sempat ikut berjamaah dengan alasan banyak yang harus aku selesaikan. Namun, sebenarnya bukan itu yang terjadi. Aku sengaja karena jika aku ikut berjamaah seperti mereka, sehabis salat mereka akan langsung makan siang bersama dan aku menghindari Lukas. Untungnya, Daviena bisa kupaksa untuk tidak berjamaah. Dosa banget ya?hehe.

By the way, jangan tanya kenapa aku menghindar. Karena alasannya aku tak ingin baper dengan semua perlakuan Lukas. Tapi, yang perlu kalian catat dalam otak adalah dia hanya berniat baik padaku.

"Ta, lo sama Lukas ... "

Aku buru-buru memotong pertanyaan Daviena. Takut ditanya yang aneh-aneh sebenarnya. Apalagi bawa nama Lukas. "Nggak ada apa-apa kok, Dav."

"Bukan gitu, Ta," sanggahnya sambil melipat mukena yang tadi ia gunakan untuk salat, "gue tau Lukas orang baik. Gue kenal banget dia dari awal masuk kantor ini, kemungkinan kecil kalau lo disakitin."

08:20Where stories live. Discover now