“Nathan …,” panggil Cheryl lagi.

Oke, bernapas normal. Cheryl masih istrimu tahu! Kalian belum resmi bercerai tahu!

“I-iya, ada apa, sayang?”

Asam cuka! Kenapa aku malah memanggilnya dengan sebutan “sayang”?!! Dipanggil “istri” saja dia merajuk! Apalagi kata sialan itu?!!

Argh … aku mau pingsan saja, Tuhan. Rasanya aku sudah mau jantungan lagi.

Cheryl sempat memandangku dengan kedua mata bulat ini dan kemudian dia mendengus kasar sebelum tangannya bergerak menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. “I-itu soal tanganmu,” katanya terdengar canggung lebih dari biasanya. “Terasa kasar,” lanjutnya.

“Eh?” Aku tercenung.

Selama seminggu tinggal di peternakan Keluarga Duwey, aku memang banyak di suruh kerja fisik. Mulai dari mengangkut karung pakan hewan ternak. Memanen wortel di lahan pertanian tetangga. Juga belajar menunggang kuda dan menggiring sapi kembali ke kandang.

Aku memandang tanganku sendiri dan kusadari ucapan Cheryl ada benarnya juga.

“Philip banyak menyuruhmu macam-macam, ya?” tanya Cheryl tanpa menoleh padaku dan lebih memilih memandang ke luar jendela.

Aku terkekeh sendiri, “Iya, melelahkan sih,” kataku. “Tapi menyenangkan juga bekerja menjadi petani dan peternak selama seminggu. Mungkin itu juga berhasil menguatkan ototku, lihat?” Aku memamerkan otot lenganku padanya.

Chery tertawa dan menggeleng, “Mana mungkin kau punya otot seperti itu, padahal baru seminggu di sini!”

“Gak percaya?” sahutku lalu menari kaos seketika, kemudian mengekspos otot perutku yang berbentuk. “Gimana, hm?”

Oh, God! Six-pack?! Stop it! Aku malu melihatnya tahu!” Cheryl balas menarik kaosku sembari terkikik geli, sementara aku bersikeras tetap memberinya pemandangan sempurna diriku.

“Kenapa harus malu? Kamu ‘kan sudah melihatnya?” kataku tak kalah geli melihatnya tetap keras kepala menutupi otot perutku.

Aku bersumpah melihat pipinya merona, “A-aku … Aku cuma … aku cuma gak enak melihatnya!”

Dia selalu saja membuat tersenyum. Padahal dia sudah pernah melihatnya dari dulu. Tetapi reaksinya tetap sama. Buat gemas saja. Padahal aku tadinya ingin bilang, selama sebulan sejak kepergian Cheryl, aku mengalihkan kegiatanku dengan banyak berolahraga dan pergi ke gym.

“Ngomong-ngomong, bentuk tubuhmu juga berubah sejak hamil, Cher,” kataku mengalihkan pembicaraan.

Cheryl menggeleng, “Ya, aku tahu! Perutku membesar dan aku tambah gemuk! Makasih sudah mengingatkan!” kali ini nadanya terdengar kesal, meski masih diiringi tawa kecil.

“Bentuk payudaramu juga tambah besar lho, Cher,” kataku spontan menunjuk bukit kembar di dadanya. “Tambah seksi lho kelihatannya.”

Tawa Cheryl meledak lagi dan bahkan dia sempat mendorong tubuhku saking lucunya tak terkendali, “Ini ‘kan buat anakmu menyusu nanti!” katanya dan aku langsung membeku di tempatku berdiri.

Dia bilang itu anakku ….

Anakku, ya?

“Udah deh, sakit perutku ngomong sama kamu!” katanya lagi masih terkekeh.

Ah … mungkin teoriku benar.

“Cher,” panggilku. “Boleh aku lihat tanganmu?”

Rasanya terakhir kali aku menanyakan itu, ketika kami masih muda. Ketika aku masih tersesat dan bergaul dengan orang-orang di jalanan. Ketika aku ragu dengan hidupku sendiri Lalu Cheryl datang … dan dia bilang dia tidak suka aku keluyuran malam-malam. Dia menangis sehabis salah seorang lelaki asing merenggut tangannya paksa dan aku tidak tahu harus apa selain memeluknya saat itu.

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Where stories live. Discover now