[26] Sad Fate

Start bij het begin
                                    

Mulai saat itu, monolog Jisoo mulai panjang. Semua ceritanya ia ceritakan dengan kesan begitu seru, seolah kedua orang tuanya berada di sana dan benar-benar mendengarkannya. Dari monolog itu Jungkook tak luput dari pembahasannya, bahkan Jungkook menjadi pemeran utama di kisah Jisoo.

“Dulu ia sangat menyebalkan, tapi setelah mengenalnya lebih dekat ia sangat baik. Sangat. Sedikit kekanakan memang, tapi lucu. Tampan? Jangan tanya itu, nanti akan kutunjukkan betapa tampannya dia. Dan, ayah bersiap-siap merasa tersaingi dengannya.” Sedikit kikikan geli tanpa sadar terlontar dari Jisoo. Jika seperti ini Jisoo terlihat seperti gadis ceria yang manja. Ya, mungkin ia akan seperti itu jika kedua orang tuanya masih memeluknya saat ini. Namun, keadaan merubah dirinya. Mandiri menjadi kunci untuk bertahan seorang diri.

Kegiatan Jisoo itu kemudian sedikit terinterupsi, ada sebuah panggilan dari ponselnya. Jimin tertera di sana, tunggu! Jisoo tak mempunyai ingatan di mana ia menyimpan nomor Jimin. Ah, pasti Jungkook. Jisoo tahu Jungkook pasti yang menyimpannya saat ia mengatakan ingin berteman dengan Jimin. Decihan sedikit dilakukan Jisoo saat mengingat Jungkook mengatakan bahwa ia akan pikir-pikir terlebih dahulu. Tapi nyatanya, Jungkook melakukan hal ini.

“Halo?”

“Kau Jisoo ‘kan?”

“Iya, kenapa?”

“Hm, apa kau tahu hari ini ulang tahun Jungkook?”

“Oh? Benarkah?” kedua manik Jisoo sedikit membulat di sana, tak tahu sama sekali Jisoo mengenai hal ini.

“Aku hanya mengatakannya saja, aku pikir kau harus tahu. Sudah ya.”

Jimin memutus panggilannya secara sepihak, rasanya Jimin memang hanya ingin memberitahukan hal itu. Jimin sepertinya tahu pasti bahwa Jungkook tidak akan menceritakan hal itu pada Jisoo. Saat itu pula Jisoo langsung menggerakkan pikirannya, bergelut cukup dalam di sana, memikirkan apa yang seharusnya ia lakukan.

Sekitar beberapa menit dihabiskan Jisoo hanya memikir, sampai ia pun bangkit dari duduknya dan langsung keluar dari rumahnya setelah mengambil dompet di atas meja yang dipenuhi tumpukkan buku itu. Jisoo harus menemui Jungkook. Rasanya tak benar jika ia tetap mendiamkan diri di hari spesial bagi Jungkook. Toh, ia dan Jungkook bukan bertengkar, hanya memisahkan diri untuk berpikir yang lebih pasti.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit menggunakan bus, Jisoo sampai di wilayah elit tempat tinggal Jungkook. Kini ia hanya perlu berjalan, dan sejak berada di bus ia sudah dipandang aneh oleh orang-orang. Jisoo sempat mengumpat pada dirinya sendiri yang lupa mengganti pakaiannya, ia kini menggunakan hanbok hitam khas upacara kematian. Jungkook terus-menerus membuatnya melakukan kesalahan yang tak pernah ia lakukan.

Menumpahkan sup ke paha pengunjung? Kesalahan amatir itu pun diakibatkan oleh pikirannya yang tak berhenti memikirkan Jungkook saat itu. Memikirkan pengakuan dan ajakan menikah dari pemuda itu.

Sesampainya di rumah Jungkook tak butuh lama untuk masuk, ia malah langsung disambut oleh supir Kim. Di dalam ia kembali disambut oleh bibi Han yang tengah sibuk berkutat di meja makan.

“Oh, kau datang. Jungkook sedang keluar, dia akan kembali sore nanti mungkin.” Bibi Han langsung menjelaskannya saat ia bahkan belum mengucap nama Jungkook di sana.

Jisoo hanya mengangguk pelan saat bibi Han menyuruhnya untuk menunggu di kamar Jungkook saja, sebab ia tengah sibuk. Jisoo pun bisa melihat ada sebuah kue tart di atas meja. Jungkook benar ulang tahun ternyata. Tapi, ada sesuatu yang janggal di atas meja makan. Sesuatu yang tengah dilap oleh bibi Han.

“Bibi, bukankah itu untuk upacara kematian?” Jisoo mendekat ke arah bibi Han, menatap setiap peralatan makan yang biasa digunakan untuk upacara kematian itu. Pagi ini bahkan ia menggunakannya, Jisoo tentu tahu betul apa kegunaan mangkuk-mangkuk itu.

RUMORSWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu