[26] Sad Fate

6.5K 920 133
                                    

Seminggu kembali berlalu tanpa kebersamaan, Jisoo dan Jungkook kembali menemui waktu sendiri di antara hubungan kebersamaan mereka. Lebih tepatnya, Jisoo-lah yang menghindar telepon, sms, bahkan kunjungan Namjoon ke rumahnya pun tak membuat ia kembali pada Jungkook.

Sedangkan, Jungkook masih di rawat secara intensif di rumah sakit. Walau tak sampai dalam kondisi parah, ia tetap harus dalam pengawasan ketat dokter. Sudah beberapa kali Jungkook meminta izin untuk keluar, tetapi orang pertama yang melarangnya adalah Namjoon. Kakaknya itu sama sekali tak luluh dengan pinta Jungkook jika keadaannya seperti ini, dan Jungkook tahu betul akan itu.

Namjoon pernah mengatakan, ‘Kau boleh marah sampai kau menghancurkan rumah, tidak mau belajar dan malas-malasan, menghabiskan uang atau apapun itu, kau boleh. Aku tidak akan marah. Yang tidak boleh kau lakukan adalah terluka, jangan sakit ataupun menangis. Aku akan sangat marah nanti.’

Saat dokter mengatakan bahwa Jungkook harus dalam pengawasan yang intensif, maka menangis darah pun Jungkook meminta untuk keluar rumah sakit tidak akan diizinkan oleh Namjoon. Oleh karena itu, Jungkook mengganti permintaannya. Ia meminta Namjoon yang berkunjung ke rumah Jisoo dan membawa gadis itu ke hadapannya. Namun, hasilnya nihil saat Jungkook hanya mendapat pesan dari Jisoo melalui Namjoon.

‘Aku sama sekali tidak marah dengan Jungkook, aku hanya ingin kami berpikir jernih saat ini. Berpisah sesaat adalah hal yang paling bagus untuk berpikir, jika bersama maka terasa gegabah setiap keputusan kami.’

Berkat hal itu pula Jungkook kembali menambahkan satu kata untuk gadisnya itu, bijak. Terkadang Jungkook sempat berpikir, benarkah Jisoo berumur 19 tahun? Ia bahkan tampak lebih dewasa dibanding Namjoon yang usianya sudah melewati seperempat abad itu.

Setelah mendapat pesan seperti itu, Jungkook pun menghentikan segala komunikasinya bersama Jisoo. Ia ingin menghormati keputusan Jisoo. Biarlah Jungkook memendam sifat kekanakannya untuk sesaat, dan mengikuti arahan dari Jisoo yang lebih dewasa itu.

Setelah memutuskan untuk menghabiskan waktu sendiri terlebih dahulu, Jisoo pun kembali disibukkan dengan pekerjaannya, persiapan untuk masuk universitas pun tak luput di sana. Jisoo masuk ke universitas dan jurusan yang sama dengan Jungkook. Jisoo tak pernah menyangka bahwa impiannya akan ditemukan oleh Jungkook.

Namun, untuk hari ini ia mengesampingkan segala urusan itu. Baik itu pekerjaan ataupun persiapan untuk kuliahnya. Hari ini hari peringatan kematian orang tuanya. Sejak kemarin Jisoo sudah belanja segala jenis bahan makanan yang akan disajikan di upacara peringatan itu. Dari pagi ia pun sudah bergelut di dapur.

Jisoo sendiri mulai saat ini, tak ada sang nenek yang membantunya memasak. Jisoo benar-benar sendiri di dunia ini. Sandarannya selama ini telah lebih dulu dipanggil ke surga, sepertinya surga lebih membutuhkan keberadaan neneknya dibanding dirinya. Tetapi, Jungkook datang tepat di saat ia berpikir akan benar-benar sendiri. Jungkook datang dan membuatnya sedikit melupakan kata sendiri itu.

Semua sudah selesai, makanan sudah tertata rapi di atas meja upacara dengan pigura kedua orang tuanya berada di pusatnya. Ah, Jisoo bahkan sudah lama tak memandang kedua orang tuanya seperti ini. Senyum simpulnya tersungging di sana, ibu dan ayahnya masih sangat muda. Cantik dan tampan. Jisoo kemudian memberikan hormatnya, menjalankan upacara kematian itu seorang diri.

“Aku sekarang sendiri, ibu, ayah ... nenek sudah berada di sana ‘kan? Atau kalian sudah bertemu?” monolog itu seolah dijadikan pengusir sunyi di ruang kecil itu. “Senangnya bisa berkumpul, iya ‘kan? Aku malah sendiri saat ini ...,” lirih Jisoo pelan dan terkesan parau. Tapi, tak sampai menangis. Jisoo tak ingin menangis, ayah ibunya berada di tempat yang lebih baik, terlebih sang nenek pun berada di sana juga. Ia tidak ingin menangis.

RUMORSWhere stories live. Discover now