36 (PCY special Chapter 2)

988 211 130
                                    

Park Chanyeol's POV

"Bicaralah." Bona bicara dengan tegas dan serius.

Malam begitu sunyi, tawa orang-orang yang berada di dalam rumahnya terdengar bagai sayup. Lampu jalanan yang temaram membuat kalung perak yang dikenakannya berkilat-kilat.

Aku mulai merasa gelisah, lebih dari yang kukira. Aku menggigit bibir bawahku sesaat, menatapnya lekat-lekat, lalu memalingkan wajahku ke arah lain dengan cepat.

Tangannya yang kugenggam terasa hangat, namun tidak menenangkanku sama sekali untuk saat ini.

Aku menarik napasku dalam-dalam.

"Aku harus pergi." ucapku gemetar. Kukepalkan tanganku yang bebas sementara perasaan yang menyesakkan mengguncang dadaku.

Bona bergeming. Ia terlihat heran. Kedua matanya menatapku dalam-dalam, terasa seperti intimidasi bagiku.

"Kau mau ke mana?" tanyanya. Ia bicara tenang, di luar dugaanku.

Hening. Aku kehabisan akal untuk menjawab pertanyaannya tanpa membuat segalanya terasa begitu dramatis.

"Kau tahu, Amerika bukan tempat yang buruk." aku menjawab dengan enteng.

"Kau pergi berwisata?" tanyanya linglung.

Aku menggelengkan kepalaku. Perlahan matanya perlahan berubah sayu dan wajahnya memerah. Dan itu membuatku sadar bahwa ia berpura-pura bertindak bodoh sedari tadi.

"Aku akan pindah ke sana. Yerim, Appa, juga Soeul. Kau tahu, kurasa aku harus berdamai dengan mereka." aku tertawa kecil.

"Juga diriku sendiri." tungkasku.

"Apa yang kau bicarakan? Kenapa-"

"Dengar, aku tahu ini tiba-tiba. Tapi kurasa jika bukan sekarang, tidak akan ada waktu lagi bagiku untuk berdamai dengan masa lalu, juga dengan orang-orang di sekitarku." aku memotongnya saat tengah berbicara.

Bona tidak menjawab. Air matanya mulai menggenang.

"Appa dipindahtugaskan ke sana. Dan aku tahu bukan ide buruk jika kami semua ikut bersamanya." aku mencoba bicara padanya selembut mungkin.

Dia menunduk lama. Samar-samar, isakkannya mulai terdengar.

Aku melepaskan genggaman kami dan perasaan bersalah muncul terlambat setelahnya. Aku merasa seperti orang paling jahat di dunia.

Satu-satunya yang terpikirkan olehku adalah untuk segera pergi dari tempat ini. Dengan begitu, semuanya akan cepat berakhir.

Namun semua rencana itu gagal dalam seketika ketika dengan cepat, gadis itu memegang erat ujung hoodie yang kukenakan. Buku-buku jarinya memutih.

"Jangan." ujarnya memelas. Aku merasakan diriku sendiri hancur saat itu juga.

Aku meraih tangannya, mengusap pelan jari manisnya. Jantungku berdebar kencang. Sedikit saja tindakan yang diperbuatnya untukku membuatku merasa emosional.

"Aku menyukaimu." aku berkata di luar akal sehatku.

Perlahan, aku melepaskan genggamannya. Saat itu juga, ia mulai menangis sepenuhnya dan aku tidak sanggup lagi menghadapinya. Dalam diriku sendiri, aku sadar konsekuensi ucapanku padanya akan berdampak buruk bagi hubungan kami.

Aku melangkahkan kakiku menjauh. Dalam beberapa langkah, kudengar ia memanggil namaku.

Hatiku mencelos. Aku ingin berbalik, berlari, dan memeluknya. Mengatakan bahwa semuanya akan tetap dan selalu berjalan sama.

64 KilogramsWhere stories live. Discover now