26

1.3K 291 130
                                    

"Ayo makan siang bersama kami." Boni berteriak dari luar pintu kelas sedangkan Chanyeol berdiri kikuk di belakangnya. Beberapa anak di kelasku ikut menoleh padanya, termasuk Junmyeon.

Irene terperangah, menatapku dan Boni secara bergantian.

Aku bangkit dari kursiku dengan sedikit ragu lalu berjalan menuju pintu kelas. Jarak antara meja dan pintu kelas terasa lebih jauh dari biasanya karena beberapa anak di kelas terus memandangiku. Aku lalu mempercepat langkahku sambil memeluk kotak bekal makan siangku erat-erat. Langkahku dengan spontan terhenti begitu mendengar Irene bersuara. Jarinya menunjuk ke arah Boni.

"Kalau kulihat-lihat, kalian berdua mirip. Dia sepu–"

"Kami kembar." jawab Boni. Mulut Irene terbuka lebar, ia menjentikkan jarinya lalu mengangguk-anggukan kepalanya seakan ia sudah menduganya sedari lama.

Kelas mendadak menjadi ramai dan seluruh atensi kelas kini tertuju padaku dan juga Boni. Lucu bagaimana sebagian dari mereka memandangiku lama sekali, seakan-akan ini kali pertama mereka melihatku. Beberapa dari mereka berbisik, salah satunya berbisik terlalu keras dan itu membuat hatiku sedikit sakit, entah mengapa.

"Cantik, ya?" katanya. Perkataan yang secara mutlak jelas-jelas ditujukan kepada Boni.

Namun aku tidak banyak memikirkannya karena tidak lama setelahnya, Boni menarik tanganku dan Park Chanyeol berjalan cepat di belakang kami.

Mereka kemudian mengajakku makan siang di dalam kelas mereka. Di sana duduk seorang anak laki-laki berkulit sawo matang dan seorang anak perempuan berambut pendek yang mengenakan celana olahraga dibalik rok sekolahnya.

"Hai." sapa anak perempuan itu ramah. Bola matanya bewarna kehijauan jika dilihat dari dekat.

"Dia Azeeza. Lalu yang duduk di sampingnya itu Kim Jongin." Boni memperkenalkan mereka satu per satu sedangkan Jongin melambai-lambaikan tangannya.

Kami menggabungkan 4 meja kelas menjadi satu. Aku duduk bersebelahan dengan Chanyeol, berhadapan dengan Azeeza. Jongin membawa bento-set yang dibelinya di mininarket sedangkan Azeeza membawa sandwich tuna dan selada. Chanyeol dengan kikuk menerima sepotong sandwich yang diberikan Azeeza kepadanya tanpa mengucapkan terimakasih.

"Azeeza menguasai banyak bahasa asing. Aku seringkali menyuruh Chanyeol belajar padanya namun anak itu selalu menolak dengan alasan jual mahal." ujar Boni.

"Aku tidak pernah bilang begitu." protes Chanyeol.

"Nilai bahasa inggrisnya paling rendah di kelas kami

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nilai bahasa inggrisnya paling rendah di kelas kami." ujar Boni kepadaku. Aku memandangi Chanyeol yang terus menundukkan kepalanya karena merasa diserang.

Azeeza tertawa, aku lalu menoleh kepadanya. Mata hijaunya benar-benar cantik. Azeeza tersadar, kemudian balik menatapku.

"Kenapa?" tanyanya. Aku merasa canggung, lalu cepat-cepat menggelengkan kepalaku.

Boni tersenyum. Lalu membuka kotak makannya sambil menyisihkan beberapa irisan paprika yang tidak ia sukai. Jongin menyadari situasi kami, ia kemudian menaruh tangannya di atas kepala Azeeza, mengacak-acak rambut gadis itu sampai gadis itu marah dan berteriak.

"Kenapa matanya hijau? Begitu, kan pikirmu?" Jongin menyeringai sambil menatapku.

"Aku jelas bukan dari sini. Asalku dari tempat jauh di luar sana, di suatu perbatasan yang menjadi konflik hingga hari ini." kini Azeeza yang menjelaskan sambil mengunyah makanannya.

"Ah, begitu." aku menundukkan kepalaku, bingung harus berkata apa lagi.

"Jongin juga bukan dari sini, dia dari tempat lain, sebuah belantara yang belum memiliki nama di dalam peta. Itulah kenapa wajahnya mirip Kera." sahut Azeeza mencairkan suasana.

"Hmphh"—

Park Chanyeol, dia menahan tawanya.

"Kenapa tertawa?" tanya Jongin mengintimidasi.

"Jongin, kau membuatnya merasa takut." Azeeza menatap Jongin dengan sebal lalu menepuk punggung Chanyeol.

Kami semua lalu tertawa. Perbincangan berlanjut, kami juga berbagi menu makanan masing-masing. Diluar dugaan, Azeeza mampu membuat Chanyeol cukup sering berbicara.

Kenapa tidak memotong rambut? Sejak kapan memakai kacamata? Kenapa jarang bicara? Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkannya tanpa henti kepada Chanyeol. Sampai pada akhirnya, ia mengajak Chanyeol untuk duduk di dekat kursinya lain waktu. Hal itu agar Park Chanyeol tidak tertidur di kelas dan Azeeza bisa segera membangunkannya, alibinya.

Kim Jongin juga cukup berani untuk bersikap jahil kepadaku di hari pertama kami bertemu. Ia menyentuh pundakku di sisi satunya, kemudian membuatku menengok, dan menuduh Boni sebagai pelakunya. Dia terus bertanya bagaimana rasanya memiliki saudara kembar, apakah semua pakaian kami sama, apakah kami pernah bertukar identitas, dan bagaimana cara kami membawa anak laki-laki ke rumah apabila memiliki saudara kembar yang terus mengawasi satu sama lain 24 jam seminggu. Boni terus menimpali pertanyaan Jongin, dia terus-terusan mengatakan bahwa Jongin itu kurang waras. Kami juga membicarakan tentang film-film lama.

Siang itu, aku menyadari ada yang lebih menyenangkan dibanding memandangi Junmyeon melalui jendela kelas seorang diri.

Dan kadang ada hubungan yang lebih baik dari sebatas jatuh cinta,

persahabatan.

***

Junmyeon's POV

Junmyeon duduk sendirian di halte pemberhentian bus sambil memperhatikan ponselnya. Ia terus memandangi langit yang mulai gelap dengan resah.

Tidak lama setelahnya, sebuah sepeda melintas di hadapannya. Seorang anak laki-laki dengan tubuh tinggi membonceng seorang gadis dengan wajah yang dikenalnya. Ia baru hendak menyapa gadis itu, namun begitu melihat gadis itu tengah menyenderkan kepala sambil memejamkan matanya dibalik punggung anak laki-laki tersebut, ia mengurungkan niatnya.

Junmyeon memang belum lepas dari keterkejutannya siang ini begitu mengetahui bahwa Bona dan Boni merupakan saudara kembar. Bagaimana tidak? Gadis yang duduk di depan mejanya dan gadis yang dilihatnya kemarin siang adalah sosok-sosok yang saling berhubungan. Namun ada satu hal lain yang membuatnya merasa resah.

Soal Boni, ia jelas tahu bahwa ia sudah mengenali gadis itu sebelumnya. Gadis dari klub softball satu tahun yang lalu, yang melempar bola kasti tepat ke kepalanya.

Seringkali ia berpikiran Bona adalah sosok Boni yang dulu pernah dikenalnya, namun kemarin hari saat mengetahui bahwa Bona dan Boni adalah sosok yang berbeda, hal itu justru memunculkan pertanyaan baru baginya.

Jauh sebelumnya, ia selalu merasakan eksistensi seseorang dalam diri Bona.

Dan jika perasaan familiar yang dirasakannya setiap kali ia bicara dengan Bona muncul karena alasan lain, apakah mungkin ia pernah mengenali Bona sebelumnya?

Cara gadis itu bicara mengingatkannya pada seseorang.

Seseorang yang ia kenal, tapi tidak pernah ia temui sebelumnya.

Seseorang yang ia ketahui keberadaannya walau tidak pernah ia lihat secara langsung.

Junmyeon melihat kembali ponselnya dengan ragu lalu menyenderkan kepalanya.

Ia terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak hari ini.

Tbc..

64 KilogramsWhere stories live. Discover now