32

843 212 54
                                    

Dari sudut ini, dapat kulihat dengan jelas bayangan dari langkah kaki Junmyeon yang terus mendekat.

Kudongakan kepalaku dan kini aku mendapatinya berdiri di hadapanku sambil menunduk.

"Namanya Sora. Sama seperti kita saat ini, ia juga mengunjungi Stardust." ujarnya sendu, dengan senyum serapuh awan.

Aku mengernyitkan alisku kemudian dengan spontan memandangi wanita yang masih berdiri jauh di belakangnya. Wanita itu menundukkan kepalanya sopan seolah menyapa.

Aku tidak tahu percakapan macam apa yang ada diantara mereka selama lima belas menit sebelumnya. Tapi yang pasti, aku tahu itu bukan pertemuan mereka yang pertama.

Dan selama bukan perasaan cemburu yang kurasa saat ini, aku tidak akan banyak bertanya.

***

Malam hari bukan lagi jam-jam menyenangkan di depan layar komputer yang menyilaukan. Bukan lagi soal postingan internet dan kotak kolom komentar.

Bagaimana perasaan kehilangan baru dapat dirasakan ketika sesuatu yang hilang itu tidak lagi ada seperti saat kita membutuhkannya adalah keadaan yang sangat sulit diterima. Rasanya seperti terus memanggil nama seseorang tanpa mendapatkan jawaban apapun.

Ini pukul 2 pagi dan aku baru menyadari bahwa aku kehilangan seorang teman.

Teman baik.

***

3rd of September

[Load more message.. ]

"Mereka jahat. Benar-benar jahat."

"Kenapa tidak kau pukul mereka tepat di wajahnya?"

"Aku takut!"

"Ah, kau juga membuatku muak sekarang. Mau pura-pura jadi anak baik?"

"Mereka menakutkan. Kau berani bicara begini karena ini internet."

"Kau juga berani bicara yang buruk-buruk tentang mereka kepadaku karena ini internet."

"Ya! Stardust, kau orang paling menyebalkan yang pernah kukenal!"

"Aku sudah dengar itu dari banyak orang."

"Pasti menyenangkan ya kenal banyak orang?"

"Tidak juga. Rasanya melelahkan ㅋㅋㅋㅋ"

"Tidak kenal banyak orang lebih buruk. Rasanya membosankan."

"Coba pukul pundak salah satu dari mereka lalu tersenyum seperti idiot. Mereka akan menyukaimu. Orang-orang biasanya menyukai orang bodoh."

"Melakukannya tidak semudah caramu mengirim pesan, Stardust."

"Kalau tidak dicoba juga tidak akan tahu, kan?"

***

Air mata kembali lolos membasahi wajahku.

Aku kembali membuka pesan-pesan lama dan mulai merasa takjub bagaimana tulisan-tulisan elektronik tersebut terdengar seperti percakapan dua orang sahabat lama yang selalu duduk bersampingan di dalam kelas

Perasaan kehilangan butuh waktu untuk dapat disadari, butuh waktu lama untuk dirasakan, butuh waktu lama juga untuk disembuhkan.

Seperti itulah sistemnya bekerja.

Sebenarnya apa yang akan terjadi jika saja aku mencoba untuk lebih peduli?
Apa yang akan terjadi jika aku mengunjunginya lebih dulu?

Apa semuanya akan berubah jika saja aku bertanya apakah ia baik-baik saja sejak awal?

64 KilogramsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang