Aruna#7: Dunia Sempit

2.6K 148 15
                                    

Bunda dan Aruna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunda dan Aruna

******

KESIBUKAN murid kelas XII memang tidak akan pernah jauh-jauh dari yang namanya tugas dan belajar, belajar, dan belajar untuk persiapan Ujian Nasional yang tak lama lagi. Berkutat dengan buku-buku soal UN sudah menjadi rutinitas yang Aruna jalani di hari weekend-nya sejak naik ke kelas dua belas.

Meski baru tiga bulan lamanya duduk dibangku kelas XII, Aruna sudah harus mempersiapkan segalanya sejak saat ini. Ia harus belajar lebih giat lagi agar bisa masuk universritas negeri favorit dan berjuang agar juga bisa mendapat beasiswa.

Aruna tak bisa mengikuti bimbel di luar karena terkendala biaya. Ia tak ingin menambah beban pikiran bundanya. Rasanya melihat bundanya harus banting tulang dan sering begadang untuk menyelesaikan pesanan jahitan saja sudah membuat Aruna sedih. Gurat-gurat lelah diwajah bundanya membuat Aruna ingin segera rasanya bisa membahagiakan bundanya.

Aruna meregangkan tubuhnya lalu merebahkannya di atas tempat tidur. Matanya menatap lurus pada langit-langit kamarnya yang bewarna biru yang ditempeli stiker bintang-bintang beraneka warna.

"Runa, Bunda masuk ya?" Sarah mengetuk pintu kamar putrinya.

"Ya, Bunda." Aruna segera mengubah posisinya menjadi duduk bersila di atas tempat tidurnya yang kini berserakan dengan buku-buku dan lembaran soal-soal.

"Kamu lagi belajar?"

"Iya Bun."

"Maafin Bunda ya Nak. Bunda gak bisa ikutin kamu bimbel," ucap Sarah dengan tatapan sendu.

Aruna menggeleng. "Bunda ngomong apasih, Runa gapapa kok gak bisa ikut bimbel. Runa masih bisa bejalar sendiri di rumah, buku-buku di perpustakaan sekolah juga lengkap jadi ngebantu banget. Kalaupun ada yang gak Runa ngerti, nanti bisa Runa tanyain sama guru di sekolah," sahut Aruna dengan senyum manisnya, menenangkan hati sang bunda.

Jujur ia sama sekali tak marah pada bundanya yang tak bisa membiayai bimbelnya. Baginya itu bukan perkara besar.

"Kamu memang anak baik. Bunda bangga sama kamu." Sarah memeluk Aruna, mengusap punggung anaknya sembari menciumi puncak kepala Aruna berulang-ulang.

"Kamu gak usah khawatir tentang kuliah nanti. Bunda akan usahakan semampu Bunda. Kamu hanya perlu belajar. Jangan pikirkan apapun lagi," ucapnya, lalu melerai pelukannya.

Aruna tersenyum. Menatap manik mata Sarah yang sudah berkaca-kaca. Bagaimana pun juga ia tak akan bisa setenang itu dengan tidak memikirkan tentang kelanjutan pendidikannya. Ia tak ingin jika beban itu hanya ditanggung seorang diri oleh bundanya.

"Oiya, Bunda ada perlu apa tadi?" tanya Aruna, mengalihkan pembicaraan.

"Iya, Bunda sampai lupa." Sarah menepuk keningnya sendiri. "Ini Bunda mau minta tolong. Boleh?"

ArunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang