Samudera - 31

17.6K 2.1K 214
                                    

Sekembalinya Oceana ke Indonesia langsung dihadapkan dengan tugas-tugas yang menggunung padahal ia cuma izin 3 hari dan semua tugas-tugas itu harus dikumpulkan minggu depan. Gadis itu menghela napas dan menatap Gia yang tengah mengunyah bakso di depannya. "Harus banget ya gue disambut oleh tugas-tugas?"

"Jangan sekolah kalau gak mau ada tugas," balas Gia santai. "Oh iya Gea udah gak di sini lagi. Dia pindah ke Bandung, ikut Mama."

"Hah? Ikut Mama? Maksudnya?"

"Orangtua gue cerai, ya you know lah gimana keadaan Mama Papa gue selama ini yang sering bertengkar dan pada akhirnya mereka udah gak bisa mempertahankan pernikahan itu. Ternyata diam-diam belakangan ini mereka urus perceraian dan kemarin resmi berpisah."

Oceana memegang pundak Gia, mencoba menguatkan perasaan sahabatnya itu karena tidak ada seorang anakpun di dunia ini yang rela orangtuanya berpisah. "Sabar, Gi. Mungkin ini jalan terbaik dari Tuhan."

Gia menghela napas. "Gea sering bilang kalau dia iri sama lo, lo punya keluarga utuh yang harmonis, lo punya kehidupan yang sempurna, lo punya Samudera yang juga sayang banget sama lo."

"Salah satu faktor yang buat Gea ada di pihak Ara karena itu, karena dia iri dengan hidup lo. Gue juga iri, Na. Tapi gak buat gue sampai gelap hati."

Oceana baru sadar ternyata kebahagiaan yang ia miliki selama ini membuat orang lain iri. Kenapa harus iri? Bukankah semua orang punya kebahagiaan masing-masing?

"Gi, kita punya porsi kebahagiaan masing-masing dan Tuhan itu adil."

"Adil ya?" Gia tertawa hambar lalu menurunkan tangan Oceana dari pundaknya. "Kalau adil, kenapa orangtua gue cerai? Dan orangtua lo utuh? Kenapa lo punya segalanya yang gak gue punya. Lo punya Abang, lo punya pacar yang tulus, lo cantik, pintar, terkenal dan semua orang sayang sama lo. Letak keadilannya di mana, Na?" Gia berbicara dengan intonasi standar namun penuh penekanan.

"Gi, kebahagiaan itu kita yang ciptakan sendiri. Lo mau tahu kunci kebahagiaan itu apa?"

Oceana menatap Gia seraya tersenyum tipis. "Kunci kebahagiaan itu selalu bersyukur dan berpikir positif."

Gia beranjak dari posisinya. "Gue pulang duluan."

Oceana menatap nanar punggung Gia yang sudah naik Grab yang ia pesan beberapa waktu lalu. Kemudian ia meraih ponselnya di atas meja lalu membuat aplikasi whatsapp.

Oceana : Sam, aku mau curhat:(

"Andai kamu di sini, Sam. Aku butuh bahu dan dada kamu."

Oceana : tadi Gia cerita ke aku kalau orangtuanya cerai dan dia bilang iri sama aku. Iri karena aku punya keluarga utuh dan aku punya kamu. Salah ya kalau aku punya kalian? Lagian aku heran kenapa harus iri-irian padahal kebahagiaan itu udah diatur sama Tuhan. Lagian makannya sama-sama nasi kenapa harus iri? kecuali makanan aku berlian baru boleh iri.

"Ternyata LDR itu gak enak banget. Mau curhat aja susah."

Oceana : aku kangen kamu:)

Oceana melirik arloji di pergelengan tangan kirinya, melihat pukul sudah sore ia menghubungi Adrian, mumpung Abangnya itu ada di rumah.

Oceana : Bang, jemput gue dong, di warung bakso dekat sekolah.

Brother : ok

Sembari menunggu jemputan, Oceana membuka instagram dan stalking akunnya Samudera yang sudah jarang aktif, post-an terakhirnya saja sebulan yang lalu dan isi instagramnya tidak lebih dari 10 gambar. Kebanyakan foto candid Oceana yang diambil diam-diam oleh Samudera.

Oceana meraih boneka teddy bear kecil yang diberi oleh Samudera saat di bandara kemarin, yang kalau dipencet tombol di dada boneka itu akan mengeluarkan suara yang sudah diatur oleh Samudera.

Hai Oceana, jarak memang jauh tapi hati kita dekat. Jarak yang menguji seberapa kuat cinta yang kita miliki. Jangan bosan untuk menunggu karena kamu adalah tempat ternyamanku dan akan pulang hanya menunggu waktu. I love you, My Oceana.

Kata-kata itu bisa membangkitkan lagi semangat Oceana, itu lah yang membuat dirinya masih betah menunggu karena janji itu pasti akan terwujud. Suatu saat nanti.

Sebuah motor berhenti di depan warung itu lalu Oceana menghampiri. "Kok Kak Arvin yang jemput?"

"Yang balas chat kamu tadi itu gue. Adrian lagi tidur, kasihan kalau dibangunin. Gak apa-apa kan?"

Oceana mengangguk lalu meraih helm yang diberikan oleh Arvin kemudian naik di atas motor ninja itu.

Arvin adalah sahabat Adrian sejak SMA dan mereka juga mengambil jurusan yang sama di universitas yang sama pula.

Tiba-tiba motor itu berhenti di sebuah kafe yang bernuansa klasik karena rintikam hujan yang sudah membasahi bumi. "Mampir dulu ya, sambil nunggu reda."

Keduanya berjalan memasuki kafe yang sudah padat tersebut. Mereka memesan red velvet dan hot chocolate.

"Kak Arvin suka red velvet juga?"

Arvin mengangguk. "Iya, soalnya Mama suka bikin itu sih. Kalau pulang pasti request itu ke Mama."

"Aku juga suka red velvet."

"Jangan-jangan kita jo-"

Arvin melanjutkan ucapannya. "Jomblo."

"Kak Arvin aja kali, gue kan punya doi."

"Oh iya? Kalau punya doi kenapa minta jemput Abang?"

"Kan LDR."

"Pacaran dunia virtual?"

Oceana memukul bahu Arvin pelan. "Enak aja! Dia lagi sekolah pilot di New Zealand."

Arvin manggut-manggut. "0,1% LDR itu berhasil. Apalagi beda negara seperti ini. Kita gak tahu takdir seperti apa yang akan terjadi ke depannya."

"Kok Kak Arvin bikin gue parno?"

Arvin terkekeh pelan. "Gue cuma bicara fakta sih, Na. Cinta sewajarnya agar nanti pas lo jatuh juga sewajarnya."

"Kak, udah ah. Jangan bahas itu."

Tak lama kemudian pesanan mereka datang.

♥ ♥ ♥

"Papa-" panggil Samudera kepada seorang pria yang berada tak jauh darinya,  kemudian menoleh seraya menampilkan senyuman terbaiknya.

Andre, Ayah dari Samudera berkata, "terima kasih kamu sudah menuruti keinginan Papa untuk sekolah pilot di New Zealand. Tapi masih ada satu permintaan Papa yang belum kamu penuhi."

"Apa, Pa?"

"Menikah dengan Nathalin."

"Aku mencintai gadis lain dan bukan dia. Jangan paksa aku."

"Salah satu alasan Papa menyuruh kamu sekolah di New Zealand adalah agar kamu dekat dengan Alin."

"Pa, please."

"Alin gadis yang baik. Bukan berarti pilihan kamu gak baik. Tapi Papa sudah berharap kamu menikah dengannya sejak dia lahir ke dunia ini."

"Tapi, Pa."

"Jalani dulu hubungan kamu dengan Alin, terima dulu. Jangan tolak keinginan Papa."

"Pa-"

Samudera terus mengejarnya namun pria itu tetap berjalan semakin jauh tanpa menoleh dan meninggalkan kebimbangan.

Samudera terjaga dari tidurnya, sudah beberapa kali ia mimpi seperti itu dan mimpi itu terasa nyata. Dan Samudera tidak tahu arti dari mimpi itu.

"Gue harus gimana? Apa permintaan Papa di mimpi itu harus gue penuhi?" Samudera mengacak rambutnya frustasi, dan seakan rasa kantuknya sudah hilang bersamaan dengan datangnya mimpi itu.

♥ ♥ ♥

4 Part lagi tamat kayaknya. Jangan sedih. Karena aku bakal bikin sequelnya inshaa Allah. Jangan lupa vote dan comment :)

SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔Where stories live. Discover now