05

7.2K 615 19
                                    

Double up🌻

Jangan lupa taburan bintang dan komennya🌻

Enjoy!

*****

Kayla

Ngerepotin.

Ternyata buah jatuh gak jauh dari pohonnya itu juga berlaku buat Ando bersaudara ya. Gak kakaknya, gak adeknya selaluuuuu aja ngerepotin gue.

Pagi ini, Ando berulah lagi. Dia nolak buat diperiksa dokter lain karena kebetulan gue lagi ada pasien urgent dan gue minta tolong sama Dokter Drian buat handle Ando dulu. Tapi ternyata, Drian dateng sambil marah-marah sama gue. Katanya sebagai balasan karena dia udah kena marah pasien gue.

Setelah gue selesai dengan pasien gue, gue langsung melangkah menuju kamar rawatnya Ando. Musti ditatar ya cowok yang satu ini biar bisa diatur dikit.

Gue membuka pintu kamar rawatnya dengan kasar dan sedetik kemudian suara marah langsung memenuhi telinga gue.

"Heh biasa aja dong buka pintunya! Kalo gue meninggal karena serangan jantung gimana?"

Gue memutar bola mata gue dan melangkah mendekatinya.

"Diem, bukan lo yang harusnya marah, melainkan gue!" balas gue.

"Lho kok elo? Kan yang barusan bikin gue kaget itu elo, harusnya gue dong yang marah!"

Dan tanpa pikir panjang karena gue lagi males banget berurusan sama versi cerewetnya Ando, gue tepuk dahinya keras dan membuatnya meringis kesakitan.

"Lo kenapa pake gak mau diperiksa sama dokter Drian sih? Jadi pasien kok pilih-pilih."

"Harusnya lo berterima kasih ke gue karena udah menjauhkan lo dari berita aneh-aneh."

Gue mengernyitkan dahi gue, "maksud lo?"

"Kalo setelah diperiksa dokter baru itu gue kenapa-napa, nama yang bakal disorot kan elo, karena orang-orang taunya elo dokter yang ngerawat gue, terus semua orang jadi mencari-cari elo, nama bahkan wajah lo akan ada di seluruh penjuru negeri, dan itu bukan hal yang enak, tahu?"

Gue menaikkan sebelah alis gue setelah Ando menyelesaikan ocehannya. "Gitu?"

"Oke makasih ya atas pemberitahuannya, tapi itu gak akan terjadi, diperiksa sama gue atau bukan, lo gak akan kenapa-napa, lagian juga gue bingung kenapa sih Dokter Batara milih buat elo dirawat di sini? Padahal rawat jalan juga bisa."

"Panggil Janu aja, repot banget lo manggil dia dokter Batara."

Gue mengerjapkan mata gue berkali-kali. "Gue tahu lo gak biasa manggil dia begitu," lanjutnya.

"Mau Janu, mau dokter Batara, dia tetap orang yang sama kan?" tanya gue.

Sama-sama nyakitin gue.

Ando senyum miring ke gue, sepertinya dia beneran tahu kalau gue pernah ada apa-apa sama kakaknya. Lalu kalau tahu, tahu darimana coba dia? Janu? Gue rasa enggak deh. Janu gak comel. Gak kayak adiknya nih.

"Rusuk lo masih sakit gak?" akhirnya gue berusaha mengalihkan pembicaraan karena gak mau topik Janu semakin lama dibahas.

Ando menggeleng pelan dan gue mengecek infusnya. "Udah mau abis, nanti suster ke sini buat ganti, besok kita terapi lagi ya, siang, terapi terakhir sebelum gue cek lo bisa pulang apa enggak."

Dan tanpa gue sebelumnya, bahkan sampai kapanpun gue gak akan pernah menduga kalau Ando akan melakukan ini ke gue.

Dia menarik tangan gue yang masih mengecek infusnya sampai gue duduk di pinggir tempat tidurnya dan dia natap gue. Intens banget. Gue bahkan sampai gak berani napas karena takut dia akan denger suara napas gue.

Hiraeth.Where stories live. Discover now