"LEBIH KENCENG, PAK!" teriak Aldo semangat. Iman menaboknya keras.

"PALA LO LEBIH KENCENG, GUE UDAH MAU MATI NIH."

"BARU JUGA MAU, BELOM MATI BENERAN." Mereka saling berbicara dengan suara keras karena merasa lawan bicaranya tidak akan mendengar jika menggunakan intonasi biasa.

Arga dan teman-temannya yang lain terkikik mendengar perdebatan antara Aldo dan Iman.

Tempo dipercepat. Beberapa orang menjerit senang, ada juga yang ketakutan. Gain menggenggam erat tangan Arga karena pergerakan kora-kora yang cepat mulai membuat perutnya mual. Dia bahkan lupa jika masih marahan dengan cowok itu.

"LEBIH KENCENG LAGI, PAK!" Aldo kembali bersuara.

"MATI LO ABIS INI. JANGAN TERIAK MINTA TAMBAH KECEPATAN, BEGO, NYAWA GUE HAMPIR MELAYANG," teriak Iman frustasi. Kali ini tanpa tabokan karena tangannya sibuk menggenggam erat besi untuk menjaga keseimbangan duduknya.

"GUE PENGEN MUNTAH." Yudhi yang sejak tadi diam saja pun mengeluarkan suara. Kepalanya tertunduk, tangan kanannya memegangi perut, menahan rasa mual.

"JANGAN MUNTAH DI SINI WOY!!"

"LEBIH KENCENG LAGI, PAK!!"

"ALDO GOBLOK! YUDHI MAU MUNTAH, BEGO! MALAH MINTA DIKENCENGIN LAGI."

"LEBIH KENCENG LAGI, PAK!!" teriak Aldo menghiraukan teriakan Iman. Dia terlalu bersemangat. Gain menyandarkan kepalanya di bahu Arga, dia mulai merasa pusing.

"LEBIH KENCENG LAGI, PAK!" teriak Aldo untuk kesekian kali. Arga berdecak, mulai terganggu dengan teriakan Aldo yang membuat telinganya berdengung, dia berteriak keras sekali.

"WOY, WOY, YUDHI MUNTAH. WOY, STOP, WOY!" Iman heboh sendiri. Dia jijik melihat Yudhi muntah-muntah. Kaki ia angkat tinggi-tinggi supaya tidak terkena muntahan sahabatnya itu. Arga membisiki Gain untuk mengangkat kaki dan dituruti oleh cewek itu. Penjaga wahana yang melihat itu segera memerintahkan rekannya untuk menghentikan laju kora-kora. Para penumpangnya turun satu per satu. Begitu tiba gilirannya turun, Iman langsung melompat. Dia bergegas turun lalu duduk berselonjor di tanah. Kepalanya pusing, perutnya mual, wajahnya pucat. Yudhi sudah tepar di sampingnya, dia bahkan tidak peduli jika berbaring beralaskan tanah. Aldo yang melihat kedua temannya tak berdaya malah mentertawakan.

"Ah, Yudhi, celana gue kena muntahan lo, nih," protes Irma tak suka.

"Ya, maaf, kan gue nggak sengaja."

"Basuh air dulu yuk, ntar baru naik wahana lagi," saran Ifo. Dia dan dua temannya meninggalkan yang lain untuk mencari toilet.

***

"Eh, Ga, lo beneran nggak mau ikut naik?" tanya Aldo sekali lagi untuk memastikan. Siapa tahu sahabatnya itu berubah pikiran.

"Nggak. Udah sana, ntar keburu penuh," usir Arga. Dia sengaja tidak ikut naik kincir angin karena ingin memberikan waktu berdua untuk Gain dan Neal. Selain itu, dia juga belum baikan sama Gain.

Aldo mengedikkan bahu. Dia menghampiri Yudhi yang sedang mengantri untuk membeli tiket. Tiba-tiba terbesit sebuah ide dipikirannya. Kemudian dengan cepat dia membisiki Yudhi.
"Wah, boleh juga tuh," sahut Yudhi semangat.

Setelah mendapatkan tiket, Yudhi dan Aldo menghampiri dua temannya. Mereka memberikan dua tiket supaya temannya bisa langsung naik.
"Eh, tapi Ifo gimana?" tanya Reva.

"Udah sih, lo naik sama Irma aja. Keberatan ntar kalo bertiga, ntar paling Ifo sama Gain," bujuk Aldo.

"Ya udah." Yudhi dan Aldo tertawa senang karena rencananya berhasil.

"Neal... Sini," panggil Yudhi. Dia memberikan dua tiket pada cowok itu, yang satu untuknya yang satu untuk Gain. Neal tersenyum lebar karena itu.

"Lo aja sana yang kasih! Gue naik dulu, tapi ntar lo langsung nyusul ya, biar nggak diduluin sama Iman."

"Sip." Aldo mengacungkan jempolnya. Dia menghampiri Iman dan memberikan tiket itu tanpa bicara, kemudian dia berlari cepat. Setelah naik kincir angin dia baru berteriak.

"LO NAIK SAMA IFO, YA." Iman mengumpat dalam hati. Teman-temannya sedang mengerjainya. Iman menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia agak gugup gara-gara Aldo dan Yudhi tahu kalau dia menyukai Ifo, padahal sebelum kedua temannya tahu dia biasa saja.

"Naik yuk, Fo."

"Ayok." Ifo menjawab seperti biasa. Tentu saja, dia kan tidak tahu kalau Iman menyukainya. Kalau Ifo tahu, mana mau dia bareng Iman.

"KEMESRAAN INI... JANGANLAH CEPAT BERLALU...." Yudhi dan Aldo bernyanyi kompak, menggoda Iman yang berada tak jauh dari mereka. Iman menggerutu kesal. Dia ingin melempar kedua temannya itu dengan sendal, tapi tentu saja itu tidak dilakukan. Yang benar saja, mana mau dia mengorbankan sendalnya untuk dua orang jahil itu.

Kincir angin terus berputar. Terkadang dihentikan beberapa menit karena ada yang naik. Sepanjang putaran Yudhi dan Aldo tak henti-hentinya menggoda Iman. Ifo diam saja karena tak tahu maksud dua orang itu. Sedangkan Neal dan Gain menikmati pemandangan pasar malam dalam diam. Keduanya seolah canggung untuk memulai obrolan. Kincir angin kembali dihentikan, kali ini Neal dan Gain berada di posisi atas. Membuat Gain sedikit merinding saat melihat ke bawah, tapi ia juga takjub karena melihat gemerlap lampu dari atas.
"Gain..." panggil Neal pelan. Gain menoleh, mengabaikan pemandangan lampu itu untuk menatap Neal. Dia mengernyit bingung karena tiba-tiba Neal menggenggam kedua tangannya.

"Kenapa?"

"Gue cinta sama lo," kata Neal to the point. Gain terdiam. Ini bukan pertama kalinya Neal mengungkapkan perasaan padanya. Gain juga tahu kalau Neal itu tulus. Hanya saja, dia masih butuh waktu untuk menerima seseorang untuk berada di sisinya. Dia tidak ingin kejadian seperti saat bersama Ivan terulang lagi. Dia tidak ingin kejadian seperti saat bersama Conan kembali ia rasakan. Meskipun itu hanya pura-pura, tapi tetap saja ia sakit hati.

"Gain... Gimana?" Gain diam. Memikirkan jawaban yang tepat. Menimang-nimang jawaban mana yang akan ia pilih. Dia tidak ingin menyakiti Neal. Cowok itu sudah sangat baik padanya.

"Lo mau jadi pacar gue nggak?"

TBC
13 Mei 2018
©Mindsweet

****

Jangan lupa kritik dan sarannya ya teman-teman. Terimakasih sudah membaca 😊

Ssstt Pacar Pura PuraWhere stories live. Discover now