Papah...

207 12 0
                                    

  Nael membuka kelopak matanya saat ponselnya berbunyi. Matanya melihat sekilas Jian yang sudah nyenyak tidur di kasur-nya. Dengan cepat dia meraih ponselnya.

  "Halo?" Nael mengusap matanya yang terasa berat.

  "Hallo mas Ael?"

  Nael terdiam sejenak, mengingat suara familiar yang hampir hilang beberapa bulan. Ya... itu pembantu di rumahnya.

  "Bibi?" Nael mengerutkan keningnya.

  "Iya mas, ini bibi di rumah. Mas, Bapak masuk rumah sakit, tolong pulang ya mas"

  "..."

  "Mas?"

  "Iya bi" Ucap Nael dengan bergetar sambil menutup ponselnya. Dia berdiri meraih jaketnya dan berlalu meninggalkan Apartement Jian.

  Saat ini hujan cukup deras, dia menuju Apartement Nata terlebih dahulu.

***

  "Nael? Kok basah kuyup gini" Nata terkejut melihat Nael yang sudah basah kuyup ada di depanya.

  Nael tak menjawab, dia masuk ke dalam. Mengambil tas sekolahnya dan memasukan beberapa baju-nya.

  "Lo, mau kemana?" Tanya Nata pelan. "Wisata" Katanya tak menatap Nata sama sekali.

  "Sorry ganggu" Kata Nael berlalu pergi sambil menutup pintu apartementnya.

  Nata menatap pintu yang tertutup begitu saja. Lalu dia menatap payung lipatnya yang tergantung dan berlari mengejar Nael.

  Tap

  Tap

  Tap

  Brugh!!!...

  "Kak Nat-nat!" Joe anak Madam Rose berlari kecil saat mendengar suara gaduh dari anak tangga.

  Dan dia melihat Nata tersungkur disana.

  "Kakak kenapa?" Joe membantu Nata berdiri walaupun tidak ada tenanganya sama sekali. "Gak papa" Nata meringis pelan dan berdiri.

  Nata berlari kembali mengejar Nael, tak memperdulikan orang-orang penghuni apartement ini menganggapnya gila atau apalah.

  Nael melangkahkan kakinya meninggalkan apartement sambil menutupi kepalanya dengan telapak tanganya sendiri.

  Tapi tak lama dia melihat di atasnya payung berwarna pink melindunginya.

  "Wisata seru ya?" Tanya Nata saat mereka berdua berjalan. Nata berjalan di belakang Nael.

  "Hm" guman Nael singkat. Tiba-tiba  Nael menghentikan langkahnya, lalu menatap Nata dengan tatapan Aneh.

  Ada kilatan sendu di sana, tatapan tajam itu menghilang.

  "Ada apa?" Tanya Nata menatap mata Nael.

   "Gak papa" Nael mengetuk pelan dagu Nata yang memar dengan jari telunjuknya, Nata baru sadar kalau dagunya sudah berwarna ungu.

  "Sana" Nael memutar tubuh Nata membelakanginya dan mendorongnya sedikit.

  Nata akhirnya berjalan meninggalkan Nael. Dan Nael pun berjalan menuju halte.

***

   Nael berlari cepat menuju ruang ICU. Sesampainya di sana, tidak ada  orang. Tidak ada siapapun menemaninya di sini.

  Dia duduk di kursi tunggu, sambil mengeluarkan ponselnya. Dia menelpon Jian tapi wanita itu tak menjawabnya sama sekali.

  Nael baru menyadari kalau dia benar-benar sendirian. Dia terus menelpon Jian walaupun tak ada jawabanya.

  Drekk...

  Seorang dokter dan beberapa perawat keluar dari ruangan papahnya.

  "Kamu siapanya pak Michael ya?" Tanya Dokter itu dengan raut wajah sendu.

  "Saya anaknya, Nael. Dok, gimana papah saya?" Tanya Nael cepat.

  "Maaf. Papah kamu meninggal semenit yang lalu"

  Degh...

  Nael terdiam tak bergeming, lalu setetes air mata jatuh di pipinya begitu saja.

  "Papah..."

   Tenang aja Ael... kan masih ada papah di sini...

  "Papah!!!" Teriak Nael histeris

  "Kami mohon maaf" Kata dokter itu, merasa bersalah saat melihat Nael se histeris ini.

  "Papah!" Nael benar-benar hancur sudah.

  "Ini ada surat dari beliau" Kata dokter. Nael yang masih nangis meraihnya lalu mulai membacanya.

  Hai boy...

  Maaf tulisan papah jelek ya.
Ael, papah sedih kamu ninggalin papah sendirian di rumah. Papah tau kamu marah kan sama papah?

  Karena papah maksa kamu buat maafin mamah kamu. Maafin papah yang gak bisa mengerti kamu Ael...

  Papah cuma orangtua yang lemah, yang ngerepotin kamu, papah gak bisa jaga kamu kayak papah oranglain.

  Papah kangen kamu Ael...

  Kamu harus tau, kalau mamah itu sayang sama kamu. Jangan benci dia. Maafin dia, jaga dia kalau kamu ketemu ya? Papah pengen kayak dulu lagi.

  Ael... maafin papah ya?

  Nael terduduk di lantai, menangis sambil memeluk surat terakhir papahnya.

  Dia menyesal meninggalkan papahnya sendirian di rumah dan kabur dari semua masalah yang dia hadapi.

  Sudah. Seperti inikah rencana Tuhan? Menghancurkanya?

  "Papah..."

  Nael menelpon terus menerus Jian, tapi tak ada jawaban sama sekali. Nael melempar ponselnya ke sembarang arah.

  Dia menangis, sendirian di lorong sepi ini. Menangisi kepergian papahnya.

  Sampai kapan Tuhan mencobai-nya? Hanya papahnya yang dia punya saat ini. Alasanya tetap bertahan hidup.

  Lalu bagaimana sekarang?

 

Nata&NaelWhere stories live. Discover now