Sakit

198 9 0
                                    

  Nata menguncir rambutnya di depan cermin besarnya, bersiap untuk ke sekolah.

  Dari pantulan cermin, dia bisa melihat sosok Nael yang masih meringkuk di balik selimut tebalnya.

  Tumben? Biasanya kan dia udah duluan.

  "Woi... bangun! Lo gak takut telat huh?" Nata menyibakan tirai pembatasnya, melihat Nael yang tidur menyamping.

  "Woi..." Nata memukul pipi Nael

  "Duluan sana!" Nael menutup wajahnya dengan selimut, Nata menarik selimut Nael, lalu memegang dahi Nael.

  "Yaampun! Lo demam!" Panik Nata saat memegang dahi Nael yang panas."Berisik! Sana udah" Nael menutup lagi wajahnya dengan selimut.

  Nael membuka matanya dan selimutnya, menatap Nata yang sibuk bolak-balik ke dapur.

  "Ngapain lo?" Tanya Nael aneh. Nata berjalan ke arah Nael, lalu menempelkan plester penurun panas. Nael terdiam.

  "Sana sekolah, gua bisa sendiri" Nael menutup wajah-nya lagi.

  "Tapi lo--"

  "Udah sana!" Suruh Nael.

  Nata bangkit berdiri menuju dapur untuk membuatkan beberapa makanan untuk Nael.

  "Gua udah buatin lo bubur, tinggal makan. Plesternya jangan di lepas" Nata memakai tas sekolahnya, Nael tak menjawab.

  Saat Nata sudah benar-benar pergi, Nael berjalan susah payah menuju dapur melihat bubur yang Nata buat, susu dan air hangat.

***

   "Nael?!" Panggil bu Dwi mengabsen

  "Sakit bu!" Jawab Nata masih asik menulis bukunya.

  "Kok kamu tau?"

  Nata yang baru sadar, mendongak menatap bu Dwi dan seisi kelasnya menatapnya juga.

  "Enggh..."

  "Maksud Nata, mungkin aja Nael sakit bu" Defta menjawab sebelum Nata. Nata tersenyum kecil.

***

   Bel sudah berbunyi, Nata berlari buru-buru khawatir dengan kondisi Nael di apartement sendirian.

  "Nata!"

  Nata yang ada di anak tangga terakhir menoleh keatas, menatap Defta yang ada di anak tangga paling atas.

  "Defta?"

  "Maaf..."

  Nata tersenyum kecil. Defta tak sepenuhnya dia salahkan kan?

  "Di maafkan" Nata hendak berjalan lagi.

  "Gua tau!" Ucap Defta lantang, membuat Nata berhenti berjalan.

  "Gua tau ada beberapa hal yang gak bisa di paksain tapi, layak di beri kesempatan"

  "Gua akan nunggu kesempatan itu, sekalipun gak ada buat gua"

  "Terimakasih telah membuat saya jatuh cinta. Saya senang orang itu, kamu"

  Nata mengigit bibir bawahnya? Lalu berjalan meninggalkan Defta tanpa berkata.

  Kenapa begini?

***

   "Nael..."

  Nata mematung diam saat melihat suhu tubuh Nael di termometer menunjukan angka 38°.

  "Mahh..." igau-nya

  "Nael, tunggu yah! Gua panggil madam Rose du--"

  "Mamah..."

  Degh...

  Nata hanya bisa diam saat Nael menarik tanganya sambil mengigau Mamah...

  "Panas banget..." Nata khawatir

  "Nael!!!"

  Perlahan Nael membuka matanya yang berat dan sayu itu, lalu bangkit duduk sebisa mungkin.

  "Lo--"

  "Lo kenapa nangis?" Nael heran.

  "Habisnya panas lo nakutin! Sampe 38 gitu!" Nata menghapus air matanya.

"Cih... takut gua mati hm?" Nael tersenyum, diiringi ringisan. "Iya!" Jawab Nata membuat Nael terdiam.

  "Ya... kalau lo mati, pasti lo gentayangin gua kan?!" Nata mengelak. "Cih" Nael mendengus.

  "Tunggu ya, gua ke apotek dulu beli obat. Kalau kenapa-kenapa telpon gua ya? Nih nomornya" Nata memakai jaketnya lalu berlalu pergi.

  Nata baru saja berjalan semeter dari apartementnya ponselnya berbunyi.

  "Halo? Ini siapa?"

  "Sekalian beliin Gua KFC super hot sama softdrink-nya"

  Nael?

  "Heh! Enak aja lo. Masih sakit masa makan gituan?"

  "Cepetan!"

  Nata menutup telponya, Nata ingin melempar ponselnya ke lantai.

  Sementara Nael, dia memegangi dahinya yang masih di tempeli Plester penurun panas sambil membayangkan wajah tangis Nata tadi.

***

   Nael memakan ayam KFC-nya dengan nikmat. Sementara Nata menyusun beberapa obat di meja kecil.

  Lalu dia berjalan kearah Nael, menempelkan plester baru lagi di dahi Nael.

  "Semoga cepet sembuh... huh-huh!" Nata menepuk-nepuk dahi Nael. Nael tertawa lepas melihat Nata.

  Dia ketawa?

  "Apaansih?" Nael menatap Nata heran. "Itu jurus bunda gua, kalau sakit dan biasanya langsung sembuh"  Nata tertawa.

  "Selesai makan,obat lo, lo minum ya?" Suruh Nata. "Ntar juga sembuh pake jurus Bunda" Sahut Nael masih makan, Nata tertawa.

  Setelah minum obatnya, Nael sudah tertidur pulas. Nata belum tertidur. dia masih memperhatikan Nael dari balik tirai yang terbuka kecil.

  "Tidur"

  Nata mengangguk lalu menutup tirai dan tertidur.

  Gak papa gak deket sama dia, kalau gitu kan gak bakal ada perpisahan.

  Gua suka bertahan di posisi ini. Seengaknya gak ada alasan buat kehilangan dia.

***

 

Nata&NaelDonde viven las historias. Descúbrelo ahora