03 • Sepeda

Mulai dari awal
                                    

Baru saja Sakura menempatkan diri duduk di kursi meja makan, ponsel di saku roknya tiba-tiba berdering serta bergetar yang membuatnya hampir terlonjak karena kaget.

Cepat-cepat Sakura merogohnya, melihat nama penelepon di layar dan langsung mengangkat panggilan itu.

"Sakura!"

Suara Mama mendadak nyaring dan nadanya hampir membentak, tidak seperti saat ia menelepon Sakura ketika di sekolah tadi.

"Ya, Ma?" Sakura agak panik mendengar nada bicara Mama.

"Kamu bohongin Mama, ya!" seru Lira, mamanya Sakura.

"Bohongin apa?" Suara Sakura merendak, ia semakin ketakutan. Sambil bicara pun ia berpikir-pikir tentang apa yang telah ia lakukan sehingga Lira berucap seperti itu.

"Kamu tadi bilang ke Mama kalo kamu baik-baik aja di sekolah! Tapi, nyatanya kamu pingsan, kan?!" celetuk Lira, terdengar adanya rasa kecewa bercampur khawatir terhadap sang anak.

"Ngg ...." Sakura berdengung, bingung ingin berkata apa, karena sebelumnya ia tak pernah berbohong seperti ini pada Lira.

"Sakura!" panggil Lira lagi. "Kamu juga bohongin Mama! Kamu seharian nggak masuk kelas, kan? Kamu kabur sama anak lelaki! Iya, kan?!"

Sakura diam, tidak menyahut. Ia hanya menunduk dan jantungnya berdebaran sangat cepat, serta wajah dan matanya memanas. Ia seperti ingin menangis.

"Kamu baru hari pertama sekolah udah bikin masalah. Kenapa kamu kayak gini? Kenapa bohongin Mama, Sakura?!" lanjut Lira.

Menarik napas dalam-dalam, Sakura mengembuskannya perlahan agar jiwanya tenang. Dengan berusaha tegar dan tak menitikan sebutirpun air mata, Sakura mulai bicara pada Lira.

"Sakura nggak ada maksud bohongin Mama ... Sakura cuma nggak mau bikin Mama panik, karna Sakura tau Mama harus fokus kerja ...." tutur Sakura begitu lirih.

"Nggak ada yang lebih penting dibanding keluarga, apalagi anak!" balas Lira.

Sakura lagi-lagi terdiam. Tanpa sepengetahuan Lira, anaknya itu kini menangis tanpa suara. Ya, hati Sakura memang sehalus itu. Dibentak dikit saja dia akan langsung sedih, apalagi dimarahi oleh ibunya sendiri.

Setelah beberapa saat terdiam, Sakura pun mulai bersuara lagi. "Maafin Sakura. Dadah, Ma."

Usai berucap seperti itu, Sakura mematikan sambungan telepon, menghapus jejak air mata dan menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Selera makannya hilang seketika, membuatnya tak berminat lagi untuk makan. Alhasil, Sakura meninggalkan dapur ke kamarnya yang berada di lantai atas.

Melihat Sakura yang keluar dari dapur, Dini jadi bingung. Tapi, ketika ia lihat wajah Sakura yang tidak secerah tadi, Dini mengurungkan niatnya untuk bertanya karena takut mengganggu.

• • 🌸 • •

Sakura tertidur dengan seragam yang masih melekat di badannya. Mungkin ia kelelahan sehabis melanjutkan acara nangisnya hingga beberapa menit lamanya. Sakura memang seperti itu. Bila ia melakukan kesalahan, pasti ia akan menangis karena menyesalinya.

Lagian ... Sakura capek selalu diberi perhatian berlebih yang membuatnya tidak bebas melakukan sesuatu yang disukainya. Dikit-dikit larangan, dikit-dikit omelan, semua itu membuat Sakura merasa dirinya seperti robot yang hanya boleh melakukan aktivitas tertentu alias terbatas.

Oscillate #1: The Big Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang