[23] Talking All Night

Comincia dall'inizio
                                    

“Peringatan kematian orang tuaku tidak lama lagi. Aku mau membuat hidangan yang lengkap dan mewah, makanya aku bekerja.”

Hembusan napas yang begitu pelan terhembus dari Jungkook, sebuah rasa mengusik untuk masuk ke dalam dadanya kini. Ia tidak tahu. Jungkook terlihat seperti lelaki jahat saat ini.

“Lalu, kenapa kau tidak bilang?”

“Aku mau bilang saat kita bertemu, yaitu hari ini.”

Kembali, bebatuan rasa bersalah menyakiti beberapa bagian di dadanya. Helaan napas pendek dihembuskannya sebelum berucap, “Maaf.”

“Sudahlah, jangan dibahas lagi. Aku tidak mau bertengkar lagi denganmu.” Setelah kalimat dai Jisoo itu, kesunyian mulai mengunci keduanya, bergejolak dengan pikiran masing-masing.

“Lalu, setelah itu kau akan berhenti ‘kan?”

“Tidak, aku pikir akan tetap berlanjut. Bayarannya lumayan di sana.” Tak ada niat bersembunyi lagi jika sudah seperti ini, yang ada malah makin runyam nanti.

“Jisoo-ya ...,” lirih Jungkook dengan nada memohon yang sangat putus asa. Jungkook jelas sekali menujukkan bagaimana ketidaksukaannya melihat gadisnya itu bekerja dengan begitu keras.

“Jungkook-ah, hm?” Tak kalah dari Jungkook, Jisoo pun tampak begitu memelas memohon izin dari Jungkook. Rasanya ia pun tak bisa bekerja dengan baik jika Jungkook masih tak begitu ikhlas mengizinkannya.

“Kau tidak akan kuliah? Kalau kau terus bekerja, kapan kau akan mempersiapkan kuliahmu?”

“Tentu saja aku kuliah, oleh karena itu aku harus bekerja. Aku akan mengambil beasiswa nanti. Tapi, tetap saja aku pasti memerlukan biaya untuk lain-lainnya nanti.” Jungkook tak membalas ataupun merespon di sana, ia malah tampak membuang wajahnya dengan pikirannya yang tak berhenti berpikir.

“Aku akan mengambil Fakultas Kedokteran.” Begitu pelan Jisoo mengucapkan hal itu, dan berhasil membuat Jungkook memutar lehernya kembali dan menyatukan kembali tautan maniknya dengan Jisoo.

“Be-benarkah?”

“Hm, mimpimu cukup keren. Aku berpikir untuk mengikutinya.”

Kesalnya yang tadi sedikit menguasai hatinya, kini sedikit memudar kala mendengar bahwa gadisnya ini akan memilih kejuruan yang sama dengannya. Terlebih itu berkat ajakannya, ia yang mengundang gadisnya ini untuk lebih dekat kepadanya.

“Beberapa hari lalu, ada seorang pelanggan yang tiba-tiba kejang-kejang dan jatuh tak sadarkan diri di tempatku bekerja. Tapi, kebetulan ada seorang dokter di sana, ia melakukan beberapa tindakan dan pelanggan tersebut selamat sampai ambulans datang. Yang aku dengar, jika tidak ada dokter itu disitu, maka tak ada jaminan ia akan selamat sampai ambulans datang.” Senyuman tipis dari bibir dan kedua matanya menjadi jeda cerita panjangnya, bahagainya Jisoo kala melihat bagaimana seriusnya Jungkook dalam mendengarkan ceritanya.

“Lalu, aku berpikir ... jika saat itu ada dokter di tempat, apakah nenek akan selamat juga?” Perubahan ekspresi terjadi pada Jisoo dan juga Jungkook, raut Jungkook berubah menjadi kekhawatiran saat melihat Jisoo yang kembali merasa sedih saat mengenang sang nenek.

“Nenekmu ke tempat yang lebih baik.” Tangan Jungkook sudah berada di atas tangan Jisoo kini, perlahan menggenggam dengan kehangatan tangan Jungkook pun semakin mengalir pada Jisoo. “Aku tahu,” ujar Jisoo dengan senyuman keyakinan menatap Jungkook.

“Jeon Jungkook! Hei! Jungkook-ah!!” jelas teriakan nama Jungkook itu bukan berasal dari penghuni kamar itu, Jimin yang terdengar menggebu langsung membuka pintu kamar Jungkook dengan cepat hingga mengeluarkan suara yang cukup kuat.

RUMORSDove le storie prendono vita. Scoprilo ora