"Ini kelima kalinya. Ren, kapan kau akan berhenti?" Lirih Nayoung dan Ren mempoutkan bibirnya membuat Nayoung seketika gemas. Astga! Ia sudah berumur 30 tahun tapi masih saja terlihat mengemaskan.

"Aku sedang tidak ingin berkencan." Harus berapa kali Nayoung mengatakan ini agar Ren berhenti terus memaksanya.

"Wae? Youngmin sudah menikah dan aku sebentar lagi bersama Hyeri juga." Nayoung tersenyum, ia sangat tau bahwa Ren begitu mengkhawatirkannya seperti Youngmin. Melihat Youngmin begitu sibuk dengan pekerjaan dan rumah tangganya sehingga jarang ada kesempatan bagi mereka untuk berkumpul membuat Ren berfikir keras. Bagaimana kalau sebentar lagi dirinya akan menikahi Hyeri? Menjadi sibuk dan membuat Nayoung sendirian seperti saat awal mereka bertemu. Dulu, gadis itu seperti sebuah batu gunung yang menggelinding ke kota. Diam dan dingin, tak melakukan banyak pergerakan bahkan saat semua yeoja selalu berusaha mendekati dirinya dan Youngmin, tidak dengan Nayoung.

Lalu Nayoung berubah seperti sebongkah batu prasasti yang tertanam di inti bumi, tak tersentuh, kokoh dan dingin. Ren harus melakukan berbagai macam cara agar menariknya mendekat hingga malam puncak ia membuat gadis itu mabuk dan merekam semua pengakuan Nayoung. Semua rahasianya terkuak dan rekaman itu selalu Ren jadikan ancaman agar Nayoung terus mau berteman dengannya dan Youngmin.

Kenapa Ren sangat ingin Nayoung menjadi sahabatnya? Itu karena sebuah alasan kuat, malam saat Youngmin mabuk dan Ren kewalahan menghadapi Youngmin sampai berujung perkelahian dengan gengster, Nayoung datang menyelamatkan mereka dengan menyetel suara sirine polisi dalam ponselnya dan para gengster itu pun lari terbirit-birit.

Cukup mencengangkan, melihat teman jurusan dan sekelasnya ini nampak peduli, biasanya lalat hinggap dihidungnya saja ia tak akan peduli. Karena itulah Ren bersumpah akan menjadikan Nayoung sahabatnya setelah Youngmin. Bahkan kali ini Youngmin tak menunjukkan respon penolakannya, ia sangat menyukai Nayoung karena mengingatkannya pada kembarannya yang meninggal.

Nayoung dan Ren seolah mengenang pertemuan mereka dulu sampai dekat seperti ini. Nayoung berpikir bahwa ia akan sendirian selamanya tapi Tuhan menuliskan garis lain untuknya. Nayoung bersyukur memiliki sahabat seperti Ren, ia pun segera memegang kedua tangan Ren. "Aku baik-baik saja tenanglah, aku akan sangat sibuk dengan pekerjaan jadi kau tak perlu khawatir aku akan kesepian." Kata Nayoung membuat Ren lagi-lagi menghela nafas.

"Apa kau masih menyimpan rasa kepadanya?" Pertanyaan yang cukup sensitif bagi Nayoung dan Ren cukup lama memendam pertanyaan ini.

Nayoung menggeleng. "Aku hanya ingin menghabiskan waktuku sendiri. Jika nanti kurasa aku mulai membutuhkan seseorang, barulah aku akan mencari." Jawab Nayoung dan Ren mengangguk.

"Nayoung...." Seseorang memanggilnya. Nayoung dan Ren menatap seorang wanita paruh bayah dengan baju ungunya.

"Suster Ma, wae?" Tanya Nayoung dengan ramah.

"Direktur memanggilmu." Lanjut wanita itu membuat Nayoung mengangguk.

"Baiklah, sebentar lagi aku akan kesana." Kata Nayoung dengan senyum ramahnya.

"Kenapa dia memanggilmu?" Tanya Ren dan Nayoung mengelengkan kepalanya.

"Jangan bilang dia akan mencarikanmu teman kencan juga?" Lanjut Ren membuat Nayoung berdecak.

"Kalau itu sampai terjadi, kalian berdua harus membayar untuk rasa malu ku! Ah, menyebalkan!" Kali ini ia berdiri dan Ren hanya tertawa memandangi tingkah Nayoung yang menurutnya menggemaskan itu.

Nayoung pun berjalan keruangannya, menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya setelah itu menyambar jas putihnya. Dengan wajah yang segar kini gadis itu melangkah menuju ruang Direktur.

Open Up | COMPELETEWhere stories live. Discover now