"Gue salah apa sama lo?"

"Lo memang gak ada salah sama gue tapi lo banyak salah sama adik gue!"

Oceana menghela napas dan menahan agar air matanya tidak jatuh, ia berharap ada seseorang yang datang menolongnya.

Yah, Bun, Bang Ian, Samudera, tolong aku.

Rayhan mendorong Oceana ke dinding, tangannya mengunci kuat tubuh Oceana, ia memiringkan wajahnya hendak mencium. Namun, Oceana langsung menunduk dan setetes air mata lolos dari pelupuk matanya. "Tolong jangan rusak gue," lirih Oceana.

"Lo kira gue tukang perkosa cewek? Lo yang pertama buat gue, anggap aja ini hadiah buat gue sebelum Ujian Nasional besok."

Rayhan menarik pipi Oceana dan menatap wajah gadis itu yang ketakutan. "Gue janji bakal pelan, jadi lo jangan berontak."

Saat Rayhan ingin mencium Oceana, tiba-tiba satu tendangan mendarat ke selangkangan Rayhan tapi sama sekali tidak memberikan efek apa-apa.

"Lo tahu dengan lo tendang itu sama aja buat dia bangun dan pengin nyerang lo."

Air mata Oceana semakin mengalir deras, tidak peduli ia terlihat cengeng atau apapun itu. Yang jelas sekarang ia benar-benar takut, ia takut masa remaja yang seharusnya indah akan berakhir suram.

Tiba-tiba Rayhan menarik paksa baby doll yang dikenakan Oceana. "RAYHAN, GUE MOHON JANGAN!" Tinggal satu tarikan lagi, maka baby doll itu akan sobek dan bisa saja terlepas dari tubuh Oceana.

"Tarik lagi, jangan?"

"Jangan rusak gue, please." Tangisan Oceana semakin terdengar. "Lo boleh rusakin semua barang yang ada di sini, tapi jangan gue."

"Gak apa-apa lah biar si Samudera dapat yang bekas."

"Kalau gitu lo bunuh gue aja."

"Perkosa, terus bunuh itu baru nikmat."

Tubuh Oceana melemas, air matanya tidak ingin berhenti menetes dan napasnya kian beradu. Matanya menatap kedua manik mata yang ada di depannya ini. "Gue tahu lo baik, Ray. Dan gue percaya lo bukan cowok brengsek yang ingin rusak anak gadis orang."

Rayhan tersenyum miring. "Oh ya?"

Rayhan menjatuhkan tubuh Oceana ke lantai dan ia menatap intens wajah Oceana. "Mau gue ajarin cara berciuman yang dahsyat?" Oceana menggeleng.

"Jangan sentuh gue, Ray."

"Tapi sayangnya gue udah tertarik sama tubuh lo," Rayhan mencondongkan wajahnya lalu refleks Oceana meludahi wajah Rayhan hingga membuat cowok itu murka.

"SIALAN!" teriak Rayhan lalu ia mengusap liur menggunakan baju Oceana hingga menampilkan perut datarnya.

Tubuh Rayhan mengunci tubuh Oceana, dan tangannya terulur mengelus perut Oceana hingga jemarinya berjalan ke atas.

"Jangan!"

Rahyan menghentikan aksinya kemudian tangannya menampar pipi kiri dan kanan Oceana hingga menimbulkan bekas lalu tangannya mencekik leher Oceana.

♥♥♥

Samudera tidak fokus menatap lembaran contoh soal Ujian Nasional, sedari tadi pikirannya terfokus kepada Oceana. Ia mengacak rambutnya frustasi, kemudian ia meraih kunci motornya di samping tumpukan kertas itu lalu keluar dari kamarnya dan menuruni undakan tangga.

Rania yang sedang menonton TV dengan Aurel bertanya kepada Samudera, "mau kemana, Sam?"

"Ke rumah Oceana, Ma."

"Sam, ini udah malam. Kamu harus belajar. Besok kamu ujian, jangan pacaran terus."

"Ma, please. Hati Sam gak enak. soalnya dia sendirian di rumah."

Rania menghela napas. "Yasudah hati-hati."

Samudera langsung keluar rumah dan mengeluarkan motornya dari garasi lalu ia memecah jalanan kota hingga ke rumah Oceana.

Setelah sampai di depan rumah Oceana, ia menatap gerbangnya yang tidak digembok kemudian langsung masuk.

Samar-samar ia mendengar suara tangisan, Samudera lalu mempercepat langkahnya dan untung pintu tidak dikunci lalu ia segera membukanya.

Dan terlihatlah Rayhan yang sedang menindih Oceana. Samudera maju langsung menghajar cowok itu.

"Brengsek!" umpat Samudera, ia melayangkan bogeman mentah. Dan Rayhan membalas pukulan tersebut

Samudera menerjang Rayhan. "Lo apain cewek gue, sialan!" Samudera memukul Rayhan tanpa ampun, begitu juga Rayhan membalasnya.

Oceana hanya menonton, badannya terlalu kaku untuk melerai perkelahian keduanya.

Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, karena keduanya sama-sama babak belur. Samudera menarik kerah baju Rayhan, lalu melemparnya keluar rumah, setelah itu ia mengunci pintu rapat-rapat.

"Sayang, gue antar lo ke kamar." Samudera menggendong Oceana ke kamarnya. Ia menatap miris, wajah Oceana yang penuh luka lebam.

Samudera membaringkan Oceana di atas kasurnya. "P3K di mana?"

"Obati luka lo, Sam."

"Luka gue gak penting. Sekarang terpenting luka lo, mana P3K?"

"Ada di laci."

Samudera bergegas membuka laci meja yang ada di sampingnya. Dan ia mulai mengobati luka lebam Oceana.

Setelah selesai, Oceana mengubah posisinya menjadi duduk, ia menenggelamkan wajahnya di dada Samudera. "Gue takut."

Samudera mengelus rambut Oceana. "Jangan takut, ada gue."

"Makasih."

"Si brengsek tadi gak sampai lecehin lo 'kan?"

"Gak."

"Syukurlah." Samudera mengangkat wajah Oceana dan ia menyeka air mata di pipi gadisnya. "Gue semakin takut untuk ninggalin lo."

"Gue gak apa-apa, Sam."

Samudera mendesah pelan. "Gak apa-apa? Apa hal seperti tadi lo bilang gak apa-apa?"

"Gue gak mau jadi beban buat lo."

Samudera kembali menarik Oceana ke dalam dekapannya. "Lo sama sekali bukan beban gue, justru lo adalah keindahan yang harus selalu gue jaga dan lindungi." Samudera mengacak rambut Oceana. "Sekarang ke rumah gue ya. Lo nginap di sana aja, gue gak bisa jagain lo di sini karena besok ujian pagi."

"Tapi apa kata Tante Rania?"

"Gak apa-apa."

Oceana beranjak dari kasur dan segera bersiap-siap, sementara Samudera menatap Oceana dengan tatapan sendu.

Apa gue bisa ninggalin lo?

♥♥♥

SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن