"Dia pria idaman semua wanita. Dia kelihatan ceria, humoris, tampan, gagah, kaya. Beda dengan saya. Apalagi, dia menyukai kamu. Sangat. Saya bisa melihat dengan jelas," Saga menatapku sendu.

"Terus?" Tanyaku tak mengerti.

"Saya takut, kamu juga suka sama dia suatu saat nanti, kemudian lebih memilih bersama dia," tatapan Saga menunduk, menatap jari-jari kakinya yang bergerak karena gugup aku rasa.

"Apa yang kamu bilang tentang Ben benar seratus persen. Siapa yang nggak suka sama dia? Aku juga pasti akan suka sama Ben..." kepala Saga terangkat cepat-cepat dengan mata membulat terkejut "kalo aku masih single," aku tertawa dan mengacak rambut Saga yang kelihatan kesal. Aku mengelus pipinya, menghilangkan kekesalan Saga sekaligus menghilangkan khawatirnya yang berlebihan.

"Ga, nggak usah pikirin Ben lagi. Dia udah tahu status aku, tahu kamu suami aku. Pastinya dia merasa diri untuk nggak mendekati aku lagi. Yang penting, aku ada disini sama kamu, bukan sama dia," aku berlutut diantara kaki Saga untuk mensejajarkan tinggi kami menatapnya tepat di manik mata hitamnya. "Dan dari semuanya, yang aku cinta hanya kamu, only you," aku menunjuk dadanya berulang kali sambil malu-malu. Oh, this is really awkward. Aku segera menyembunyikan wajahku di dada bidang Saga karena tidak dapat menahan malu sambil mencuri-curi menghirup harum tubuhnya. Aku sekarang lebih mirip remaja labil yang tengah menyatakan cinta. Berikutnya aku bisa merasakan kedua tangan Saga melingkar di tubuhku. Dagunya beristirahat di puncak kepalaku.

"Janji kamu tidak akan meninggalkan saya?" Tukas Saga.

"Promise," ucapku mantap dan mengeratkan pelukanku di pinggangnya.

"Kalo dia masih mendekati kamu?" Saga masih ragu.

"Ben pasti mengerti Ga. Dia pria baik-baik,"

"Misal, dia tidak mau mengerti dan tetap mengejar kamu?"

Aku mendorong tubuh Saga menjauh dan menatapnya tajam karena masih juga tak percaya. Memangnya aku wanita murahan yang gampang ke lain hati? Saga tertawa pelan dan mencubit kedua pipiku gemas.

"I love you Lisa," bisik Saga dan menangkup kedua wajahku dengan tangannya yang besar. Saga membawa wajahku agar mendekatinya lalu melumat bibirku pelan setelahnya. Aku melingkarkan kedua tanganku ke lehernya yang membuatnya sedikit tertunduk. Tak lama Saga menarik tubuhku agar berdiri, dan mulai berjalan mundur sementara lidah kami masih 'berperang'.

Ketika kakiku menabrak sesuatu, keseimbangan ku mulai goyah, dan aku terjatuh ke belakang, di atas tempat tidur. Sementara Saga mulai memposisikan dirinya tepat di atasku.

"I want you," ucap Saga begitu seksinya hingga membuatku merinding.

"Then, I'm yours" desahku karena napas yang masih tersengal. Saga kembali mengulum bibirku dengan tempo yang lebih cepat dari sebelumnya karena telah dikuasai oleh nafsu. Tanganku bergerak meremas rambutnya karena aku butuh sesuatu untuk dipegang. Sementara tanganku yang lain memijit tengkuknya pelan. Saga kembali mengatakan cinta dan melanjutkan menghisap kecil-kecil leherku, membuatku terbang ke langit ke tujuh. Sedap!

Setelah selesai dengan leherku, Saga kembali ke atas dan melahap bibirku tanpa ampun. Tangannya bergerak masuk ke dalam daster batik favoritku, membelai pahaku dengan lembut. Shit, belum apa-apa di bawah sana sudah basah. Mungkin ini yang namanya orgasme? Tapi, kok, rasanya familiar? Seperti...

"Gah ahku haruf ke kafmar mandi (Ga aku harus ke kamar mandi)," semoga ini bukan yang aku pikirkan. Aku mau jadi wanita seutuhnya hari ini! Harus berhasil hari ini!

Saga tidak mengindahkan permintaanku, bibirnya masih sibuk bekerja. Cairan di bawah sana keluar semakin banyak, hingga aku mendorong Saga dengan keras sampai dia terjungkal ke samping. Begitu bebas dari Saga, aku berlari ke kamar mandi secepat mungkin, tidak lupa mengunci pintu. Please, ini bukan seperti yang aku pikirkan. Aku memejamkan mata erat sebelum mengecek apa yang sebenarnya keluar.

"Lisa kamu kenapa? Kamu baik-baik saja, kan?" Diluar, Saga sibuk mengetuk pintu memohon untuk dibukakan. Aku berteriak padanya untuk sabar menunggu. Saat aku membuka mata, hal pertama yang ku lihat adalah noda darah khas yang sudah ku hafal benar. Aku mendesah pelan dan membuka pintu.  Hal pertama yang ku lihat adalah wajah cemas Saga.

"Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba lari ke sini? Apa yang sakit?" Saga meremas kedua bahuku, matanya bergerak naik turun mengecek keadaanku. Entah kenapa aku malah menangis. Saga semakin panik, menarikku dalam pelukannya.

"What's wrong? Kamu sakit? Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Saga dan menarik tanganku. Aku tetap bersikukuh di tempatku, enggan mengikutinya. Aku hanya bisa menangis kencang dan memeluk pinggangnya erat.

"Kamu kenapa nangis? Jangan buat saya ketakutan Lisa," Saga mengecup berulang kali keningku. Secara bersamaan menenangkan diriku dan juga dirinya.

"Kenapa selalu gagal?" Aku terisak di dadanya. "Aku pasti sudah buat kamu kecewa," rasa bersalah mulai menjalar karena belum mampu melayani Saga lagi hari ini.

"Saya nggak akan kecewa. Cerita dulu kenapa kamu nangis?" Saga menciptakan jarak agar dapat melihat wajahku. Tangannya bergerak menyeka air mata yang masih tersisa. Aku berusaha menguasai diri, agar kalimatku bisa terdengar jelas.

"Tamu bulanan aku datang,"

TBC
***
Yeaii nggak jadi Hiatus 🤣🤣🤣
Mumpung ada ide langsung ngetik kilat part abal-abal ini!
Keep voment ❤️





Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now