"Kumpulan sosialita kamu kan juga bi... "

"Mas... " sergah Thania cepat, "Kumpulan aku itu nggak hanya ngurusin satu orang aja. Masih banyak hal penting yang mesti kami utamakan dibandingkan ngurusin satu orang yang keras kepalanya minta ampun. Jadi plis ya mas, tolong tanganin masalah Naula ini dengan benar. Biar bunda nggak lagi terus khawatirin dia."

Tak ingin ada perdebatan yang tidak berujung akhirnya Malik mengangguk juga. Toh dipikirnya Naula biar bagaimana pun juga merupakan sepupunya juga. Jadi tidak masalah jika ia juga turut mengusahakan berbagai cara untuk kembali membujuk gadis keras kepala itu agar mau menerima bantuan darinya.

Satu hal yang harus Malik akui bahwa meskipun sangat keras kepala, sepupu istrinya itu adalah orang yang sangat teguh pendiriannya. Berusaha sekeras mungkin untuk berpijak di kaki sendiri tanpa bantuan siapapun, meski kesusahan dan cobaan sering kali membayangi langkahnya. Dan itu adalah nilai lebih untuk gadis itu.

🍑🍑🍑

Malik baru saja kembali dari menghadiri pertemuan dengan salah seorang rekan kerjanya di sebuah restoran. Langkah kakinya yang tegas membawa ia menyusuri lobi kantor dimana beberapa bawahannya masih ada yang hilir mudik dan tak lupa menyapanya. Bahkan beberapa karyawan wanita selalu cekikikan usai menyapa, entah membicarakan apa tentang dirinya.

Tak bisa dipungkiri, meski telah berusia matang, bahkan jika diperhatikan dengan jelas terlihat ada warna putih di beberapa bagian di rambutnya, penampilan Malik masih sangat layak diadu dengan pria di pertengahan usia dua puluhan. Walau beberapa kerut samar telah menghiasi di kening juga di sekitaran kelopak mata, kharisma seorang Azam Malik tetap tak luntur dimakan usia. Dengan tubuh yang tegap dan gaya jalan yang berwibawa membuat orang-orang yang tak mengenal tidak akan menyangka jika usianya telah beranjak menuju angka 40.

Sebagai pelengkap, sepasang mata berwarna segelap malam selalu bisa membuat para wanita tenggelam akan pesona yang terpancar dari kedua bola matanya, kecuali sang istri yang hanya akan tertawa cekikikan jika Malik menatapnya.

Sesekali pria satu anak itu membalas dengan anggukan setiap sapaan yang diterimanya sembari mengedarkan pandangan untuk mencari sesosok gadis bertubuh mungil yang kerap kali mencepol rambut panjangnya saat bekerja. Gadis keras kepala yang selalu membantah setiap ucapannya bahkan tak segan melotot protes saat Malik mencoba membantu biaya hidupnya.

'Kemana gadis keras kepala itu?"

Malik terus mencari, bahkan sebelum kotak besi yang ia naiki tertutup rapat mata tajamnya masih belum mau menyerah mencari keberadaan gadis nakal pembangkang yang suka melawan dirinya itu.

Begitupun setelah menginjakkan kaki di lantai dimana ruangannya berada, mata Malik tetap terus mengawasi. Hingga langkah kakinya terhenti tepat di depan meja sekertaris yang melongok menatap dirinya.

"Naulanya kemana, Sap? Aku perhatikan dari lobi sampai di sini dia tidak kelihatan."

Saptaji yang bertugas sebagai asisten sekaligus merangkap sebagai orang kepercayaan plus predikat sepupu dengan sigap menjawab, "Mungkin lagi keluar beliin makan siang buat pegawai lainnya, pak."

"Dia selalu seperti itu?"

"Saya kurang tau juga, pak. Kan saya selalu berada di balik meja dan sering juga mengikuti bapak rapat di luar. Tapi, dengar-dengar sih gitu."

Mata Malik memincing tajam, menghunus sang sekertaris yang sudah ketar-ketir di depannya. "Kamu juga suka nyuruh dia beli makanan?"

"Tidak, pak!" bantah Saptaji cepat. Kepalanya menoleh kiri kanan untuk mengawasi adakah orang lain di sekitar mereka. Setelah yakin tidak ada telinga lain yang mendengarkan cara bicaranya yang tidak sopan barulah ia memberikan penjelasan, "Sumpah mas, aku cuma pernah sekali nyuruh Naula, sudah itu nggak lagi karena bawaan di tangannya banyak banget. Jadi nggak tega ngeliatnya."

Merangkai Angan Cinta [TAMAT]Where stories live. Discover now