🍋11🍋

6.3K 832 38
                                    

"Hah... " Naula terkejut tentu saja, bahkan ia sampai lupa mengatupkam mulutnya.

"Anggap rumah kamu ini hotel. Jadi kamu hitung saja berapa yang harus saya bayar buat menginap malam ini."

Malik yang awalnya juga terkejut mendengarkan perkataannya sendiri pada akhirnya memiliki meneruskan saja apa mau hatinya, karena malam ini ia tidak ingin menghabiskan malam seorang diri tanpa anak juga istri yang entah pergi lagi kemana, di rumahnya.

Sedangkan untuk membangunkan mbok Isa dan meminta wanita paruh baya yang telah bekerja padanya sejak mendiang kedua orang tuanya masih ada, Malik merasa tidak enak hati jika melakukan hal itu. Wanita yang sudah dianggap kerabat sendiri itu sudah bekerja seharian membereskan pekerjaan rumah. Dan sudah haknya untuk mendapatkan waktu istirahat pada malam harinya.

"Bapak lagi bercanda, ya?" tanya Naula setelah berhasil mengatasi keterkejutannya. "Lagian ya pak, memangnya bapak mau tidur dimana? Orang di sini cuma ada satu kamar doang."

"Di sini juga boleh." Malik mengarahkan matanya ke arah sofa panjang yang ia duduki. Kemudian kembali memaku tatapannya ke depan, dimana Naula sedang duduk menghadapnya. "Saya janji La, nggak akan merepotkan kamu. Malam ini saja, La, soalnya saya lagi nggak pengen sendirian di rumah."

"Memangnya mbak Clara sama Runa nggak nyariin bapak, apa?"

"Runa lagi di rumah neneknya, masih belum mau pulang. Sedangkan Thania, entah pergi kemana lagi dia, soalnya nggak izin sama saya."

                                                        
Melihat adanya kesedihan di mata sang atasan yang berusaha ditutupi membuat Naula merasa iba. "Saya dengar dari bunda waktu nelpon beliau tadi, mbak Clara katanya hari ini sudah pulang. Trus pasti sekarang sudah ada di rumah bapak, kan?"

"Memang." Malik menjawab pelan. "Tapi sewaktu saya baru selesai mandi, Thanianya sudah nggak ada."

"Runanya sendiri, kenapa sampai nggak mau pulang? Bapak buat salah ya sama dia?"

Malik menyipitkan matanya kesal mendengar tuduhan Naula yang seenaknya. Dengan menggebu-gebu Malik menjelaskan, "Saya sendiripun nggak tau dia kenapa, La! Padahal paginya sebelum dia berangkat sekolah, dia minta saya jemput sorenya, mau pulang katanya karena rindu sama saya. Trus pas saya jemput sesuai yang dijanjikan, dianya malah aneh, sampai nggak mau ketemu saya segala."
                                                         
Naula hanya mengulum senyum tak enak karena sudah berbicara semaunya. Lagipula, meski sudah ditutupi serapat mungkin, orang-orang yang melihat sekilaspun pasti akan bisa menilai jika ada kesedihan yang dirasakan oleh atasannya ini. Untuk itu Naula berusaha keras berpikir, tindakan seperti apa yang harus diambilnya sekarang ini.
                                                        
Masalah besarnya, status Naula yang masih lajang akan dipandang tidak baik jika mengizinkan lelaki asing menginap di rumahnya. Pandangan masyarakat juga akan segera memberikan stempel buruk di dirinya.

Namun, menolakpun serasa tidak enak Naula lakukan. Karena terbersit rasa iba melihat pria gagah dan berusia matang seperti sosok di depannya bisa menyimpan kesedihan yang mendalam di kedua bola matanya seketika membuat Naula juga ikut merasa sedih yang entah darimana datangnya. Padahal masalah sang atasan saja Naula tidak mengetahuinya, dan tidak ingin bertanya lebih lanjut juga.

Pada akhirnya setelah menimang dan didesak sisi kemanusiaan yang terus membisikkan jika mungkin saja atasan melakukan hal yang akan menyakiti diri sendiri karena kesedihan yang melanda, sisi rasional Naula pun kalah.

"Ya udah deh, bapak boleh nginap malam ini." ucap Naula sambil berdiri untuk kemudian melangkah ke arah pintu yang masih terbuka lebar.

"Terima kas... " Malik yang semula tersenyum sumringah langsung mengernyit melihat si gadis pembangkang sudah memakai sendal jepit di depan pintu sana. "Eh La, kamu mau kemana?"

Merangkai Angan Cinta [TAMAT]Where stories live. Discover now