🍋6🍋

6.3K 673 15
                                    

Tidak pernah bagi Malik merasakan rasa lelah seperti hari ini. Tak disangka demi membujuk sang anak semata wayang ternyata sanggup membuat ia sangat kelelahan, semua tulangnya terasa nyeri. Terutama di bagian kaki, pinggang dan tangan.

Sehingga begitu sampai di rumah yang waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Malik langsung mendudukkan dirinya di samping sang istri yang hanya tersenyum melihatnya dengan tubuh terkulai tak berdaya. Ternyata usia tidak pernah bisa menipu meski telah ditutupi oleh penampilan sesempurna apapun.

"Makanya mas, nggak usah ngejanjiin anak kamu itu apapun. Kan liat, apa yang terjadi sama mas sekarang. Sementara anak kesayanganmu pasti sedang membongkar barang belanjaannnya di kamar."

"Mau gimana lagi, anakmu itu merajuk karena aku ingkar janji buat ngerayain kelulusannya dia. Jadinya ya mau nggak mau ngasih negosiasi yang nggak akan bisa dia tolak."

Thania hanya menggeleng kepala melihat Malik yang tepar duduk di sampingnya sambil menyandarkan punggung dengan mata yang tertutup rapat.

"Kamu jadi pergi sama teman-teman kamu lagi?"

Pertanyaan Malik menyadarkan Thania yang fokusnya sempat pergi entah kemana.

"Jadi... tapi nggak sampai keluar kota. Kali ini kami mencari target anak-anak yang kurang mampu dari beberapa desa sekaligus. Makanya kemungkinan aku nggak akan bisa nemanin kamu sama Runa sarapan besok pagi."

Malik mengangguk, "Berapa hari kamu perginya?" tanya Malik yang sudah menegakkan punggung untuk sekedar menatap wajah cantik istrinya.

Dahi Thania terlihat mengerut, seakan sedang menghitung di dalam kepalanya. "Kalau tepat perhitungan, mungkin nggak sampai seminggu."

"Kamu sudah ngomong sama Runa?"

"Rencananya sih nanti malam, sehabis makan malam."

"Kamu nggak capek ya, ke sana sini terus buat bantuin orang? Nggak bisa apa gitu, sesekali kamu juga mikirin aku dan terutama anak kita yang butuh kehadiran kamu di rumah?" Malik akhirnya mengungkapkan apa yang menjadi kemauan hatinya.

"Mas... " Thania menarik napas panjang setelah mendengar pertanyaan Malik yang sudah ia perkirakan akan pria itu tanyakan, meski harus menunggu belasan tahun lamanya. "Sebelum menikah, bukannya kamu tau kalau aku nggak akan bisa cuma berdiam diri di rumah. Kamu pun menyanggupi dan berjanji tidak akan membatasi kegiataan aku bersama sahabat-sahabatku sewaktu aku menerima lamaran kamu asal aku bisa menjaga diri. Lalu kenapa sekarang mas malah bertanya seperti itu?"

Kali ini Malik yang menarik napas panjang untuk melegakan hati dan pikirannya yang terasa sumpek.

Bukannya Malik melupakan janji. Hanya saja apakah salah jika seorang suami menginginkan istrinya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah? Lagipula, selama belasan tahun menikah, salahkah ia jika meminta istrinya itu untuk mengurangi waktunya di luaran sana? Toh apa yang Malik tanyakan bukan sekedar untuk memenuhi egonya sebagai suami semata, melainkan ada anak mereka yang sudah beranjak remaja yang membutuhkan wanita di depannya ini.

"Aku nggak akan lupa janji aku sama kamu. Tapi saat itu kita hidupnya hanya berdua aja. Bahkan setelah hadirnya Runa diantara kita, masih dalam sosok bayi dan sangat membutuhkan perhatian kamu, aku masih terus memegang janji aku. Tapi saat ini, setelah belasan tahun berlalu, anak yang dulunya belum bisa memikirkan apapun itu telah tumbuh menjadi gadis remaja, yang mana dalam usia segitu Runa membutuhkan kehadiran kita berdua untuk menunjang tumbuh kembangnya juga mengarahkan dia ke arah yang benar agar dia nggak salah pergaulan nantinya." kembali Malik menarik napas panjang untuk mengatur napasnya setelah penuturannya yang tanpa henti. "Kalau sudah begitu, tolong bilang sama aku, apakah keinginan aku itu salah di mata kamu?"

Merangkai Angan Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang