"Ya gue setuju!" Sahutku sambil memukul meja yang ada di tengah-tengah kami.

"Semangat amat Lang!" Sahut Tukimin.

"Jadi gimana, siapa yang mau jadi guru? Dan siapa yang mau jadi anak sekolahan?" Tanyaku bersemangat.

Semua yang ada di sini malah saling melihat satu sama lain, sampai dimana mata jaksa Adit tertuju padaku.

"Elo jadi anak sekolah aja lang," usulnya.

"Gue? Anak sekolah?"

"Iya, kayaknya lo masih pantas jadi anak sekolah."

Yah.. sepertinya wajahku memang terlihat awet muda, tapi kalau menjadi siswa, maka aku harus belajar lagi, sedangkan semua pelajaran SMA, aku sudah melupakannya jauh-jauh dari ingatanku.

"Gue udah lupa pelajaran anak SMA," ucapku.

 "Biarin lah lo jadi anak nakal aja, biar nggak dicurigai."

"Anak nakal? Gimana gue bisa dakwah menyampaikan kebenaran kalau citra gue anak nakal?"

"Malah mikirin dakwah!" Ucap Briptu Usep.

"Ya iya dong bro, dakwah itu hukumnya wajib! Jadi dimana pun gue berada gue harus dakwah!" Tegasku.

"Ya udah lo belajar lagi aja, Usep menjadi guru sedangkan Galang menjadi siswa di sana, yang lain hanya mematai-matai dari jauh," ucap jaksa Adit.

"Bentar-bentar, kalau gue jadi guru, jadi guru apa? Semua pelajaran SMA gue udah lupa, mau ngajarin apa?" Briptu Usep menolak secara halus. Tapi, benar juga, tidak memungkinkan untuk menyamar menjadi guru.

"Bener juga kata Usep. Udah! Nggak usah ada yang nyamar jadi guru, semuanya jadi murid saja," usulku.

"Ya udah lo aja yang jadi murid, udah titik!"

Galang Adhytama menjadi siswa lagi? Ya sudahlah tidak masalah, yang terpenting kasusnya terbongkar dan sekalian aku bisa menjaga Qonita.

"Okelah terserah!"

🔥🔥🔥

Setelah selesai bertugas hari ini, aku pulang. Rasanya tak sabar ingin memberitahukan kabar ini pada Qonita.

Rumahku memang sederhana, sengaja aku beli untuk tinggal berdua dengan Qonita, rumah yang hanya terdiri dari tiga kamar, hanya satu lantai, ada halaman rumah yang Qonita hiasi dengan tumbuhan. Banyak bunga-bunga, juga sayuran seperti cabai, daun kemangi yang Qonita tanam, dia rajin sekali, membuatku semakin kagum padanya.

Ada juga tempat parkir yang cukup untuk satu mobil, tapi aku tidak memakai mobil, aku hanya memiliki satu motor kesayanganku dan sepeda yang biasa dipakai Qonita untuk jalan-jalan.

Ku buka pagar rumahku yang tingginya sekitar satu meter ini, lalu ku parkirkan motor. Pintu rumah terbuka ku temukan Qonita sedang merapikan meja ruang tamu. Aku menghampirinya.

"Assalamu'alaykum..." Sapaku sambil melebarkan kedua tanganku untuk memeluk Qonita. Tapi Qonita malah menyilangkan tangannya sambil menggelengkan kepalanya.

Kenapa? Dia tidak mau aku peluk?

"Kenapa aku nggak boleh meluk istri aku sendiri?" Tanyaku bingung.

Qonita tidak memberikan jawaban dia hanya mengarahkan wajahnya ke kanan, sehingga aku ikut melihat ke arah kanan, rupanya ada anak-anak kecil sedang bermain di rumahku.

Mereka anak tetanggaku, senang bermain dengan Qonita, membuat Qonita tidak kesepian, tapi cukup menggangguku ketika aku ingin bersama Qonita berdua saja seperti sekarang.

The Truth (Hacker Vs Psychopath Director) ✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें