[23] : Naik Sepeda

3.9K 223 0
                                    

•••

"Kita gak akan pernah ngerasain rasanya berada di atas kalau kita gak berjuang."

••Hope••

"Erlyyy!" panggil Rika.

"Apa bunda?"

"Beliin bedak bayi, yah! Bedak adek habis. Gak mungkin kan, kalau Bunda bedakin adek pake tepung. Gatel - gatel dong adek nanti."

"Kok Erly sih? Kenapa gak nyuruh bibi aja? Erly masih ada tugas, Bun." protes Erly.

"Bibi lagi pulang. Cepet, Er! Keburu sore."

Erly berdecak. "Iya - iya, Bun." katanya.

Ia bergegas pergi ke supermarket dekat kompleks rumahnya. Ya, meskipun jauh. Tapi demi adik kesayangannya, ia rela jalan kaki dari rumah ke supermarket.

"Kalau bukan buat Vanes, gue gak mau pake acara jalan kaki sampe supermarket. Mana sepedanya dipake Revan gak bilang - bilang. Ihhhhh, sebel!" gerutu Erly sambil berjalan menghentak - hentakkan kakinya sebal.

"Na!" panggil seseorang dari arah taman kompleks yang sedang Erly lewati.

Erly memicingkan matanya, meneliti siapa yang baru saja memanggilnya. Tunggu. Tadi dia panggil 'Na'. Berarti Lyna. Jika seperti itu, hanya Revan yang memanggilnya Lyna.

Erly mengedarkan pandangannya untuk melihat dimana Revan. Dan, ya. Di salah satu bangku taman ada Revan, Tio, Restu, dan——Agam. Mereka sepertinya sedang bergurau.

"Sini!" ajak Revan melambai pada Erly.

"Iya!" jawab Erly lalu pergi menghampiri Revan dan teman - temannya.

Erly bergegas menghampiri Revan. "Jadi dari tadi lo disini, Bang? Bunda nyariin lo tadi." katanya.

"Lo mau kemana? Sendirian aja kaya jomblo akut." ejek Revan.

Erly berdecak. "Gak usah diperjelas. Gue jomblo. Tapi terhormat. Enggak baperin anak orang terus ditinggal gitu aja tanpa kejelasan." ketus Erly dengan sedikit menyindir Agam.

Agam yang tau bahwa Erly sedang menyindirnya itu hanya menampilkan wajah datarnya.

"Mau kemana lo, Dek? Sore - sore kaya gini jalan sendirian." tanya Tio.

"Disuruh Bunda beli bedak bayi di supermarket. Bedak Vanes habis." sahut Erly menjawab pertanyaan Tio.

"Jalan kaki?" sambung Restu. Erly mengangguk membenarkan.

"Kenapa gak pakai sepeda? Lumayan juga kalau lo jalan kaki dari rumah ke supermarket seberang. Gak pegel tuh kaki?" tanya Restu.

Erly menghela napasnya. "Lo pada tau gak? Sepeda gue dirampas begitu aja sama kakak gue yang sok kecakepan ini. Mana gak bilang - bilang lagi. Gue kira tadi ilang sepedanya. Ehhh, taunya dibawa pergi sama dia! Gue kan sebel jadinya. Jalan kaki itu memang menyehatkan. Tapi kalau jauhnya kaya ginu bukannya sehat, tapi bikin kaki gue berasa diamputasi." ungkap Erly lalu mencubit bahu Revan.

Revan hanya menyengir tanpa dosa. "Maaf, Na. Khilaf. Tadi keburu - buru. Jadi gak sempet bilang - bilang, deh." balas Revan.

"Khilaf mata lo somplak." ketus Erly.

"Yaudah. Gue anter yuk." ajak Revan.

"Ehhh, tapi tugas kita belum selesai. Erly sama Agam aja. Kan tugasnya Agam udah. Tugas lo masih banyak, Bro! Awas aja sampai lo melarikan diri. Gak gue catet di cover." ucap Restu memberikan kode kepada Revan.

Unstable✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang