Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

satu

245K 14.9K 1.2K
                                    

BAB 1

"Total belanjaannya seratus dua puluh lima ribu rupiah. Ini kembaliannya lima ribu rupiah. Terima kasih. Silakan berbelanja kembali di Maret-Maret."

Satu senyum manis tersungging di bibir berpoles gincu merek Nona Manise di mana pemiliknya sedang berpose sesuai dengan standar "Senyum Pramuniaga yang Layak" yang diciptakan pemilik miniswalayan paling terkenal se-Indonesia dengan jargon "Lima Langkah Palugada". Palugada kepanjangan dari "Apa Lu Mau Gua Ada" yang artinya walaupun hanya swalayan kecil, Maret-Maret menjual hampir semua kebutuhan rumah, kecuali sayur dan daging segar.

Cempaka Bening Kinanti menghela napas. Pembeli terakhir sudah berlalu hingga ia akhirnya bisa duduk di lantai bawah mesin kasir, lalu mengurut betisnya yang terasa mati rasa karena berdiri selama dua jam. Padahal sudah menjelang tanggal tua, tetapi pembeli yang mampir ke miniswalayan paling terkenal se-Indonesia ini seakan-akan tidak pernah habis. Harusnya, ia bersyukur. Semakin banyak pembeli, pemasukan juga semakin banyak. Itu berarti bonus untuk para pegawai seperti dirinya jelas akan bertambah. Walau untuk itu selalu ada konsekuensi. Kaki senut-senut adalah salah satu contoh.

Setelah beberapa menit tidak ada tanda-tanda pembeli lain akan mampir, Bening segera berdiri dan merasa senang ketika menemukan Angger, anak magang yang masih duduk di kelas sebelas SMK, mendekat ke arahnya.

"Mbak Bening, udah mau makan siang? Biar saya yang gantiin jaga." Ia menawarkan diri dengan sopan.

Bening melirik arloji yang tersemat di pergelangan tangannya yang menunjukkan angka satu. Lewat satu jam dari waktu makan siang. Ia segera mengangguk, lalu meraih ponsel dan kotak penyimpanan bekal bermerek Baperware miliknya.

"Iya. Mbak makan dulu. Titip bentar, ya. Kalau nanti ada yang nggak ngerti, WhatsApp aja."

Angger mengangguk cepat. Segera setelah satu pelanggan masuk, ia mengalihkan perhatian. "Selamat datang di Maret-Maret. Selamat berbelanja."

Bening lalu berjalan perlahan di antara lorong barisan mi instan dan minyak sayur kemasan sebelum melewati pintu yang terhubung dengan bagian tengah miniswalayan, tempat beristirahat ataupun rapat bagi para pegawai dan anak magang. Kadang, Bening dan dua orang pegawai perempuan menjadikan tempat itu sebagai musala, sementara pegawai lelaki lebih senang salat di masjid yang berada tidak jauh dari Maret-Maret.

Ketika Bening masuk ke ruang istirahat, matanya menangkap seseorang yang sedang asyik bertelepon dan langsung melambaikan tangan begitu tatapan mereka beradu. Wanita muda itu dengan cepat membalas dengan senyuman sebelum akhirnya memilih duduk di depan sebuah meja yang sering digunakan saat waktu makan tiba.

"Bang Dera, makan dulu." Bening menawarkan bekal makan siangnya kepada Samudera.

"Iya, Ning. Silakan makan," balas Dera dengan sopan, lalu kembali fokus ke teleponnya lagi.

Bening yang duduk tidak jauh dari pria itu segera memasang telinga. Samudera dan lawan bicara di telepon selalu membuat gadis itu penasaran sampai ke level akut walaupun ia selalu gagal mengidentifikasi karena Samudera selalu hanya tersenyum misterius saat Bening bertanya. Kepo dengan gebetan dan selalu dibalas dengan senyuman itu rasanya bikin baper. Baper karena tidak berani menyelidiki lebih lanjut. Meski sebenarnya Bening punya kemampuan lebih untuk itu.

Sambil makan, Bening mengaktifkan layar ponsel. Dengan cekatan, tangannya tertuju ke sebuah ikon shortcut yang terpampang di layar, satu situs forum internet tempatnya aktif berdiskusi sejak beberapa tahun terakhir. Forum itu tidak seperti media sosial lain. Setiap anggota tidak perlu menunjukkan identitas asli dan bebas berpendapat tentang apa pun yang sesuai dengan topik obrolan dan pembahasan pada saat itu, salah satu alasan yang membuat Bening betah berlama-lama.

Bening dan Banyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang