29. Niken Cemas, itu Saja

655 46 17
                                    

Keputusan untuk mempercepat pesta akhir tahun sebetulnya sangatlah bijak. Tepat pada malam pergantian tahun, siswa-siswi maupun para guru cenderung lebih menginginkan untuk merayakan malam tahun baru di rumah masing-masing. Selain karena bisa berkumpul bersama keluarga, merayakan di rumah juga lebih fleksibel. Bebas pakai baju apa saja, bebas mau berbuat apa saja.

Niken menjadi salah satu orang yang senang dengan kabar itu. Meski awalnya Niken kaget, tak menyangka jika jadwal latihannya harus diperketat, tapi Niken mengakui bahwa itu adalah perubahan yang baik. Niken dapat lebih cepat terlepas dari tanggung jawabnya sebagai pengisi acara. Niken juga dapat menghabiskan malam pergantian tahun bersama Mama dan Papa. Atau juga bersama Aliya? Itu bisa diatur.

"Kamu adalah bukti ... dari indahnya paras dan hati ... kau jadi harmoni saat kubernya--ekhm." Niken berdeham, menghentikan permainan gitarnya. Ternyata menampilkan permainan musik yag bagus tidaklah mudah. Vokal Niken dan suara gitar masih susah untuk disinkronisasikan.

"Dalam hidup, nggak ada yang susah kalo kita mau berusaha," gumam Niken, meniru ucapan Melvin satu minggu yang lalu.

Niken menghela napas. Sepanjang sore dia berusaha, tetaplah tidak berhasil. Niken tiba-tiba kangen Danu, jika saja kakaknya itu ada di sini, pasti mereka akan berlatih bersama. Bukannya tidak tahu terima kasih, tapi Niken lebih suka jika Danu yang menjadi gurunya. Bukan Melvin.

"Halo, Kak Danu!" Niken berseru, menatap wajah manis kakak tersayang.

Danu balas berseru, melambaikan tangan, lantas tertawa. "Wow, kamu nggak berubah, Ken. Tetap jelek."

Niken melotot, lalu balas terkekeh. Tidak apalah, biarkan kakak tersayang mengolok-olok kecantikannya. Jika mau, Niken bisa balas mengejek. Jerawat di jidat Danu cocok untuk dijadikan bahan bully-an, tapi Niken mengurungkan niatnya. Tidak penting, dia hanya ingin melepas kangen dengan Danu. Meski sekadar melalui video call.

"Kak Danu, udah ke pantai?"

"Udah, dong, pantainya bagus. Nanti sebelum pulang rencananya kami mau ke sana lagi." Penuh semangat Danu menjawab. Tampang lelah tersirat jelas dari garis matanya. Sangat kontras dengan garis-garis bantal di di belakangnya.

"Titipan nama aku mana? Udah Kakak foto?"

Danu menggeleng, belum.

"Yah ... kok belum?" Niken manyun. Padahal ingin sekali dia memasukkan foto--kertas bertuliskan namanya dengan latar belakang pantai--ke instagram. Biar kekinian, itu alasannnya.

"Maaf, maaf. 'Kan bisa di kunjungan selanjutnya." Danu berjanji setelahnya. Niken mengangguk tanda tak masalah.

Obrolan ringan terus berlanjut. Danu menanyakan kabar Papa dan Mama--meski dia sering teleponan dengan Mama; ujian Niken beberapa hari yang lalu; serta kegiatan Niken akhir-akhir ini.

"Sendirian? Melvin-nya mana?"

Niken menelan ludah. Menyesal telah memberitahu tentang prosesi latihan gitarnya hari ini.

Danu mengulang pertanyaan yang sama, Niken masih terdiam. Niken sadar, cepat atau lembat Danu pasti akan mengetahui masalah ini. Tetapi Niken tak pernah menyangka hari ini adalah waktunya. Cepat sekali.

"Eh, Melvin? Di-dia latihan futsal. Hari ini kan jadwalnya, masa Kak Danu lupa?" Niken cengingiran, mencoba menutupi kebohongannya.

Danu mengangguk, kembali teringat dengan jadwal main futsalnya. Setelah cukup lama mengobrol, akhirnya Niken pamit untuk memutuskan panggilan video itu.

***

Hari demi hari kian berlalu. Hari Selasa, empat hari sebelum malam itu tiba. Class meeting masih terus berlanjut, baru selesai hingga hari Sabtu. Niken duduk di tepi lapangan, Aliya selalu setia mendampinginya. Hari ini adalah jadwal lomba futsal dan bakiak beregu. Niken dan Aliya tidak terlibat dalam salah satu perlombaan itu.

Vitamin CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang