23. Kanza Jovi Dirgantara

713 53 14
                                    

Gambar sudah berhasil diambil, juru kamera berseru tanda selesai. Namun, siapa sangka, Melvin dan Niken malah membeku di tempat. Berbeda dari Melvin yang kini tersenyum, Niken terlihat sangat kacau. Pupil matanya membesar, mulutnya sedikit menganga. Sentuhan Melvin pada kedua tangannya membuat detak jantung Niken kian membuncah. Kejang, bergeming, dan hampir tak bernapas.

"Dek, ini fotonya." Abang-abang juru foto yang entah bagaimana bisa secepat itu mencetak fotonya, menegur kedua remaja yang kini tengah dilanda senam jantung. "Adek!"

"Eh?" Niken tersentak, genggaman Melvin pada tangannya terlepas karena pergerakan yang tiba-tiba.

"Ini fotonya, silakan diambil."

Melvin segera membayar jasa juru foto tersebut, lantas mengucapkan terima kasih karena telah berhasil mendapatkan gambar yang amat sempurna itu. Padahal, semua itu tidak terlepas dari bantuannya dalam ber-pose.

"Yuk, mau ke kolam, kan?" Tanpa menunggu jawaban, Melvin langsung meraih tangan Niken, menggenggamnya, dan bergandengan menuju kolam. Belum lagi Niken menetralkan detak jantungnya, lagi-lagi Melvin berbuat seperti itu. Hanya saja, kali ini dalam jangka waktu yang lebih lama. Sampai di pinggir kolam, tempat para penjual makanan ikan, barulah Melvin melepas gandengannya.

"Enggak cuma lihatin aja, kita juga bisa kasih makan ikannya." Melvin menjelaskan tanpa harus ditanya.

Makanan ikan sudah di tangan, mereka langsung memasuki area kolam. Ikan-ikan kecil bermunculan, seolah tahu jika ada yang ingin menggodanya dengan segenggam pelet.

"Nih, lo ambil peletnya, terus masukin tangan lo ke kolam."

"Enggak ah, entar ikannya gigit," jawab Niken cepat.

"Ikan sekecil ini bisa apa, Ken?" Melvin terkekeh.

Niken melirik ke sekeliling, beberapa ibu dan anak-anak melakukan hal yang sama dengan perintah Melvin. Berbeda dengan para ayah yang lebih memilih untuk melempar pelet jauh ke tengah kolam.

"Tapi, lo juga gitu, kan?" Niken memastikan. Melvin mengangguk, lantas lebih dulu mengambil makanan ikannya.

Mengembuskan napas, Niken mengambil segenggam pelet, merendahkan tubuh perlahan-lahan. Niken memilih tangan kanan untuk dimasukkan ke dalam kolam, sedangkan tangan yang satunya dipakai untuk memegang plastik foto. Hal pertama yang dia rasakan adalah dinginnya air kolam. Butir-butir pelet memencar ketika menyentuh air, barulah kemudian, Niken merasakan seperti ada yang mematuk-matuk telapak tangannya.

"Aw!" Niken spontan menarik tangannya, kembali pada posisi sebelumnya--berdiri. Percikan air yang dihasilkan tak sengaja mengenai Melvin. Alih-alih kesal, Melvin malah tertawa terpingkal-pingkal.

"Kenapa, Ken?"

"Ada yang gigit, Vin. Iiih ... apaan itu tadi?" Niken bergidik ngeri.

Masih mencoba menetralkan tawanya, Melvin berujar, "Enggak ada hewan yang bisa gigit di kolam ini, Ken. Itu cuma ikan-ikan kecil."

Niken menggeleng cepat. Ikan kecil katanya? Bagaimana jika itu lintah, anak ular, atau lebih parah lagi ... bagaimana jika ternyata itu adalah ikan piranha? Siapa yang tahu?

"Nih kalo nggak percaya." Melvin sekali lagi mengambil segenggam pelet, merendahkan tubuh, dan memasukkan tangan kanannya ke dalam kolam. Tiga, empat, lima, hingga tak terhitung jumlahnya. Ikan-ikan mungil mulai bermunculan.

Niken cengingiran, ternyata benar, hanya ada ikan-ikan kecil di dalam sana. Berkali-kali Niken mencoba, namun hasilnya tetap sama. Masih terlonjak kaget ketika ikan-ikan itu mematuk telapak tangannya. Melvin yang gemas melihat tingkah Niken itu lantas menarik tangannya, membimbing secara perlahan menuju air kolam yang bening. Niken merasakan patukan itu lagi, tapi kali ini dia tidak terkejut. Ketika tangan besar Melvin menyentuh telapak tangannya, Niken merasa aman. Tidak ada lagi yang harus ditakutkan.

Vitamin CintaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora