Wattpad Original
There are 4 more free parts

Bab 3

36.8K 4.4K 50
                                    

"Apa yang Bibi katakan?" Tilly melonjak dari sofa nyaman di dekat perapian. Dia sudah berganti pakaian bersih, mengenakan syal rajut yang lembut, dan disajikan susu hangat. Kondisi yang sempurna untuk bersantai. Sayangnya, kabar yang Mels berikan memusnahkan perasaan rileks yang semestinya dia nikmati.

"Clark menggadaikan rumah ini. Dia butuh uang itu. Mereka me-menekannya. Ya Tuhan, Tilly, andai kau tahu apa yang dihadapi pamanmu." Mels menangis sesenggukan. Pipi gemuknya bergerak naik-turun mengikuti irama napasnya yang putus-putus.

"Bibi, jangan bersedih. Kita akan mengatasi masalah ini bersama-sama." Tilly berpindah duduk ke sofa panjang yang diduduki Mels. Dia mengusap punggung wanita tua itu, mencoba menenangkan.

"Kau mau membantu kami?" Mels mengusap air mata menggunakan sapu tangan kumal. Tilly berusaha tidak memedulikan benda apa yang dipakai Mels untuk membersihkan cairan yang turun dari matanya. Tilly bukan penggila kebersihan, hanya saja, dia jijik melihat sapu tangan kumal itu dipakai seseorang yang dikenalnya.

Tilly, fokus! pikirnya.

"Kita akan memikirkan caranya," jawab Tilly, tak begitu yakin.

Dia sudah mempunyai pos-pos biaya yang akan menguras tabungan. Menangani hutang Clark, adik kandung ibunya, sama saja dengan Tilly menambah panjang daftar beban keuangan yang mesti ditanggung. Apa yang bisa dilakukan seorang pengangguran yang sekarang bertingkah sok pahlawan mau menolong hutang pamannya? Dia sadar jawabannya ialah menggali kuburnya sendiri!

Satu-satunya yang terpikirkan oleh Tilly adalah mengatakan yang sebenarnya. "Bi, aku harus memberitahukanmu kondisiku padamu."

Mels membenahi duduknya. Dia mengangguk, memberikan ruang bagi Tilly mengungkapkan berbicara.

"Aku menganggur. Ak ..." Ternyata mengakui kelemahan sendiri bukan sebuah hal yang mudah. Rasanya ada biji almond yang tersangkut di tenggorokan. "Aku, aku tidak punya uang," lanjut Tilly dengan suara melemah.

"Oh, Sayang, apa yang terjadi padamu? Kau dipecat?" tanya Mels panik.

"Tidak." Tilly menggeleng lesu.

"Lalu? La-lalu apa yang terjadi?"

Kemudian Tilly menceritakan tawaran pindah kerja yang diberikan Mr. Cole tetapi sarat akan campur tangan Madam Smith. Tilly tidak mau Mels berpikir dia adalah seseorang yang lemah karena meninggalkan profesinya setelah diusili ibu dari mantan kekasih. Jadi, Tilly menjelaskan kronologis bagaimana Madam Smith bisa berbuat hal curang yang berpotensi menghancurkan karirnya. Pengunduran diri merupakan jalan teraman dalam pertimbangannya. Setidaknya, pengangguran akibat mengundurkan diri lebih baik daripada dipecat. Dia masih bisa melamar kerja di sekolah lain.

"Maafkan aku tidak pernah menanyakan kabarmu selama ini. Telegram bukan sesuatu yang mudah di desa. Aparat desa membatasi jumlah telegram yang dikirim. Telegram kami sering ditolak karena dianggap tidak penting. Maafkan aku, Sayang."

"Tidak, Bi. Aku yang salah karena tidak pernah mengunjungimu setelah kematian ayah dan ibu. Maafkan aku."

"Anakku yang malang." Kedua lengan Mels yang gemuk terentang membawa Tilly dalam pelukannya. Pelukan yang selalu Tilly ingat bernama pelukan Mama Beruang. Mels akan selalu menjadi Mama Beruang penuh cinta baginya.

"Apakah keponakan cantik dan istri menawanku sedang memainkan opera di ruang keluargaku? Siapa yang hendak mencalonkan diri menjadi pemain opera? Aku harap bukan istri beruangku yang memendam hasrat menjadi aktris." Candaan Clark MacKay yang tiba-tiba mengejutkan Tilly dan Mels.

"Apa kabarmu, Paman Clark?" Tilly memeluk erat Clark yang balas memeluknya sama erat. Paman dan keponakan tersebut saling melepas rindu.

"Seperti yang kau lihat." Clark melepaskan pelukannya, mengendik acuh tak acuh terhadap jawabannya sendiri. "Terlalu sehat untuk mati dan terlalu miskin untuk membeli tanah perkuburan."

Tilly's New DiaryWhere stories live. Discover now