Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

Bab 1

51.6K 5K 56
                                    

Ketika Mr. Cole menawarkannya posisi sebagai kepala sekolah wanita di Liverpool, Tilly tahu ada yang salah. Dia memutuskan mengundurkan diri dari sekolah yang selama tiga semester ini menjadi tempatnya bekerja. Menikmati masa-masa menganggur, Tilly memasak beragam masakan. Dia mencoba beberapa resep yang turun temurun diajarkan keluarganya.

"Jadi kau menolak tawaran Mr. Cole?" tanya Audrey sambil menikmati Shrewsbury cake buatan Tilly. Mereka menghabiskan sore yang hangat di halaman belakang rumah Tilly yang asri dengan tanaman willow.

Tanaman willow jelas bukan kesukaan semua orang untuk menghias taman. Orang-orang lebih senang dengan taman yang diisi rumput hijau yang rapi dan petak bunga yang bisa dibentuk. Misalkan; Verbena yang ditanam membentuk pola berlian dengan tinggi dan warna yang sama. Ayah Tilly, Charlie MacCarthy, adalah seorang kapten kapal West Born yang menggemari pohon willow dan tak mau ambil pusing bagaimana tetangga mereka menata taman mengikuti tren. Sementara ibu Tilly, Margareth MacCarthy, tidak sama sekali peduli pada tanaman. Dia lebih mencintai sofa dan karpet impor dari Turki. Mereka sering bertengkar meributkan kesukaan mereka.

Kadang Tilly merindukan kehebohan yang diperbuat kedua orangtuanya. Namun, sudah tiga tahun mereka meninggal. Menyisakan Tilly dan rumah besar ini. Dia bukan seorang pekerja dengan penghasilan besar. Guru sebenarnya profesi yang menjanjikan, tapi Tilly cukup realistis. Dia butuh menyimpan uangnya untuk merawat rumah besar peninggalan Tuan dan Nyonya MacCarthy. Yang bisa dia lakukan dua tahun lalu adalah merumahkan keempat pelayan yang sudah bekerja bertahun-tahun. Berat memang, hanya saja Tilly harus berpikir jauh ke depan.

"Ya. Aku tidak bisa menerimanya saat Miranda menyebut Madam Smith sebagai dalang tawaran itu. Jika aku menerimanya sama saja aku menjerumuskan diriku ke lubang ular. Aku sudah tidak berhubungan dengan putranya dan dia masih saja ingin menendangku jauh dari London. Apa tidak cukup baginya melihat Ferdinand dan Winny menikah?" Jika Tilly tidak ingat berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk menghasilkan gelungan rambut yang cantik, dia akan menjambak rambutnya sendiri. Pusing sekali menghadapi tingkah Madam Smith.

"Madam Smith selalu merasa kau penghalang kebahagiaan putranya padahal dulu dia menerimamu. Kenapa dia berubah membencimu?" Audrey masih ingat bagaimana dulu Madam Smith membanggakan Tilly sebagai kekasih Ferdinand.

"Dia menerimaku saat ayahku masih hidup. Setelah ayah dan ibuku meninggal, sikapnya mulai berubah. Dia membenciku saat aku merumahkan pelayan-pelayan di rumah ini dan gosip aku bangkrut menyebar. Sejak awal keluargaku memang tidak punya usaha. Sementara Madam Smith berharap Ferdinand akan menikahi wanita dengan keuangan yang kuat. Bagaimanapun keluarga Smith adalah pengusaha sukses, memalukan jika mereka menikahi seorang wanita bangkrut." Tilly mengangkat kedua bahu menunjukkan bebannya telah lenyap.

"Kadang aku berpikir kau tidak sungguh-sungguh mencintai Ferdinand," kata Audrey. Senyum miringnya hanya ditanggapi Tilly dengan sebuah kibasan tangan. Mereka berdua bukan bangsawan, ayah Audrey bekerja sebagai dokter. Boleh dibilang mereka berdua adalah wanita dari kelas menengah. Aturan gerak-gerik dan bahasa tubuh bukan momok bagi mereka sekalipun mereka mengetahui sedikit banyak mengenai bagaimana perempuan bangsawan dari pergaulan mereka semasa kuliah.

"Aku memikirkan saranmu tentang berlibur."

"Benarkah? Kau akan berlibur kemana? Aku dengar orang-orang senang mengunjungi desa Bibury." Audrey ingin pergi liburan. Sayangnya, dia tidak punya waktu luang. Liburan musim panas tahun ini akan dimanfaatkan ibunya untuk mengenalkannya kepada putra dari relasi kerja mereka.

"Aku ingin mengunjungi bibi dan pamanku di desa Fladbury."

"Aku tidak bisa berharap kau akan bertemu pemuda setampan Lord Lonsdale di sana," canda Audrey.

Tilly menertawakan kelakar Audrey. Dia yang pernah berkata pada Audrey ingin mendekati seorang pemuda dan kini dia malah menghabiskan seluruh musim panasnya di sebuah desa kecil. Tilly tidak peduli. Dia butuh udara segar. London beberapa tahun belakangan sangat bau dan sumpek. Asap pembakaran dan limbah pabrik mencemari lingkungan. Pertambahan jumlah penduduk akibat transmigran buruh pabrik turut menambah suasana London menjauhi kata tenang.

"Aku akan memikirkan pria setelah aku kembali ke sini." Tilly ingin menghapus nama Ferdinand seumur hidup. Kata 'pria' hanya akan membuat ingatannya memutar nama 'Ferdinand'. Dia tidak merencanakan nama itu mengisi waktu luangnya. Tidak sama sekali.

"Aku harap kau memikirkannya dengan matang. Usia kita makin bertambah. Kita butuh pasangan dan melahirkan." Audrey tidak menutup diri dari pemikiran masyarakat. Dirinya lebih acuh dibandingkan Tilly. Itu yang membuat hubungan mereka awet. Tilly membutuhkan Audrey yang mengingatkannya akan tren masyarakat. Di sisi lain, Audrey membutuhkan Tilly untuk membuatnya tegar akibat siklus posisi wanita yang belum dianggap setara dengan pria, meskipun pemimpin Inggris pada masa ini adalah Ratu Victoria. Hanya Tilly yang bisa mengimbangi pemikiran kritis Audrey.

"Tentu, aku akan menikahi pria yang aku cintai. Bukan karena aku harus melanjutkan keturunan saja." Tilly memandang pepohonan willow yang bergoyang menciptakan tarian alam yang indah. "Ada kalanya, aku ingin mencecap perasaan Lizzy saat bersama Mr. Darcy."

"Berhenti berkhayal, Nona Penggemar Jane Austen. Kau harus membuka matamu untuk pria nyata di sekitar. Astaga, aku menasihatimu seolah percintaanku lebih baik. Asal kau tahu, kau lebih beruntung bisa menikmati liburan. Semoga pria yang dibawa ibuku pada kencan buta nanti bisa membuatku luluh. Bosan sekali berbelanja bersama seorang teman. Bukan berarti aku tak senang berbelanja denganmu, Tilly. Aku senang sekali, tapi akan lebih menyenangkan jika ada orang lain yang bisa membayarkan belanjaanku."

Usia mereka sudah 22 tahun. Usia yang rawan akan pergunjingan jika mereka tidak segera menikah. Banyak orang masih percaya menikah setelah melewati usia 20 akan susah mendapatkan keturunan. Sebenarnya telah banyak pelajar yang menyanggah pemikiran ini dengan teori ilmu pengetahuan. Mirisnya, tak semua perkembangan dalam dunia pendidikan akan selalu diterima.

Tilly dan Audrey tidak terganggu pemikiran banyak orang mengenai susah hamil. Mengenyam pendidikan selama tiga tahun di Bedford College for women membuat pola pikir mereka lebih terbuka daripada kebanyakan wanita. Gelar yang mereka sandang pun bukan suatu hal yang bertebaran di mana-mana. Pendidikan tinggi untuk wanita masih sulit dan butuh biaya besar. Hanya kalangan menengah dan bangsawan yang bisa menikmati fasilitas pendidikan tinggi. Buruh dan masyarakat kalangan bawah masih susah memperoleh pendidikan, bahkan banyak di antara mereka yang buta huruf.

"Kadang aku berpikir rumah ini terlalu besar untuk aku tempati seorang diri," keluh Tilly. Matanya memandang bangunan rumah yang ditempatinya selama bertahun-tahun.

Audrey ikut memandangi obyek yang menarik minat Tilly. "Mr. MacCarthy tidak bercanda saat membangun rumah ini. Dia berharap kau dan ibumu menjadi ratu di sini."

"Aku percaya, dengan atau tanpa rumah ini, aku dan ibu tetap ratu bagi ayahku," desis Tilly. Wajahnya menyiratkan duka mendalam. Audrey, wanita itu terlalu peka untuk tidak mengacuhkan perubahan emosi Tilly.

"Apa pengeluaran rumahmu sangat besar?"

"Cukup memaksaku meniadakan biaya belanja baju dan keperluan wanita yang tidak penting."

"Kau butuh pria kaya, Tilly."

"Aku butuh uang yang banyak."

Tilly's New DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang